Archive for Desember, 2021

Secuil Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia

Minggu, Desember 12th, 2021

Menulis

Well…. Well…..

Ceritanya, beberapa bulan ini sedang berkecimpung dalam beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, dan baru saja (sesaat sebelum menulis tulisan ini) saya membaca sebuah artikel menarik yang saya peroleh dari situs GatesNotes. Setelah membaca artikel itu, my brain, just be like…..

“oh wow… Iya juga ya? di Indonesia juga sepertinya bisa dilakukan, why not ?”

Singkat cerita, bentuk strategi yang saya baca dalam tulisan itu dan saya kombinasikan dengan pengalaman beberapa bulan ini adalah dengan mengkolaborasikan dan mengotipmalkan segala potensi elemen masyarakat yang bersinggungan langsung dengan dunia pendidikan.

Kolaborasi

Terkait kolaborasi dengan semua elemen, tentu saja yang saya maksudkan adalah para pelajar/mahasiswa, orang tua, pendidik, lembaga-lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan pendidikan dan pemerintah daerah hingga tingkat pusat, dan juga berbagai organisasi mahasiswa (ormawa), komunitas atau NGO yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

Perlibatan Siswa Dalam Mengambil KebijakanPertama,pemerintah khususnya yang berkaitan dengan pengambil kebijakan bidang pendidikan juga pihak sekolah, sesedikit yang saya ketahui belum cukup melibatkan dan mengoptimalkan peran serta pendapat siswa dalam membuat kebijakan di sekolah. Siswa tidak pernah ditanya, apa mau mereka, bagaimana pendapat mereka, apa kesulitan mereka, dan apa yang bisa dibantu oleh pihak sekolah. Fyi, ini merupakan pengalaman pribadi saya sendiri. Saat duduk di bangku sekolah, saat saya mengalami kendala, guru tidak pernah bertanya, apa kesulitan mu, apa yang bisa guru bantu ?

WHY

Umumnya guru hanya akan marah dan mencaci, mengapa saya mungkin tidak sepintar teman-teman yang lain. Padahal, tujuan saya ke sekolah yaa untuk belajar, untuk mengetahui hal yang belum saya ketahui. Bukan untuk dicaci atas ketidaktahuannya.

Seseorang tidak bersalah ketika dia tidak mengetahui sesuatu, tetapi dia bersalah ketika dia tidak berusaha mencari tahu apa yang tidak dia ketahui” begitu kata seseorang pada saya dan yaa…, saya rasa kutipan ini lumayan cocok, dimana saya telah berusaha mencari tahu namun saya tidak mendapatkan sesuatu yang saya cari itu maka saya tidak sepenuhnya bersalah.

So, my point is…. pelajar/mahasiswa belum cukup dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang padahal kebijakan tersebut akan diterapkan pada mereka.

Kedua,

sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ada ratusan bahkan mungkin ribuan dan jutaan komunitas yang berkembang di Indonesia tidak terkecuali dengan komunitas yang bergerak dibidang pendidikan.

KOLABORASI_NSNSelama ini (sesedikit yang saya ketahui), pada umumnya ormawa, komunitas-komunitas atau NGO ini yang biasanya bergerak lebih dulu untuk menggait elemen-elemen masyarakat dan juga pihak-pihak pada bidang pendidikan terutama sekolah dan orang tua untuk bekerjasama dengan komunitas/NGO nya untuk melibatkan anak-anak sekolah pada program keren mereka. Umumnya, bahkan program-program yang dicanangkan oleh ormawa/komunitas/NGO cenderung lebih menarik dan dapat saya katakan lebih realistis untuk dipelajari karena umumnya merupakan bentuk penerapan pelajaran sekolah/kampus ke dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan kondisi ini, saya berpikir bahwa mengapa pada umumnya ormawa/komunitas/NGO ini yang akan memulai terlebih dahulu untuk menggait sekolah dalam melaksanakan berbagai edukasi kreatifnya ?

Mengapa bukan sekolah yang lebih dulu memulainya ?

Saya membayangkan di Indonesia ini, ada sebuah sekolah yang bekerjsama dengan berbagai ormawa/komunitas/NGO untuk memperluas wawasan para siswanya, juga mengasah soft skill para siswa.

Bayangkan saja, saat kelas X mereka diarahkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dasar di sekolah seperti OSIS, PIK REMAJA, MARCHING BAND, BASKET, PRAMUKA, DLL.

Saat mereka masuk ke kelas XI, mereka mengikuti kegiatan extrakulikuler yang melibatkan komunitas yang bergerak di bidang tertentu, sebut saja bidang pendidikan/lingkungan/kesehatan/teknologi, dll yang agendanya langsung berkaitan dengan masyarakat.

Kemudian, kelas XII nanti mereka diikutsertakan dalam agenda wajib yang diselenggarakan oleh sekolah dan berkaitan dengan sosialisasi jurusan pada tingkat universitas. Agenda ini, dapat bekerjasama dengan ORMAWA kampus-kampus di Indonesia. Setiap bulan, bisa saja bergantian dari kampus tertentu. Kegiatan ini tentunya akan sangat membantu para siswa untuk memilih jurusan perkuliahan.

Dan tentu yang tidak kalah penting adalah dengan bertanya pada siswa, apa yang ingin mereka pelajari, apa yang ingin mereka kembangkan, atau metode pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan ? Kita akan membahas metode pembelajaran ini dalam tulisan berikutnya (mungkin juga akan berkaitan dengan gaya belajar siswa/mahasiswa dengan media buku, atau secara visual dengan bantuan video atau auditori yang membutuhkan media audio)

Ketiga,

komitmen orang tua

sekolah juga perlu mengambil komitmen dari para oranng tua khususnya saat memutuskan untuk mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah A, B atau C dan seterusnya maka mereka perlu mendukung anak-anaknya saat menempuh pendidikan khususnya terkait alokasi waktu untuk berbagai kegiatan ekstra di sekolah. Pihak sekolah dan orang tua harus duduk bersama untuk sama-sama berbagi masalah, kendala, dan sama-sama berusaha mencari solusinya serta membuat komitmen untuk melaksanakannya. Karena lagi-lagi perlu diingat bahwa, tanggungjawab mendidik anak bukan semata-mata tanggungjawab sekolah. Bahkan, pada dasarnya, tanggungjawab untuk mendidik anak adalah tanggungjawab orang tua. Sekolah hanya membantu mengajari anak-anak tentu juga dengan batasan-batasan tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh pihak sekolah.

Terkait pemahaman orang tua,  pihak pemerintah daerah (khususnya tingkat kecamatan dan desa) juga perlu dilibatkan untuk mendampingi para orang tua, memberikan sosialisasi yang rutin pada orang tua khususnya pada para orang tua yang tidak memiliki akses informasi bagi pendidikan anak yang baik sehingga mereka dapat memahami tugas dan tanggungjawab yang berkaitan dengan pendidikan anak.

Selain itu, kepala sekolah dan guru-guru juga perlu diberikan berbagai pelatihan dan pendampingan mengenai berbagai perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam hal adaptasi teknologi dan strategi belajar mengajar khususnya bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil dan minim fasilitas informasi.

Untuk program pelatihan bagi guru-guru ini juga saya membayangkan adanya pertukaran guru/pegajar (tidak hanya pertukaran pelajar) dari sekolah-sekolah di daerah terpencil ke sekolah-sekolah di kota atau khususnya ke sekolah-sekolah yang cukup maju. Bahkan mungkin juga tidak perlu untuk ke sekolah-sekolah yang jauh, bahkan ke sekolah-sekolah yang dekat di sekitar namun punya kriteria yang lebih majupun sudah cukup untuk meng-upgrade pengetahuan para guru.

Sayangnya, kondisi di lapangan seringkali lebih sulit dari yang dibayangkan atau ditulis disini.

Terkait pertukaran pengajar/pelajar, masih banyak sekolah yang cukup gengsi untuk belajar dari sekolah lain atau juga sebaliknya masih ada sekolah-sekolah yang enggan membagikan strategi pengembangan sekolahnya (mengingat banyak sekolah yang bersaing satu sama lain). Padahal saya kira, tujuan, goal dari semua sekolah tentunya adalah mencetak generasi-generasi yang cerdas, berwawasan, kompeten, beretika yang baik.

Dengan demikian, saya lagi-lagi membayangkan suatu kemungkinan dimana semua sekolah dapat bekerjasama, berkolaborasi untuk sama-sama menghasilkan lulusan yang berkompeten tersebut. Tidak peduli sekolah mana yang memiliki lebih banyak siswa atau lebih sedikit, yang terpenting adalah semua sekolah menyediakan fasilitas pendidiakan dan strategi belajar mengajar yang berkualitas dengan standar yang sama. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan dan memperluas lingkaran setan kemiskinan. Dimana yang miskin akan semakin miskin karena terbatas dan tidak dapat menjangkau berbagai fasilitas yang dapat meningkatkan kualitas penghidupan mereka salah satunya melalui pendidikan.

Ah ya, So far…. ini hanya ide yang tiba-tiba terlintas dalam kepala.

Aku tidak tau apakah mungkin bisa dilaksanakan atau tidak, apakah realistis atau tidak, aku hanya ingin menulisnya disini agar tidak lupa. Barangkali, suatu saat nanti aku bisa kembali membacanya, atau barangkali ada orang yang membaca ini dan dapat memberikan insight yang lebih masuk akal dan realistis dibandingkan ide-ide gila yang ada dalam tulisna ini.

 

Yogyakarta,

12 Desember 2021

Di Sudut Pogung, sembari ngopi menikmati malam yang dingin dengan gerimis yang romantis

Ah ya sembari menunggu titipan nasi goreng yang tak kunjung tiba hingga kini pukul/ 00.50 WIB

 

Note :

  • semua gambar dan video bersumber dari Canva yang bebas copyrigt

sumber inspirasi tulisan :

https://www.gatesnotes.com/Education/I-love-this-schools-energy

Training of Trainer_Program Organisasi Penggerak Indonesia Mengajar (POP IM)_Kemendikbud_2021

Kamis, Desember 9th, 2021

Sesi Perkenalan

Well, gais….

Jadi tulisan kali ini saya ingin berbagi tentang pengalaman luar biasa selama bekerja menjadi Co-fasilitator dalam Program Organisasi Penggerak Indonesia Mengajar (POP IM)_Kemendikbud Tahun 2021 untuk project LINTAS IM.

Perjalanan ini dimulai sejak masa Training of Trainer (ToT) – masa Pendapingan.

Saat masa ToT yang diberikan pada para fasilitator dan co-fasilitator yang akan dipercayakan untuk menjadi fasilitator dan co-fasilitator pelatihan kepada peserta sasaran yakni Bapak Ibu guru dan Kepala Sekolah di beberapa kabupaten sasaran.

Ah ya, Fyi…. POP IM ini mengerjakan sebuah program yang disebut LINTAS IM (Literasi Numerasi Tingkat Sekolah Indonesia Mengajar) yang lahir atas inisiasi antara Indonesia Mengajar dan Kemendikbud untuk mendorong terciptanya Sekolah Penggerak di Indonesia (sumber IG lintas.im).

Secara umum, Program Lintas IM ini merupakan sebuah program peningkatan kompetensi literasi dan numerasi berbasis komunitas yang menyasar tenaga pendidik, masyarakat dan peserta didik serta memberdayakan peran pemerintah secara bersamaan. Program ini diaplikasikan dalam bentuk pelatihan intensif kepada tenaga pendidik dan pendampingan oleh fasilitator lapangan.

ToT dilaksanakan selama kurang lebih 3 minggu.

Fasilitator yang sebelumnya telah memiliki kemampuan fasilitator dan pengetahuan literasi numerasi juga diikutkan dalam ToT bersama para Co-Fasilitator dan Fasilitator Lapangan.

Ah ya, Fyi Lagi…

Dalam pelaksanaan program,

POP IM ini memiliki beberapa tingkatan jabatan yakni Tim pengelola sebagai pihak yang bertanggungjawab atas segala keperluan program, fasiltator daring sebagai instruktur atau orang diberikan kepercayaan untuk memberikan pelatihan secara online, Fasilitator Lapangan (luring) yang bertugas untuk memberikan pelatihan secara luring serta memberikan pendampingan dan mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan keperluan program secara langsung di lapangan. Jabatan yang terakhir adalah Co-fasilitator baik daring maupun luring adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk mendampingi fasilitator selama pelatihan berlangsung, menyiapkan segala keperluan teknis dan administrasi yang berkaitan dengan pelatihan serta juga sesekali memberikan informasi/pengetahuan tambahan yang barangkali luput disampikan oleh fasilitator.

Well…

Lanjut ke ToT ya gais,

Jadi selama masa ToT ini, baik co-fas maupun fasil, sama-sama memperoleh materi yang sama selama 3 pekan yang diadakan setiap malam (hari kerja) pukul 19.00 WIB – 21.000 WIB

Materi yang diperoleh cukup banyak dan sangat padat. Adapun materi yang diperoleh selama ToT diantaranya :

  • Pengenalan POP IM
  • Miskonsepsi Literasi Numerasi
  • Literasi Membaca Menyenangkan
  • Literasi Numerasi Menyenangkan
  • Pemecahan Masalah di Sekolah
  • Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
  • Teknik Fasilitasi I
  • Teknik Fasilitasi II
  • Merancang dan Persentasi Panduan Fasilitator

Dengan fasilitator ToT diantaranya :

  • Kak Galih Sulistyaningra founder @bekalpendidik
  • Kak Gading Aulia Fasilator Tokopedia
  • Farli Sukanto founder Bantu Guru Belajar Lagi (BGBL)

Pengenalan Fasilitator

Metode pembelajaran yang diterapkan selama ToT juga sangat menarik, diataranya :

Sesi Pertanyaan Pemantik

  • pada awal sesi, peserta diberikan pertanyaan pemantik terlebih dahulu untuk mengetahui persepsi awal peserta ToT sebelum mendapatkan materi dari fasilitator
  • sesi II yakni penyampaian materi oleh fasilitator
  • sesi III adalah sesi tanya jawab
  • sesi IV adalah sesi diskusi kelompok yang mana sebelumnya peserta telah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diberikan tugas juga untuk menyiapkan ice breaking untuk setiap sesi pelatihan. Fyi, tugas membuat ice breaking ini juga dilakukan untuk membiasakan peserta dalam membuka sesi pelatihan serta membuat sesi pelatihan menjadi lebih hidup khususnya saat pelatihan nanti bersama peserta dari kelompok sasaran (guru dan kepala sekolah). Sesi diskusi kelompok ini, biasanya fasilator akan menyiapkan tugas yang secara tidak langsung merupakan studi kasus nyata untuk mengaplikasikan materi yang telah diperoleh sebelumnya
  • sesi V adalah sesi presentasi dan diskusi kelompok besar
  • sesi VI adalah sesi refleksi yang mana peserta difasilitasi untuk memaparkan atau merefleksikan kembali apa yang telah diperoleh dari pelatihan dan diskusi.

Pada masa akhir ToT, co-fas dan fasil diberikan kesempatan untuk bertanya, melakukan klarifikasi atau mengkonfirmasi segala informasi yang dibutuhkan untuk pelatihan. Peserta juga diberikan gambaran terkait standar-standar, modul, sylabus, dan berbagai hal adminstrasi dan teknis yang akan digunakan dan yang perlu diperhatikan atau diterapkan selama pelatihan berlangsung.

Well gaisss….untuk sesi ToT sepertinya itu dulu yang bisa aaku bagikan sekilas.

Selanjutnya terkait pelatihan dan pendampingan akan aku bagikan dalam next tulisan yaa gais….

Stay tune di blog ini yaaa ^_^

#indonesiamengajar #popim #lintasim #kemendikbud #literasinumerasi