Bintang, Maafkan Aku ^^
Bintang, Maafkan Aku
Well,
Jadi hari ini aku mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman ku mengajar di sebuah Sekolah Dasar.
(sebagai informasi, ceritanya ku lagi jadi volunteer di sebuah NGO di Yogyakarta).
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh NGO ini adalah memberikan edukasi kepada anak-anak terkait krisis lingkungan yang tengah terjadi di seluruh dunia, dan memberikan dampak kepada berbagai aspek kehidupan salah satunya adalah terkait krisis air bersih.
Tapi dalam tulisan ini we nga mau membahas banyak hal terkait NGO ini, berbagai programnya, atau lallalalanya.
Aku hanya akan fokus berbagi cerita terkait sebuah kejadian yang menarik perhatian ku saat mengajar di sekolah itu.
Singkat cerita, setelah pemberian materi berlangsung, ada sebuah sesi dimana anak-anak akan diajak untuk bermain, atau sekedar melakukan suatu hal untuk menghilangkan rasa penat setelah mempelajari materi yang sulit dan cukup berat ( I think untuk anak-anak kelas 4 SD).
Anyway, permainan ini mengharuskan seluruh anak-anak di kelas untuk berdiri.
(informasi tambahan dalam kelas itu, ada seorang anak difabel yang tidak dapat berdiri atau berjalan tanpa bantuan kursi roda, dalam tulisan ini aku memberinya sebuah nama samaran “BINTANG”)
Dan sialnya, saat itu, kami lupa dan mungkin bisa dibilang kurang peka dengan kondisi Bintang yang menggunakan kursi roda (aku harap kelak dia memaafkan kami, agar ampunan Allah bisa kami terima dengan lancar atas apa yang kami lakukan kepada Bintang hari itu).
Sehingga seluruh anak dihimbau untuk berdiri (oleh teman ku yang memimpin permainan itu).
Saat itu, aku berada tepat disebelah Bintang, dan aku merasa hal ini, permainan ini, dan instruksi ini pasti akan menyakiti hatinya.
Demi Tuhan, aku benar-benar merasakan hal itu.
Tetapi aku pikir, rasanya tidak mungkin untuk menghentikan permainan ini yang mulai memasuki tahap seru (tentu jika tiba-tiba dihentikan, kelas akan kacau oleh protes anak-anak lain yang sedang asyik bermain).
Aku hanya terdiam, sembari memperhatikan adik kecil di samping ku (sembari terus berpikir apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburnya, juga sembari memohon ampun, Tuhan maafkan kami yang telah melukai perasaanya).
Tiba-tiba, 2 orang anak paling “nakal” di kelas menghampiri Bintang.
(note, 2 orang anak laki-laki yang menghampiri Bintang adalah anak yang paling nakal di kelas, sering membuat onar, dan lain sebagainya)
Satu diantaranya kemudian ngomong
“Bintang,,, kamu jangan sedih ya…
Aku juga nga ikutan main.
Dan salah satunya lagi mengikuti “aku juga”.
Besok-besok kamu bilang kepada Ibu mu, agar kamu dibelikan tongkat penyangga yang bisa kamu gunakan untuk berdiri yaa (mereka berdialog menggunakan bahasa Jawa).
Sontak aku melirik teman ku yang memimpin permainan, dan aku rasa dia benar-benar menangkap maksud ku,
saat menatapnya dengan tatapan tajam,
dan pada saat yang sama iya juga melihat dua orang anak lelaki itu berada di samping Bintang dan tidak ikut bermain.
Kemudian (aku rasa dia paham maksud ku), kemudian permainan dihentikan.
Demi Tuhan….
Melihat ekspresi Bintang (hampir di penghujung akan meneteskan air mata), rasanya aku ingin menampar diri ku sendiri.
Rasanya ingin aku bersimpuh di depan Bintang dan menyampaikan permohonan maaf atas apa yang telah kami lakukan.
Tapi aku rasa percuma, permainan telah selesai.
Dan kami semua, sukses menyakiti perasaannya (kecuali 2 orang anak lelaki itu).
Dan rasanya, aku cukup paham dengan perasaan itu, sehingga aku memilih untuk tidak menghampirinya lebih dekat, sekedar mengucapkan sepatah dua kata omong kososng yang mungkin akan membuatnya benar-benar meneteskan air mata.
(pengalaman ku, dalam kondisi seperti itu, kalimat pujian, kalimat bijak dan lalalanya semisal, sabar ya, semangat ya, seakan menjadi gunting pemutus kabel yang meledakan bom waktu).
Setelah kejadian ini, aku merasa ada sebuah pelajaran berharga yang ku dapatkan hari itu,
Pelajaran untuk lebih peka pada kondisi orang lain di sekeliling ku.
Dan juga pelajaran penting yang lain, adalah tentang anak-anak nakal yang ternyata lebih peka, dan memiliki nurani yang suci, benar-benar memiliki jiwa dan hati yang mulia.
Melihat apa yang mereka lakukan, aku merasa sangat malu.
Untuk kesekian kalinya, aku menemukan sosok anak nakal, yang dibalik kenakalannya itu, sesungguhnya mereka memiliki hati nurani yang lebih mulia dari sekian orang yang mengaku sebagai orang baik.
Hanya saja, terkadang, kondisi lingkungan membentuk mereka menjadi pribadi yang lain.
Tuhan… maafkan aku.
Dan terima kasih atas pelajaran berharga yang ku peroleh hari itu.
Untuk mu Bintang :
Maafkan aku. Maafkan kami.
Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada mu, agar engkau senantiasa dikuatkan dalam menghadapi manusia-manusia kejam seperti ku.
Yogyakarta, 2 September 2019
the attachments to this post: