Review Jurnal “Policing cyber-neighbourhoods: tension monitoring and social media networks”
Selasa, Juli 6th, 2021Menjaga Ketertiban Lingkungan Dunia Maya :
Pemantauan Ketegangan di Jaringan Media Sosial
(Policing cyber-neighborhoods: tension monitoring and social media
networks)
oleh
Matthew L. Williams*, Adam Edwards, William Housley, Peter Burnapb,
Omer Rana, Nick Avisb, Jeffrey Morgana, and Luke Sloan
Sistem penggunaan paltform media sosial seperti facebook, twitter, dan youtube memiliki perkembangan yang sangat cepat dan menciptakan suatu cara yang baru untuk berinteraksi dan berbagai suatu informasi. Perkembangan media sosial ini tentunya memiliki manfaat yang cukup baik namun juga memiliki resiko negatif bagi penggunanya. Selain itu, perkembangan media sosial ini juga ternyata menjadi sebuah tantangan yang baru bagi pihak-piha yang bertanggungjawab untuk menjaga keamanan publik. Seorang Jaksa Senior di Indonesia menyatakan bahwa baru-baru ini Inggris dan Wales menyatakan sebuah pernyataan bahwa perkembangan media sosial menciptkan isu-isu dengan type atau model yang berbeda sehingga menyulitkan pihak keamanan seperti kepolisian, jaksa, pengadilan dan lembaga pelayanan keamanan lainnya. Perilaku kejahatan yang memanfaatkan jaringan medi sosial kini menjadi perhatian khusus bagi pihak kepolisian. Hal ini juga ditemui pada kasus yang terjadi pada tahun 2011 yang melibatkan agenda politik dan berakibat pada demonstrasi dan kerusuhan. Melihat kondisi ini, pemerintah menyerukan adanya suatu kebijakan ekspansi untuk memasukan kata “dunia maya” dalam bidang kepolisian sebagai jalan mengantisipasi terjadinya gangguan publik dimasa depan. Sistem kerja kepolisian pada umumnya belum cukup maju dan masih mengandalkan sistem kerja yang cukup tertinggal atau kuno yang bergantung pada intelijen lingkungan, pengawasan, kepolisian dan lain sebagainya dan semua ini semakin diperparah dengan adanya perkembangan jaringan pada dunia maya.
Kasus yang terjadi pada tahun 2011 dan diabadikan oleh media dari Indonesia menunjukan bahwa dalam mengatasi masalah kerusahan di kota-kota besar Inggris, pihak kepolisian kurang memanfaatkan potensi media sosial dengan baik. Untuk mengetahui sumber isu atau masalah yang beredar dengan sangat canggih maka diperlukan adanya pembuatan alat komputasi yang dirancang khusus untuk mendeteksi berbagai isu tersebut, di mana penggunaan alat ini juga perlu di uji coba terlebih dahulu untuk memastikan bahwa pihak kepolisian dan informan kunci lainnya mampu memahami sistem kerja dari alat tersebut. Penelitian ini akan menguraikan tentang perkembangan komponen “ software pemantauan media sosial” atau yang disebut dengan Cardiff Of Social Media ObServatory (COSMOS). 1 mesin akan memberikan kesempatan kepada penggunan untuk melakukan monitor terhadap aliran data media sosial yang berkaitan dengan adanya tanda-tanda kemunculan ketegangan tinggi di media sosial yang dapat dianalisis untuk mengidentifikasi adanya kasus penyimpangan dari norma-norma yang berlaku.
Para peneliti sosial mengungkapkan bahwa jaringan media sosial dan data para pengguna dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk berbagai kepentingan. Salah satunya adalah untuk kepentingan politik. Contoh kasusunya adalah yang terjadi di Jerman, di mana para oknum menggunakan data pengguna twitter untuk melakukan survei atau pengambilan jajakpendapat yang disebut dengan sistem pemungutan suara tradisional. Selain itu contoh kasusu lainnya adalah penggunaan data untuk mengambil pendapat tentang fim dengan tingkat pendapatan tertentu. Bahkan dalam beberapa kasus, beberapa oknum menilai bahwa metode ini merupakan salah satu cara yang paling akurat bahkan jauh lebih baik daripada Bursa Pasar Hollywood. Diluar jaringan sosial, Ginsberg dkk (2009) berhasil melaukan korelasi untuk menemukan beberapa respon dari mesin pencarian google tentang suatu jenis flu untuk melacak penyebaran penyakit di seluruh Amerika Serikat. Selain itu, kerusuhan sipil yang terjadi pada bulan Agustus tahun 2011 disebagain besar kota besar Inggris memmberikan suatu gambaran penting mengenai mekanisme dan kekuatan media sosial untuk menyebarkan suatu rumor yang kemudian memancing terjadinya kerusuhan dan melibatkan beberapa intelijen. Penggunaan media sosial dapat memberikan presepsi, pendapat, tindakan dan perasaan serta ketegangan yang dapat diungkapkan oleh seorang individu terhadap lingkungan disekitarnya.
Perkembangan media sosial juga tidak hanya berkaita dengan adanya peluang untuk menilai kondisi suatu komunitas, melainkan dapat memberikan pengaruh yang lebih besar. Media sosial dapat memeberikan ruang kepada orang-orang yang terbelenggu, memberikan ruang kepada kaum minoritas untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak mayoritas, memberikan ruang kepada orang-orang yang teraniyaya untuk memperoleh hak yang mutlak. Penelitian ini tidak difokuskan untuk membahas berbagai argumen tentang media sosial. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan sebuah ilustrasi atau gambara singkat mengenai pentignya menggunakan media sosial, khususnya bagi para pemangku kebijakan dan pihak-pihak yang terlibat dalam urusan pengamanan publik. Hasil analisis menunjukan bahwa sumber adanya ketagangan akan suatu isu berasal dari sebuah ruang media sosial yang sering dikunjungi oleh para pejabat, warga sipil dan berbagai tokoh perwakilan masyarakat. Pada umumnya masalah berawal dari adanya fenomena “egois” dan enggan menerima pendapat orang lain yang kemudian menciptakan suatu perdebatan. Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana kontriibusi yang diberikan oleh pihak-pihak pengamat media sosial yang bertugas untuk melakukan analisis terkait komunikasi di media sosial. Selanjutnya, data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan sebagai referensi dalam melakukan pemantauan terhadap berbagai jenis ketegangan yang terjadi di media sosial. Harapannya penelitian ini dapat difasilitasi sebagai sebuah usaha sinoptik untuk menganalisis tantangan bagi para pemangku kepentingan dan sebagai referensi dalam jalan pengambilan keputusan. Pada akhirnya penelitian ini juga akan membangun suatu konstruksi pemikiran terkait bagaimana pemahaman ita dapat bergerak maju untuk mengetahui dan memanfaatkan media sosial untuk mengantisipasi terjadinya konflik dalam kehidupan sosial kita sehari-hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini dietahui bahwa menurut The HMIC (2011a), melalui Laporan The Rules of Engagent memberikan sorotan dan anjuran perlu adanya sistem pemantauan media sosial yang dapat meningkatkan keterlibatan pihak keamanan dan intelijen yang bertanggungjawab terhadap keamanan publik. Sistem ini akan membantu polisi untuk memahami lingkungan operasi online dan offline atau multisitus mereka. Akan tetapi, sebagaimana yang telah digaribawahi dalam makalah ini bahwa pihak yang bertanggungjawab untuk memantau kemungkinan adanya tegangan di media sosial, akan memperoleh suatu tantangan yang baru. Tantangan yang akan diterima ini dapat berupa usaha yang ektra untuk mengumpulkan data pengguna media sosial serta harus dapat mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan penafsiran data atau konten yang ditemukan. Perlu adanya sebuah sistem yang dapat menganalisis konten yang mengandung sentimen. Selain itu, perlu diingat bahwa adopsi atau penggunaan teknologi semacam ini untuk mengantisipasi adanya berbagai gangguan yang bersumber dari ketegangan media sosial tanpa melakukan penyelidikan ilmiah tentunya membutuhkan kemampuan adapatasi dan interpretasi yang hebat. Hasil analisis makalah ini merupakan salah satu langkah dalam proses ilmiah tersebut.
Alternatif lainnya adalah melakukan adaptasi terhadap penggunaan teknologi yang berbasis bahasa yang dianjurkan oleh Sacks (1992) dan Housley & Ftzgerald (2002) yang disampaikan melalui proses Collaborative Algorithm Design. Sistem ini akan mengatur sebuah kerjasama antara ilmuwan sosial dengan para ilmuwan komputer untuk merancang sebuah sistem pemantauan tingkat ketegangan yang berkiatan dengan isu sosial di berbagai media sosial. Selain itu sistem juga perlu bekerjasama dengan pihak kepolisian khususnya untuk penanganan masalah sosial memiliki tingkat ketegangan cukup tinggi. Setelah dibandingkan dengan alat analisis sentimen, diketahui bahwa mesin atau sistem pemantauan ketegangan media sosial dinilai memberikan hasil yang lebih akurat dan cukup efektif. Selain dari berbagai kelebihan yang telah diuraikan, penelitian ini juga memberikan infromasi terkait beberapa kekurangan yang perlu untuk digaris bawahi dan menjadi perhatian pihak-pihak yang terlibat dalam operasi sistem ini. Salah satu contohnya adalah polisi yang digunakan sebagai salah satu sampel untuk menguji alat aau sistem pemantauan ketegangan sosial yang telah dirancang. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan kepolisian dalam menginterpretasikan sebuah kata “tacit” yang berkaitan dengan ketegangan sosial. Tentunya terdapat peredaan hasil interpretasi pada lingkungan online dan dilingkungan offline.
Sistem penyempurnaan lebih lanjut perlu dilakukan dengan melibatkan sampling pada kelompok sosial tertentu yang secara diam-diam mengetahui suatu hal yang berkaitan dengan adanya masalah kerusuhan sipil pun juga dengan pihak yang terlibat secara langsung dalam insisden tertentu. Selanjutnya korps data ini hanya berkaitan dengan satu jenis acara olahraga dengan tingkat ketegangan rasial yang terkait. Selain itu mesin deteksi ketegangan ini juga masih harus tetap memberikan hasil yang posituf terkait hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa sejenisi protes politik, aksi industri, dan lain sebagainya. Akhirnya, secara fundamental sistem ini mungkin akan memberikan hasil yang bertolak belakang atau gambaran antara suatu ekspresi yang dilakukan secara online maupun yang akan dilakukan secara offline. Hal ini belum dapat dipahami dengan baik dan mungkin membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk menganalisis kinerja dan hasil yang diperoleh dari penggunaan teknologi tersebut sebagai salah satu jalan untuk melakukan penilaian dan pemantauan terhadap suatu isu kerusuhan.
Reference :
Williams, Matthew L, Edwards Adam., Housley, William., Burnapb, Peter.,
Rana, Omer., Avis, Nick, Morgana, Jeffrey., and Sloan, Luke. (2013). Policing cyber-neighborhoods: tension monitoring and social media networks. Journal of Policing & Society, Vol. 23, No. 4, 461481
note : Mohon maaf untuk kesalahan terjemahan, mohon koreksinya 🙂
Terima kasih