Review Jurnal “Recent nationwide climate change impact assessments of natural hazards in Japan and East Asia”
Disclaimer, ulasan jurnal ini akan coba dijadikan sebagai referensi untuk memberikan saran terhadap model mitigasi bencana di Indonesia
Perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan berdampak besar pada fenomena seperti siklon tropis (TC), tingginya curah hujan, banjir bandang dan badai musiman. Banyak bencana alam di Asia Timur didorong oleh fenomenan angin topan dan bahaya terkaitnya skala lokal. Dengan demikian, sangat penting untuk mensimulasikan aktivitas TC (dan fenomena lainnya) secara numerik pada skala lokal untuk menilai dengan tepat dampak perubahan iklim terhadap bahaya bencana alam di wilayah tersebut. Selain itu, memproyeksikan perubahan masa depan dari banyaknya kejadian TC dan/atau potensi dampak ekonominya dapat menjadi tantangan karena tingkat kejadiannya yang rendah satu area tertentu. Dengan pandangan ini, program penelitian kolaboratif ini dibentuk di Jepang untuk memproyeksikan perubahan jangka panjang terhadap ancama bencana alam di Jepang dan Asia Timur berdasarkan eksperimen numerik skala lokal dan ansambel besar. Makalah ini mengulas penilaian dampak perubahan iklim baru-baru ini (ditulis dalam bahasa Inggris dan Jepang) dan merangkum proyeksi perubahan curah hujan di masa depan, banjir bandang, dan bahaya bencana di pesisir, serta dampak ekonomi akibat terjadinya bencana tersebut.
Latar belakang penelitian didasarkan pada pandangan bahwa perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan berdampak besar pada fenomena seperti Siklon Tropis (TC), Monsun, Hujan dan Badai Musiman. Contohnya, menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) rata-rata tingkat TC global dan intensitas curah hujan diproyeksikan meningkat pada akhir abad ke-21 dengan tingkat kepercayaan sedang (SROCC; IPCC, 2019). Selain itu, menurut Working Group II (WGII) of the Fifth Assessment Report (IPCC-AR5) dari laporan penilaian kelima (IPCC-AR5) menyimpulkan bahwa perubahan iklim akan memperburuk kerentanan di skala regional hingga proses fisik yang ekstrem dan implusif terkait bahaya bencana alam (IPCC 2013,2014), seperti hujan lebat (mis.,Fischer & Knutti,2016; Pfahl dkk., 2017 ; Aalbers et al.,2018) banjir bandang (Hirabayashi et al., 2013; Arnell dan Gosling, 2016) dan badai topan di laut (Lowe dan Gregory, 2005; Lin et al., 2012).
Perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan sangat mempengaruhi intensitas badai seperti sinklon tropis dan peristiwa hujan lebat lainnya. Penelitian dilakukan dengan berbagai pemodelan yang umumya menggunakan data iklim selama 100 tahun yang dimulai dari tahun 1910 – 2010. Di seluruh dunia, program nasional (dan internasional) telah dibentuk dan ditugaskan untuk mengoordinasikan dan mengevaluasi perubahan iklim, proyeksi, penilaian dampak, dan strategi adaptasi. Contohnya di Amerika Serikat, Uni Eropa khususnya di Inggris Raya yang telah membentuk berbagai badan khusus untuk membuat riset, memproyeksikan fenomena perubahan iklim serta dampak dan strategi adaptasinya pada kehidupan manusia. Hasil proyeksi tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu landasan pembuatan kebijakan pembangunan khususnya untuk melakukan mitigasi terhadap bahaya banjir, erosi pantai dan ketersediaan sumberdaya air.
Beralih ke Asia-Pasifik, Australia telah menghasilkan laporan nasional pada tahun 2015 berjudul, “Perubahan Iklim di Australia”(CCIA), dipimpin oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) dan Biro Metrologi Australia (BoM) (CSIRO dan Biro Meteorologi, 2015; 2020). Sebagian besar laporan berfokus pada penilaian dampak dan risiko; secara khusus, ini bertujuan untuk memperkirakan risiko dari variabilitas iklim, terutama yang berasal dari peristiwa ekstrem—seperti dari gelombang panas, embun beku, banjir, angin topan, gelombang badai, tornado, dan hujan es. CCIA telah mengidentifikasi pada skala ruang dan waktu yang relevan untuk penilaian dampak (dari skala musiman hingga per jam) dan karakteristik penting (intensitas, frekuensi dan/atau durasi) dari peristiwa cuaca untuk risiko terkait.
Di Asia, Taiwan telah melakukan proyeksinya sendiri yang dibawai oleh badan yang disebut Climate Change Projection and Information Platform Project (TCCIP) sejak 2010 (Hsu et al., 2011). Keberadaan TCCIP bertujuan untuk membangun upaya penelitian dan proyeksi perubahan iklim, mengkonsolidasikan informasi, dan menyediakan akses data dan alat untuk users. Ada tiga tim dalam proyek TCCIP (dari proyeksi ke adaptasi) dan Tim ke-3 berurusan dengan curah hujan musiman dan kekeringan, juga terkait sinklon tropis, banjir sungai, angin topan dan gelombang badai. Contoh program nasional ini menunjukkan bahwa integrasi yang lebih dalam dari proyeksi dan dampak perubahan iklim penilaian telah terjadi selama beberapa dekade terakhir. Secara umum, strategi program-program ini adalah bagaimana mengintegrasikan dari proyeksi global ke penilaian dampak regional menggunakan metode ensemble dan downscaling. Daerah yang berbeda, memiliki iklim yang berbeda (misalnya, kekeringan, kebakaran, banjir, dan risiko angin), geologis (misalnya, kerentanan pesisir dan pedalaman), dan karakteristik sosial (misalnya, pembagian risiko dan preferensi operasional); oleh karena itu, metodologi yang berbeda diperlukan untuk penilaian dampak dan strategi adaptasi.
Berkaitan dengan perbedaan karakteristik wilayah dan potensi terjadinya bencana, saya kira Indonesia perlu mempelajari pemodelan ini untuk segera menyiapkan mitigasi bencana bagi daerahnya masing-masing, mengingat keragaman kondisi fisik dan sosial di Indonesia yang sangat besar, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan program mitigasi ini.
To continue……
Sumber :
Nobuhito Mori, Tetsuya Takemi, Yasuto Tachikawa, Hirokazu Tatano, Tomoya Shimura, Tomohiro Tanaka, Toshimi Fujimi, Yukari Osakada, Adrean Webb, Eiichi Nakakita. (2021). Recent nationwide climate change impact assessments of natural hazards in Japan and East Asia. Journal Weather and Climate Extremes 32 (2021) 100309