Review Jurnal “Digital policing technologies and democratic policing: Will the internet, social media and mobile phone enhance police accountability and police–citizen relations in Nigeria?”_Temitayo Isaac Odeyemi &A. Sat Obiyan
Teknologi Perpolisian Digital dan Sistem Keamaan Polisi yang Demokratis :
Akankah Internet, Media Sosial, dan HP Seluler Meningkatkan Akuntabilitas Kepolisisian serta Hubungan Polisi dan Warga Nigeria ?
(Digital policing technologies and democratic policing: Will the internet, social media, and mobile phone enhance police accountability and police-citizen relations in Nigeria?)
Saat ini, sistem pemerintahan internasional memiliki peran penting dalam menjamin keamaan masyarakat dunia baik yang berkaitan dengan kehidupannya meliputi keamanan dan kesejahteraan maupun yang berkaitan dengan harta benda dan properti. Peranan pemerintah ini dapat diwujudkan melalui pembuatan kebijakan serta pembentukan berbagai badan keamanan seperti kepolisian, militer, intelijen,berbagai badan eksekutif maupun legislatif serta seluruh pihak yang berwenang untuk mejaga keamanan suatu daerah. Sistem kemanan nasional disetiap negara perlu melibatkan berbagai pihak, baik lembaga keamanan formal maupun lembaga keamanaan non-formal, bekerja sama menciptakan keamanan dan kenyaman bagi seluruh warga masyarakat.
Secara umum, tujuan pembentukan badan kepolisian adalah untuk menjaga kemanaan dan ketertiban disuatu daerah, meskipun berada dibawah lembaga non-formal pemerintahan akan tetapi pada intinya kepolisian merupakan salah satu bagian lembaga negara yang diakui oleh pemerintah. Adapula berbagai lemabaga swasta yang membentuk bada keamanan khusus untuk kepentingan tertentu akan tetapi terlepas dari seluruh kebijakan yang ada, badan kepolisisan adalah aparat keamaan dan ketertiban yang memiliki peran sentral dam mengontrol keamanan kehidupan masyarakat. Tugas dan fungsi kepolisian sendiri pertama kali diambil dari undang-undang dan arahan kerja yang dibuat oleh Sir Robert Pill yang mendirikan lembaga kepolisian modern pertama kali Inggris pada tahun 1829. Pembuatan lembaga kepolisian ini memiliki 8 prinsip dasar yang harus dipegang sebagai dasar dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga keamanaan yaitu :
- Badan kepolisian dibentuk untuk mengatasi masalah kejahatan
- Badan kepolisian dibentuk untuk mencegah serta mengatasi berbagai gangguan yang berkaitan tindakan kejahatan.
- Badan kepolisian harus mencegah terjadinya kejahatan melalui tindak atau deteksi tindak kejahatan.
- Dalam melakukan tugasnya, badan kepolisian perlu bekerja sama dengan pihak publik serta memperoleh izin dari pihak publik dalam hal ini pemerintah dan atasan yang berwenang.
- Badan kepolisian harus dapat menjadi contoh dan tauladan dalam berperilaku khususnya patuh terhadap hukum.
- Dalam melakukan tugasnya badan kepolisian harus memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
- Pelaksaan tugas dan tanggungjawab harus didasarkan pada semangat yang kuat untuk menjaga kemananan.
- Pelaksaan tugas kepolisian harus didasarkan pada tindakan dan komitmen untuk saling menghargai satu sama lain.
Beberapa prinsip dasar yang dicetuskan ini secara tidak langsung memberikan gambaran terkait sistem kemanan badan kepolisian yang bersifat demokratis. Secara umum, sistem kemanaan kepolisian yang bersifat demokrasi memiliki harapan yang besar agar masyarakat dan badan kepolisian dapat bekerjasama dalam menjaga kemaanan serta mengedalikan tindakan kejahatan. Selain itu sistem ini juga memberikan penegasan kepada badan kepolisian agar senantiasa sadar akan tugas dan tanggungjawabnya dalam melindungi masyarakat, begitupula dengan masyarakat sendiri yang perlu disadarkan untuk ikut berpartisipasi aktif serta bekerja dengan piha kepolisian dalam mengatasi masalah kejahatan pada suatu daerah tertentu.
Berbicara tentang negara Nigeria, telah diketahui bersama bahwa badan kepolisian Nigeria adalah salah satu bagian atau lembaga negara yang memiliki jasa cukup besar dalam sejarah panjang pendirian dan pembangunan negara Nigeria. Badan Kepolisian di Nigeria sendiri merupakan lembaga negara yang terbesar dengan anggota serta karywan kepolisian sejumlah 400.000 orang. Akan tetapi dalam beberapa penelitian terakhir menunjukan bahwa badan kepolisian Nigeria tengah menghadapi berbagai masalah kesenjanngan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan kepolisian serta diperparah pula dengan besarnya tantangan untuk menjamin keamanan di Nigeria.
Pembaharuan sistem pemerintahan Nigeria pada tahun 1999 kembali memberikan pencerahan kepada badan kepolisian untuk kembali menunjukan eksistensinya serta kualitas dan pelayanan tugas mereka yang bertanggungjawab untuk kepentingan masyarakat umum. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, masalah ketidakpercayaan kembali merasuki kedua bela pihak, baik pihak kepolisian maupun pihak masyarakat. Hal ini berawal dari model pelayanan badan kepolisian terhadap masyarakat. Masalah birokrasi dan struktur badan kepolisian yang cukup ruwet memberikan dampak negatif terhadap hubungan antara badan kepolisian dan masyarakat sehingga tercipta jarak atau kesenjangan yang besar antara kedua belahpihak. Fenomena ini dapat memberikan gambaran sementara bahwa perkembangan kebijakan negara semakin mempersulit badan kepolisian untuk menjadi lembaga negara yang demokratis.
Berbagai kebijakan yang ditetapkan untuk mengatasi masalah penyalahgunaan kekuasaan badan kepolisian , seperti dengan melaporkan tindakan polisi junior kepada polisi senior dianggap tidak cukup efektif untuk meningkatkan kualitas badan kepolisian. Masalah ini kemudian menjadi salah satu faktor pemicu adanya usaha atau strategi yang dilakukan oleh atasan kepolisian melalui pemnafaatn teknologi untuk mengawasi kinerja bawannya. Sistem dan teknologi yang pertama kali diluncukran oleh badan kepolisian untuk meningkatkan kualitas pelayanannya adalah dengan membentuk Unit Tanggap Masalah dan kemudian berganti nama menjadi Unit Cepat Tanggap Pengaduan Publik atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Public Complaints Rapid Response Unit (PCRRU). Sistem PCRRU sendiri memiliki nomor telpon khusus yang bertugas menerima panggilan real-time, juga menerima pesan singkat (SMS), serta siap menerima pengaduan melalui media sosial seperti twitter, facebook, WhatsApp,Blackberry Messengger, dan aplikasi telpon seluler lainnya. Menurut kepala Unit Cepat Tanggap Kepolisian Nigeria, pencetusan inovasi ini membuka peluang bagi masyarakat publik agar dengan cepat dapat terhubung dengan pejabat tinggi kepolisian sehingga mencegah adanya masalah yang ditimbulkan oleh oknum-oknum kepolisian yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, inovasi ini juga dibuat sebagai platform komunikasi dan tujuan keamanan.
Tujuan utama dari pembuatan penelitian ini ialah untuk mengetahui efektivitas pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan badan kepolisian Nigeria kepada warga setempat. Selain itu artikel ini juga akan melihat bagaimana dampa pemanfaatan teknologi terahap upaya peningkatan hubungan baik antara masyarakat dan kepolisian untuk saling bekerjasama menciptakan keamanan di Nigeria. Adapula secara teoritis, artikel ini juga mengkaji hubungan antara kepolisian dan warga Nigeria, akuntabilitas badan kepolisian serta melihat bagaimana peranan teknologi dalam upaya penciptaan dampak yang positif sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh pihak terkait. Dalam penelitian lain juga menjelaskan bahwa inovasi ini dikeluarkan sebagai bentuk upaya badan kepolisian Nigeria untuk meningkatkan keamanan di Nigeria. Bagian pendahuluan dari penelitian ini secara umum menggunakan Input-Output Easton Nexus sebagai sistem analisis dan konstruksi teori dalam menjelaskan sistem kerja dari badan kepolisian Nigeria, hubungan polisi dan warga negara. Penelitian ini difokuskan untuk menilai penggunaan platform teknologi digital yang diwujudkan melalui program PCRRU atau Unit Cepat Tanggap Pengaduan Publik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan perolehan data yang berasal dari hasil wawancara terhadap para pemangku kepentingan yang diambil secara purposif. Adapula beberapa kategori responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggota kepolisian, personil, cendekiwan kepolisian serta organisasi masyarakat sipil yang memiliki catatan pernah berhubungan dan memperoleh pelayanan dari pihak kepolisian serta terlibat dalam penggunaan inovasi tekonologi guna mencapai tujuan pemerintah. Pengambilan sampel responden tersebut didasarkan terhadap adanya hubungan antara pihak-pihak terkait dengan berbagai isu yang menyebabkan adanya hubungan antara pihak kepolisian dan pihak publik.
Empat kategori responden ini memungkinkan adanya perolehan opini yang lebih seimbang yang berasal dari pemikiran yang bersifat akademisi. Selain itu, penelitian ini juga melibatkan adanya pengalam secara langsung dilapangan serta keterlibatan dalam advokasi meningkatkan praktik kepolisian. Sementara itu, personil polisi dapat memberikan prespektif resmi yang berkaitan dengan manajemen kepolisian dan penggunaan tekonologi digital dalam praktik-praktik kepolisian serta memberikan gambaran terkait hubungan kepolisian dan masyarakat publik. Responden yang berkaiatan dengan oraganisasi masyarkat sipil dapat memberikan gambaran terkait pengalaman mereka dalam proses hubungan langsung dengan pihak kepolisian serta pemanfaatan teknologi baru tersebut. Data terakhir yang diperoleh dari ahli teknologi informasi diharpakan dapat memberikan informasi terkait teknis penggunaan teknologi kepolisian tersebut serta dimenesi penggunaannya. Proses wawancara dilakukan dengan beberapa model wawancara yaitu melalui percakapan langsung, wawancara secara online serta melalui telpon.
Secara umum, hasil penenlitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap dampak pemanfaatan tekonologi yang bersifat saling menguntungkan antara pihak kepolisian dan pihak masyarakat publik serta murni untuk memciptakan sistem perpolisian yang demokratis. Akan tetapi pada kenyataanya di Nigeria sendiri adanya warisan kolonial dan sistem pemerintahan yang otoriter menjadi hambatan tersendiri dalam mewujudkan sistem yang demokratis. Berbagai tuduhan dilemparkan kepada pihak kepolisian akan rendahnya akuntabilitas polisis serta adanya hubungan negatif antara badan kepolisian dan warga negara Nigeria. Rendahnya tingkat kepercayaan antara kedua belahpihak baik kepolisian maupun warga sipil memberikan kontribusi tersendiri dalam kinerja badan kepolisian. Tantangan lain juga datang dari internal kepolisian yang berkaitan dengan ruwetnya sistem administrasi, rendahnya tingkat pengawasan, korupsi polisi, berbagai masalah etika, rendahnya pendanaan material, rendahnya kualitas sumberdaya manusia semakin memperburuk hubungan antara kepolisian dengan warga setempat begitupula dengan akuntabilitas kepolisian.
Peluang yang tercipta dari adanya pemanfaatan teknologi seharusnya dapat membantu mengurangi berbagai hambatan birokrasi serta memberikan area yang lebih luas dalam upaya perbaikan citra kepolisian dihadapan publik. Pemnafaatan tekonologi ini dapat memudahkan sistem pemantauan dan pengawasan terhadap kinerja badan kepolisian. Kesenjangan yang ditemui antara piha kepolisian dan warga sipil, akuntablitias kepolisian dapat diperbaiki melalui perlibatan masyarakat sipil terhadap berbagai praktik dunia kepolisian. Tekonologi yang dicetuskan juga dapat dimanfaatkan dengan biaya yang cukup murah sehingga memudahkan partispasi masyarakat sipil. Teknologi ini juga dapat berperan dalam upaya perubahan mindset masyarakat dalam melihat masalah yang terdapat pada lingkungan mereka serta dukungan meraka terhadap peran dan keberdaan pihak kepolisian. Sementara itu, salah satu dampak yang diharapkan dari pengunaan teknologi ini bagi pihak kepolisian juga sebagai upaya untuk melatih pihak kepolisian dalam memberikan kepedulian terhadap orang-orang yang berhak meperolehnya. Selain itu, pihak kepolisian diharpakan dapat memberikan penghormatan terhadap hak dan martabat masyarakat sebagia salah upaya pembangunan sistem kepolisian yang bersifat demokratis.
Secara instruktif, teknologi hanya merupakan sebuah alat yang sementara dapat dijadikan sebagai salah satu jalan untuk mengatasi suatu permaslahan. Sesungguhnya perbaikan sistem yang baik harus didasarkan pada kesadaran pribadi individu maupun pihak kepolisian secara umum untuk menciptkan suatu sistem yang benar-benar demokratis. Organisasi kepolisian juga harus berkomitmen dan bertkad besar untuk menjaga kemanan dan aset properti untuk mengurangi pandangan negatif terhadap badan kepolisian yang mengakibatkan adanya berbagai tekanan buruk pada pihak kepolisian. Selain itu pihak kepolisian juga harus dapat memanfaatkan teknologi dengan baik guna meningkatkan keamanan dilingkungan Nigeria.
Reference:
Odeyemi,T.I., Obiya,A Sat . (2018). Digital policing technologies and democratic policing: Will the internet, social media, and mobile phone enhance police accountability and police-citizen relations in Nigeria?.International Journal of Police Science & Management. XX(X)
Note : Mohon maaf sekiranya terjemahan saya kurang akurat. Terima kasih untuk pengertiannya 🙂