Author Archive

Adakan Seleksi Jalur Mandiri di Kota Kupang : NTT Jadi Salah Satu Daerah Prioritas Penerimaan Mahasiswa Baru UGM Tahun 2024

Jumat, Juni 14th, 2024

Gama Cendana, Organisasi Mahasiswa Daerah (Ormada) Universitas Gadjah Mada asal Nusa Tenggara Timur (NTT) menyelenggarakan sosialisasi yang bertemakan “Strategi Masuk Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada” pada hari sabtu, 16 Maret 2024.

 

Tujuan digelarnya sosialisasi ini untuk mengedukasi pelajar SMA/Sederajat Se-NTT tentang pentingnya melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi, pengenalan UGM serta berbagai jalur masuk, dan pengenalan Gama Cendana.

Acara ini dilaksanakan secara daring dengan partisipan yang berasal dari berbagai sekolah di NTT seperti SMAN 1 Adonara, SMA Kristen Pandhega Jaya,SMA Negeri 3 Waingapu, dll.

Kegiatan ini dibuka dengan sambutan oleh Dr. Sigit Priyanta , S.Si., M. Kom. selaku perwakilan Direktorat Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada. Sigit, dalam sambutannya menyampaikan berbagai informasi seputar Universitas Gadjah Mada mulai dari fasilitas, fakultas dan program studi, hingga jalur masuk yang diikuti oleh para calon mahasiswa. Pada kesempatan ini, Sigit juga menyampaikan bahwa jalur masuk mandiri melalui UTUL (CBT) UGM yang semula hanya berlangsung di beberapa kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta dan Jakarta kini untuk pertama kalinya juga akan dilaksanakan di Kota Kupang.  Selain itu, untuk jalur penelusuran bibit unggul, NTT menjadi salah satu daerah prioritas penerimaan mahasiswa baru tahun 2024.

 

“Pada jalur yang PBU ini, nanti khusus untuk alokasi beberapa daerah dan NTT menjadi

salah satu daerah prioritas untuk masuk melalui jalur ini” tutur Dr. Sigit.

Sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian materi Pentingnya Melanjutkan Studi ke Jenjang Perguruan Tinggi yang disampaikan oleh Dr. Drs. Senawi, M.P selaku Dosen Fakultas Kehutanan UGM sekaligus Pembina Gama Cendana. Sesi ini memberikan motivasi kepada adik-adik di NTT untuk berjuang menggapai impian mereka melalui pendidikan tinggi.

 

“Kuliah itu untuk kedewasaan dan keterampilan hidup, karena itu pendidikan tinggi

adalah kunci sukses meraih madecer (masa depan yang cerah)”,tutur Dr. Senawi

Sumber Gambar : Screenshot materi Power Point Narasumber Webinar

Sesi kedua, diisi dengan materi Strategi Lulus Tes Masuk UGM yang disampaikan oleh 3 narasumber mahasiswa NTT angkatan 2023, diantaranya Yohanes Bulu yang lulus melalui  jalur SNBP, Sandy Abdurachman jalur SNBT, dan Keren Marselin jalur Ujian Tulis (UTUL UGM/CBT UGM 2023). Sesi ini dikemas dalam konsep talkshow yang interaktif antara narasumber dan moderator. Ketiga narasumber membagikan pengalaman mereka mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi dan masuk ke UGM. Tidak lupa ketiga narasumber turut membagikan strategi lolos seleksi masuk UGM.

 

Sementara itu, sesi terakhir sosialisasi diisi dengan perkenalan Organisasi Mahasiswa Daerah NTT di UGM (Ormada Gama Cendana) yang disampaikan oleh Vikarinda Taniu selaku Ketua Divisi Humas Humas Gama Cendana. Vikarinda menyampaikan bahwa Gama Cendana merupakan organisasi mahasiswa NTT yang berusaha membantu para mahasiswa baru asal NTT yang datang ke Yogyakarta khususnya ke UGM tanpa mengenal siapapun atau tanpa sanak keluarga di Yogyakarta.

“Jika kami tau ada yang lolos UGM, kami akan berkoordinasi dengan kalian dan dapat

menjemput kalian di Yogyakarta” tutur Vikarinda.

 

Acara sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi media informasi bagi siswa/i di NTT yang sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi. Gama Cendana juga telah mempublikasikan siaran ulang acara ini dalam akun youtube Gama Cendana sehingga bagi sekolah atau siswa/i yang berhalangan hadir dalam acara tersebut dapat mengakses kembali materi dalam sosialisasi tersebut melalui channel youtube resmi Gama Cendana secara gratis https://www.youtube.com/watch?v=n9lU_JNJD3Y&t=2104s (Gama Cendana)

 

Secuil Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia

Minggu, Desember 12th, 2021

Menulis

Well…. Well…..

Ceritanya, beberapa bulan ini sedang berkecimpung dalam beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, dan baru saja (sesaat sebelum menulis tulisan ini) saya membaca sebuah artikel menarik yang saya peroleh dari situs GatesNotes. Setelah membaca artikel itu, my brain, just be like…..

“oh wow… Iya juga ya? di Indonesia juga sepertinya bisa dilakukan, why not ?”

Singkat cerita, bentuk strategi yang saya baca dalam tulisan itu dan saya kombinasikan dengan pengalaman beberapa bulan ini adalah dengan mengkolaborasikan dan mengotipmalkan segala potensi elemen masyarakat yang bersinggungan langsung dengan dunia pendidikan.

Kolaborasi

Terkait kolaborasi dengan semua elemen, tentu saja yang saya maksudkan adalah para pelajar/mahasiswa, orang tua, pendidik, lembaga-lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan pendidikan dan pemerintah daerah hingga tingkat pusat, dan juga berbagai organisasi mahasiswa (ormawa), komunitas atau NGO yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

Perlibatan Siswa Dalam Mengambil KebijakanPertama,pemerintah khususnya yang berkaitan dengan pengambil kebijakan bidang pendidikan juga pihak sekolah, sesedikit yang saya ketahui belum cukup melibatkan dan mengoptimalkan peran serta pendapat siswa dalam membuat kebijakan di sekolah. Siswa tidak pernah ditanya, apa mau mereka, bagaimana pendapat mereka, apa kesulitan mereka, dan apa yang bisa dibantu oleh pihak sekolah. Fyi, ini merupakan pengalaman pribadi saya sendiri. Saat duduk di bangku sekolah, saat saya mengalami kendala, guru tidak pernah bertanya, apa kesulitan mu, apa yang bisa guru bantu ?

WHY

Umumnya guru hanya akan marah dan mencaci, mengapa saya mungkin tidak sepintar teman-teman yang lain. Padahal, tujuan saya ke sekolah yaa untuk belajar, untuk mengetahui hal yang belum saya ketahui. Bukan untuk dicaci atas ketidaktahuannya.

Seseorang tidak bersalah ketika dia tidak mengetahui sesuatu, tetapi dia bersalah ketika dia tidak berusaha mencari tahu apa yang tidak dia ketahui” begitu kata seseorang pada saya dan yaa…, saya rasa kutipan ini lumayan cocok, dimana saya telah berusaha mencari tahu namun saya tidak mendapatkan sesuatu yang saya cari itu maka saya tidak sepenuhnya bersalah.

So, my point is…. pelajar/mahasiswa belum cukup dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang padahal kebijakan tersebut akan diterapkan pada mereka.

Kedua,

sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ada ratusan bahkan mungkin ribuan dan jutaan komunitas yang berkembang di Indonesia tidak terkecuali dengan komunitas yang bergerak dibidang pendidikan.

KOLABORASI_NSNSelama ini (sesedikit yang saya ketahui), pada umumnya ormawa, komunitas-komunitas atau NGO ini yang biasanya bergerak lebih dulu untuk menggait elemen-elemen masyarakat dan juga pihak-pihak pada bidang pendidikan terutama sekolah dan orang tua untuk bekerjasama dengan komunitas/NGO nya untuk melibatkan anak-anak sekolah pada program keren mereka. Umumnya, bahkan program-program yang dicanangkan oleh ormawa/komunitas/NGO cenderung lebih menarik dan dapat saya katakan lebih realistis untuk dipelajari karena umumnya merupakan bentuk penerapan pelajaran sekolah/kampus ke dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan kondisi ini, saya berpikir bahwa mengapa pada umumnya ormawa/komunitas/NGO ini yang akan memulai terlebih dahulu untuk menggait sekolah dalam melaksanakan berbagai edukasi kreatifnya ?

Mengapa bukan sekolah yang lebih dulu memulainya ?

Saya membayangkan di Indonesia ini, ada sebuah sekolah yang bekerjsama dengan berbagai ormawa/komunitas/NGO untuk memperluas wawasan para siswanya, juga mengasah soft skill para siswa.

Bayangkan saja, saat kelas X mereka diarahkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dasar di sekolah seperti OSIS, PIK REMAJA, MARCHING BAND, BASKET, PRAMUKA, DLL.

Saat mereka masuk ke kelas XI, mereka mengikuti kegiatan extrakulikuler yang melibatkan komunitas yang bergerak di bidang tertentu, sebut saja bidang pendidikan/lingkungan/kesehatan/teknologi, dll yang agendanya langsung berkaitan dengan masyarakat.

Kemudian, kelas XII nanti mereka diikutsertakan dalam agenda wajib yang diselenggarakan oleh sekolah dan berkaitan dengan sosialisasi jurusan pada tingkat universitas. Agenda ini, dapat bekerjasama dengan ORMAWA kampus-kampus di Indonesia. Setiap bulan, bisa saja bergantian dari kampus tertentu. Kegiatan ini tentunya akan sangat membantu para siswa untuk memilih jurusan perkuliahan.

Dan tentu yang tidak kalah penting adalah dengan bertanya pada siswa, apa yang ingin mereka pelajari, apa yang ingin mereka kembangkan, atau metode pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan ? Kita akan membahas metode pembelajaran ini dalam tulisan berikutnya (mungkin juga akan berkaitan dengan gaya belajar siswa/mahasiswa dengan media buku, atau secara visual dengan bantuan video atau auditori yang membutuhkan media audio)

Ketiga,

komitmen orang tua

sekolah juga perlu mengambil komitmen dari para oranng tua khususnya saat memutuskan untuk mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah A, B atau C dan seterusnya maka mereka perlu mendukung anak-anaknya saat menempuh pendidikan khususnya terkait alokasi waktu untuk berbagai kegiatan ekstra di sekolah. Pihak sekolah dan orang tua harus duduk bersama untuk sama-sama berbagi masalah, kendala, dan sama-sama berusaha mencari solusinya serta membuat komitmen untuk melaksanakannya. Karena lagi-lagi perlu diingat bahwa, tanggungjawab mendidik anak bukan semata-mata tanggungjawab sekolah. Bahkan, pada dasarnya, tanggungjawab untuk mendidik anak adalah tanggungjawab orang tua. Sekolah hanya membantu mengajari anak-anak tentu juga dengan batasan-batasan tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh pihak sekolah.

Terkait pemahaman orang tua,  pihak pemerintah daerah (khususnya tingkat kecamatan dan desa) juga perlu dilibatkan untuk mendampingi para orang tua, memberikan sosialisasi yang rutin pada orang tua khususnya pada para orang tua yang tidak memiliki akses informasi bagi pendidikan anak yang baik sehingga mereka dapat memahami tugas dan tanggungjawab yang berkaitan dengan pendidikan anak.

Selain itu, kepala sekolah dan guru-guru juga perlu diberikan berbagai pelatihan dan pendampingan mengenai berbagai perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam hal adaptasi teknologi dan strategi belajar mengajar khususnya bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil dan minim fasilitas informasi.

Untuk program pelatihan bagi guru-guru ini juga saya membayangkan adanya pertukaran guru/pegajar (tidak hanya pertukaran pelajar) dari sekolah-sekolah di daerah terpencil ke sekolah-sekolah di kota atau khususnya ke sekolah-sekolah yang cukup maju. Bahkan mungkin juga tidak perlu untuk ke sekolah-sekolah yang jauh, bahkan ke sekolah-sekolah yang dekat di sekitar namun punya kriteria yang lebih majupun sudah cukup untuk meng-upgrade pengetahuan para guru.

Sayangnya, kondisi di lapangan seringkali lebih sulit dari yang dibayangkan atau ditulis disini.

Terkait pertukaran pengajar/pelajar, masih banyak sekolah yang cukup gengsi untuk belajar dari sekolah lain atau juga sebaliknya masih ada sekolah-sekolah yang enggan membagikan strategi pengembangan sekolahnya (mengingat banyak sekolah yang bersaing satu sama lain). Padahal saya kira, tujuan, goal dari semua sekolah tentunya adalah mencetak generasi-generasi yang cerdas, berwawasan, kompeten, beretika yang baik.

Dengan demikian, saya lagi-lagi membayangkan suatu kemungkinan dimana semua sekolah dapat bekerjasama, berkolaborasi untuk sama-sama menghasilkan lulusan yang berkompeten tersebut. Tidak peduli sekolah mana yang memiliki lebih banyak siswa atau lebih sedikit, yang terpenting adalah semua sekolah menyediakan fasilitas pendidiakan dan strategi belajar mengajar yang berkualitas dengan standar yang sama. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan dan memperluas lingkaran setan kemiskinan. Dimana yang miskin akan semakin miskin karena terbatas dan tidak dapat menjangkau berbagai fasilitas yang dapat meningkatkan kualitas penghidupan mereka salah satunya melalui pendidikan.

Ah ya, So far…. ini hanya ide yang tiba-tiba terlintas dalam kepala.

Aku tidak tau apakah mungkin bisa dilaksanakan atau tidak, apakah realistis atau tidak, aku hanya ingin menulisnya disini agar tidak lupa. Barangkali, suatu saat nanti aku bisa kembali membacanya, atau barangkali ada orang yang membaca ini dan dapat memberikan insight yang lebih masuk akal dan realistis dibandingkan ide-ide gila yang ada dalam tulisna ini.

 

Yogyakarta,

12 Desember 2021

Di Sudut Pogung, sembari ngopi menikmati malam yang dingin dengan gerimis yang romantis

Ah ya sembari menunggu titipan nasi goreng yang tak kunjung tiba hingga kini pukul/ 00.50 WIB

 

Note :

  • semua gambar dan video bersumber dari Canva yang bebas copyrigt

sumber inspirasi tulisan :

https://www.gatesnotes.com/Education/I-love-this-schools-energy

Training of Trainer_Program Organisasi Penggerak Indonesia Mengajar (POP IM)_Kemendikbud_2021

Kamis, Desember 9th, 2021

Sesi Perkenalan

Well, gais….

Jadi tulisan kali ini saya ingin berbagi tentang pengalaman luar biasa selama bekerja menjadi Co-fasilitator dalam Program Organisasi Penggerak Indonesia Mengajar (POP IM)_Kemendikbud Tahun 2021 untuk project LINTAS IM.

Perjalanan ini dimulai sejak masa Training of Trainer (ToT) – masa Pendapingan.

Saat masa ToT yang diberikan pada para fasilitator dan co-fasilitator yang akan dipercayakan untuk menjadi fasilitator dan co-fasilitator pelatihan kepada peserta sasaran yakni Bapak Ibu guru dan Kepala Sekolah di beberapa kabupaten sasaran.

Ah ya, Fyi…. POP IM ini mengerjakan sebuah program yang disebut LINTAS IM (Literasi Numerasi Tingkat Sekolah Indonesia Mengajar) yang lahir atas inisiasi antara Indonesia Mengajar dan Kemendikbud untuk mendorong terciptanya Sekolah Penggerak di Indonesia (sumber IG lintas.im).

Secara umum, Program Lintas IM ini merupakan sebuah program peningkatan kompetensi literasi dan numerasi berbasis komunitas yang menyasar tenaga pendidik, masyarakat dan peserta didik serta memberdayakan peran pemerintah secara bersamaan. Program ini diaplikasikan dalam bentuk pelatihan intensif kepada tenaga pendidik dan pendampingan oleh fasilitator lapangan.

ToT dilaksanakan selama kurang lebih 3 minggu.

Fasilitator yang sebelumnya telah memiliki kemampuan fasilitator dan pengetahuan literasi numerasi juga diikutkan dalam ToT bersama para Co-Fasilitator dan Fasilitator Lapangan.

Ah ya, Fyi Lagi…

Dalam pelaksanaan program,

POP IM ini memiliki beberapa tingkatan jabatan yakni Tim pengelola sebagai pihak yang bertanggungjawab atas segala keperluan program, fasiltator daring sebagai instruktur atau orang diberikan kepercayaan untuk memberikan pelatihan secara online, Fasilitator Lapangan (luring) yang bertugas untuk memberikan pelatihan secara luring serta memberikan pendampingan dan mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan keperluan program secara langsung di lapangan. Jabatan yang terakhir adalah Co-fasilitator baik daring maupun luring adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk mendampingi fasilitator selama pelatihan berlangsung, menyiapkan segala keperluan teknis dan administrasi yang berkaitan dengan pelatihan serta juga sesekali memberikan informasi/pengetahuan tambahan yang barangkali luput disampikan oleh fasilitator.

Well…

Lanjut ke ToT ya gais,

Jadi selama masa ToT ini, baik co-fas maupun fasil, sama-sama memperoleh materi yang sama selama 3 pekan yang diadakan setiap malam (hari kerja) pukul 19.00 WIB – 21.000 WIB

Materi yang diperoleh cukup banyak dan sangat padat. Adapun materi yang diperoleh selama ToT diantaranya :

  • Pengenalan POP IM
  • Miskonsepsi Literasi Numerasi
  • Literasi Membaca Menyenangkan
  • Literasi Numerasi Menyenangkan
  • Pemecahan Masalah di Sekolah
  • Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
  • Teknik Fasilitasi I
  • Teknik Fasilitasi II
  • Merancang dan Persentasi Panduan Fasilitator

Dengan fasilitator ToT diantaranya :

  • Kak Galih Sulistyaningra founder @bekalpendidik
  • Kak Gading Aulia Fasilator Tokopedia
  • Farli Sukanto founder Bantu Guru Belajar Lagi (BGBL)

Pengenalan Fasilitator

Metode pembelajaran yang diterapkan selama ToT juga sangat menarik, diataranya :

Sesi Pertanyaan Pemantik

  • pada awal sesi, peserta diberikan pertanyaan pemantik terlebih dahulu untuk mengetahui persepsi awal peserta ToT sebelum mendapatkan materi dari fasilitator
  • sesi II yakni penyampaian materi oleh fasilitator
  • sesi III adalah sesi tanya jawab
  • sesi IV adalah sesi diskusi kelompok yang mana sebelumnya peserta telah dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diberikan tugas juga untuk menyiapkan ice breaking untuk setiap sesi pelatihan. Fyi, tugas membuat ice breaking ini juga dilakukan untuk membiasakan peserta dalam membuka sesi pelatihan serta membuat sesi pelatihan menjadi lebih hidup khususnya saat pelatihan nanti bersama peserta dari kelompok sasaran (guru dan kepala sekolah). Sesi diskusi kelompok ini, biasanya fasilator akan menyiapkan tugas yang secara tidak langsung merupakan studi kasus nyata untuk mengaplikasikan materi yang telah diperoleh sebelumnya
  • sesi V adalah sesi presentasi dan diskusi kelompok besar
  • sesi VI adalah sesi refleksi yang mana peserta difasilitasi untuk memaparkan atau merefleksikan kembali apa yang telah diperoleh dari pelatihan dan diskusi.

Pada masa akhir ToT, co-fas dan fasil diberikan kesempatan untuk bertanya, melakukan klarifikasi atau mengkonfirmasi segala informasi yang dibutuhkan untuk pelatihan. Peserta juga diberikan gambaran terkait standar-standar, modul, sylabus, dan berbagai hal adminstrasi dan teknis yang akan digunakan dan yang perlu diperhatikan atau diterapkan selama pelatihan berlangsung.

Well gaisss….untuk sesi ToT sepertinya itu dulu yang bisa aaku bagikan sekilas.

Selanjutnya terkait pelatihan dan pendampingan akan aku bagikan dalam next tulisan yaa gais….

Stay tune di blog ini yaaa ^_^

#indonesiamengajar #popim #lintasim #kemendikbud #literasinumerasi

 

 

 

Review Jurnal “Recent nationwide climate change impact assessments of natural hazards in Japan and East Asia”

Jumat, September 10th, 2021

Disclaimer, ulasan jurnal ini akan coba dijadikan sebagai referensi untuk memberikan saran terhadap model mitigasi bencana di Indonesia

               Siklon Tropis (sumber : BMKG)

Perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan berdampak besar pada fenomena seperti siklon tropis (TC), tingginya curah hujan, banjir bandang dan badai musiman. Banyak bencana alam di Asia Timur didorong oleh fenomenan angin topan dan bahaya terkaitnya skala lokal. Dengan demikian, sangat penting untuk mensimulasikan aktivitas TC (dan fenomena lainnya) secara numerik pada skala lokal untuk menilai dengan tepat dampak perubahan iklim terhadap bahaya bencana alam di wilayah tersebut. Selain itu, memproyeksikan perubahan masa depan dari banyaknya kejadian TC dan/atau potensi dampak ekonominya dapat menjadi tantangan karena tingkat kejadiannya yang rendah satu area tertentu. Dengan pandangan ini, program penelitian kolaboratif ini dibentuk di Jepang untuk memproyeksikan perubahan jangka panjang terhadap ancama bencana alam di Jepang dan Asia Timur berdasarkan eksperimen numerik skala lokal dan ansambel besar. Makalah ini mengulas penilaian dampak perubahan iklim baru-baru ini (ditulis dalam bahasa Inggris dan Jepang) dan merangkum proyeksi perubahan curah hujan di masa depan, banjir bandang, dan bahaya bencana di pesisir, serta dampak ekonomi akibat terjadinya bencana tersebut.

sumber gambar : tempo.co

Latar belakang penelitian didasarkan pada pandangan bahwa perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan berdampak besar pada fenomena seperti Siklon Tropis (TC), Monsun, Hujan dan Badai Musiman. Contohnya, menurut Intergovernmental Panel on Climate Change  (IPCC)  rata-rata tingkat TC global  dan intensitas curah hujan diproyeksikan meningkat pada akhir abad ke-21 dengan tingkat kepercayaan sedang (SROCC; IPCC, 2019). Selain itu, menurut Working Group II (WGII) of the Fifth Assessment Report (IPCC-AR5) dari laporan penilaian kelima (IPCC-AR5) menyimpulkan bahwa perubahan iklim akan memperburuk kerentanan di skala regional hingga proses fisik yang ekstrem dan implusif terkait bahaya bencana alam (IPCC 2013,2014), seperti hujan lebat (mis.,Fischer & Knutti,2016; Pfahl dkk., 2017 ; Aalbers et al.,2018) banjir bandang (Hirabayashi et al., 2013; Arnell dan Gosling, 2016) dan badai topan di laut (Lowe dan Gregory, 2005; Lin et al., 2012).

Perubahan iklim akibat pemanasan global diperkirakan akan sangat mempengaruhi intensitas badai seperti sinklon tropis dan peristiwa hujan lebat lainnya. Penelitian dilakukan dengan berbagai pemodelan yang umumya menggunakan data iklim selama 100 tahun yang dimulai dari tahun 1910 – 2010. Di seluruh dunia, program nasional (dan internasional) telah dibentuk dan ditugaskan untuk mengoordinasikan dan mengevaluasi perubahan iklim, proyeksi, penilaian dampak, dan strategi adaptasi. Contohnya di Amerika Serikat, Uni Eropa khususnya di Inggris Raya yang telah membentuk berbagai badan khusus untuk membuat riset, memproyeksikan fenomena perubahan iklim serta dampak dan strategi adaptasinya pada kehidupan manusia. Hasil proyeksi tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu landasan pembuatan kebijakan pembangunan khususnya untuk melakukan mitigasi terhadap bahaya banjir, erosi pantai dan ketersediaan sumberdaya air.

Beralih ke Asia-Pasifik, Australia telah menghasilkan laporan nasional pada tahun 2015 berjudul, “Perubahan Iklim di Australia”(CCIA), dipimpin oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) dan Biro Metrologi Australia (BoM) (CSIRO dan Biro Meteorologi, 2015; 2020). Sebagian besar  laporan berfokus pada penilaian dampak dan risiko; secara khusus, ini bertujuan untuk memperkirakan risiko dari variabilitas iklim, terutama yang berasal dari peristiwa ekstrem—seperti dari gelombang panas, embun beku, banjir, angin topan, gelombang badai, tornado, dan hujan es. CCIA telah mengidentifikasi pada skala ruang dan waktu yang relevan untuk penilaian dampak (dari skala musiman hingga per jam) dan karakteristik penting (intensitas, frekuensi dan/atau durasi) dari peristiwa cuaca untuk risiko terkait.

Di Asia, Taiwan telah melakukan proyeksinya sendiri yang dibawai oleh badan yang disebut Climate Change Projection and Information Platform Project  (TCCIP) sejak 2010 (Hsu et al., 2011). Keberadaan TCCIP bertujuan untuk membangun upaya penelitian dan proyeksi perubahan iklim, mengkonsolidasikan informasi, dan menyediakan akses data dan alat untuk users.  Ada tiga tim dalam proyek TCCIP (dari proyeksi ke adaptasi) dan Tim ke-3 berurusan dengan curah hujan musiman dan kekeringan, juga terkait sinklon tropis, banjir sungai, angin topan dan gelombang badai. Contoh program nasional ini menunjukkan bahwa integrasi yang lebih dalam dari proyeksi dan dampak perubahan iklim penilaian telah terjadi selama beberapa dekade terakhir. Secara umum, strategi program-program ini adalah bagaimana mengintegrasikan dari proyeksi global ke penilaian dampak regional menggunakan metode ensemble dan downscaling. Daerah yang berbeda, memiliki iklim yang berbeda (misalnya, kekeringan, kebakaran, banjir, dan risiko angin), geologis (misalnya, kerentanan pesisir dan pedalaman), dan karakteristik sosial (misalnya, pembagian risiko dan preferensi operasional); oleh karena itu, metodologi yang berbeda diperlukan untuk penilaian dampak dan strategi adaptasi.

Berkaitan dengan perbedaan karakteristik wilayah dan potensi terjadinya bencana, saya kira Indonesia perlu mempelajari pemodelan ini untuk segera menyiapkan mitigasi bencana bagi daerahnya masing-masing, mengingat keragaman kondisi fisik dan sosial di Indonesia yang sangat besar, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan program mitigasi ini.

To continue……

 

Sumber :

Nobuhito Mori, Tetsuya Takemi, Yasuto Tachikawa, Hirokazu Tatano, Tomoya Shimura, Tomohiro Tanaka, Toshimi Fujimi, Yukari Osakada, Adrean Webb, Eiichi Nakakita. (2021). Recent nationwide climate change impact assessments of natural hazards in Japan and East Asia. Journal Weather and Climate Extremes 32 (2021) 100309

 

PENTINGNYA EDUKASI MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN ANAK & ORANG TUA

Senin, September 6th, 2021

Kunjungan ke Kediaman Bapak Vicky Djalong

Senin, 23 Agustus 2021, Saya dan teman-teman Gama Cendana berkesempatan untuk berkunjung ke kediaman Bapak Vicky Djalong atau lebih umum dikenal dan disapa oleh teman-teman dengan nama Ka Vicky. Beliau adalah salah satu Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada. Selain itu, beliau juga merupakan salah satu dosen yang berasal Manggarai, Nusa Tenggara Timur (tentu ini adalah alasan mengapa kami berkunjung ke kediaman beliau). Sekilas itu yang saya ketahui tentang beliau. Selain itu, saya juga pernah mendengar keberadaan akun youtube beliau yang cukup terkenal pada beberapa kalangan. Akun youtube tersebut adalah Indonesia Menggugat. Fyi, dalam tulisan ini saya akan menyebut beliau dengan sapaan “Kak Vicky” tentu beliau tidak akan keberatan karena sapaan itulah yang kami gunakan ketika berdiskusi dan berbagi cerita pada kunjungan di kediaman beliau.

Well….

Singkat cerita, ada banyak hal yang kami bicarakan saat kunjungan malam itu, mulai dari masalah covid_19, entah konspirasi atau perbuatan elit global untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri, tentang negara seputar bansos, juga berbagai kebijakan khususnya terkait kebijakan pembangunan di Labuan Bajo,Nusa Tenggara Timur (NTT) serta dampaknya pada masyarakat sekitar, masalah perkuliahan, mental anak muda khususnya mahasiswa, mental dan kebiasaan orang NTT, hingga pada drama korea dan judgement terhadap laki-laki yang menangis dan berbagai topik menarik lainnya.

Dari berbagai topik yang dibicarakan,ada satu topik yang menurut saya sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut yakni topik pembahasan yang berkaitan dengan kebiasaan mendidik anak. Menurut Kak Vicky, kebiasaan kita yang sering mengabaikan didikan anak dalam hal-hal kecil yang berkaitan dengan mental  dapat memberikan dampak yang cukup besar bagi anak-anak di masa depan. Contoh kecilnya,  saat ada tamu orang tua yang datang, anak-anak selalu “diusir” ke belakang dan dilarang bermain atau ikut duduk mengobrol bersama tamu orang tua (contoh diberikan pada diri beliau sendiri yang tetap membiarkan anak-anaknya bermain dan ikut bergabung bersama kami di ruang tamu). Selain karena dianggap sangat menganggu pembicaraan orang tua, anak-anak dianggap tidak “pantas” ikut bergabung dalam pembicaraan orang tua.

Selain itu, anak-anak yang selalu disalahkan saat memberikan pendapat pada orang tua atau menentang pendapat orang tua yang salah. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan kecil yang secara tidak langsung dapat memupuk rasa minder dalam diri anak-anak dan dapat terbawa hingga usia dewasa. Dampaknya, saat anak-anak berada dalam kalangan masyarakat umum dan mendapati sesuatu yang salah, anak-anak tidak memiliki keberanian untuk menegur atau menentang kesalahan tersebut.  Atau contoh kecilnya di sekolah atau bahkan di perguruan tinggi, anak-anak seringkali menjadi pemalu, minder dan tidak berani memberikan pendapat atau tampil dengan percaya diri dalam melakukan sesuatu hal karena takut disalahkan. Selain itu, tidak jarang anak-anak juga sangat dibatasi tanpa diberikan alasan mengapa hal ini dan itu tidka boleh dilakukan atau boleh dilakukan. Just, DO and DON’T. Hal ini membuat mereka hanya mengikuti sebuah aturan tanpa tau alasannya bahkan jika aturan tersebut merugikan mereka.

Anak-anak juga tidak diajarkan sedini mungkin untuk memilih hak dan kewajibannya. Anak-anak tidak diajarkan dengan benar untuk mengenal batasan wajar dan tidak wajar dalam belajar dan mengeksplor hal-hal baru.  Contoh kecilnya juga dicanangkan oleh Kimisi Penyiaran Wakanda seperti membuat pembatasan tidak wajar atau bahkan tidak masuk akal pada film anak-anak, atau acara anak-anak seperti spongebob. Dalam serial animasi sp**geb** yang ditayangkan pada media televisi, berbagai bagain karakter film tersebut disensor, seperti celana sp*ngeb**, dada s*ndy, dll yang kemudian justru terlihat aneh dan membuat anak-anak semakin penasaran dan mencari tahu sendiri bagian-bagian tubuh yang disensor dalam serial animasi tersebut. Alhasil, tidak jarang informasi yang mereka temukan sendiri adalah informasi yang salah. Pada saat yang sama, orang tua juga sangat jarang mendampingi anak-anak menonton televisi atau bahkan dalam belajar,  dan kalaupun menemani, orang tua juga jarang memberikan penjelasan terkait berbagai tayangan yang ada atau permasalahan yang ditemui anak-anak dalam belajar. Hal ini kemudian membuat anak-anak semakin penasaran dan mencari tahu sendiri berbagai hal baru tanpa bimbingan orang tua bahkan secara sembunyi-sembunyi yang justru mengarahkan mereka pada potensi misunderstanding atau misinformation.

Berbicara terkait berbagai tayangan televisi yang disensor, tidak jarang orang tua yang juga gagal dalam memberikan edukasi dan pendampingan pada anak-anak terkait kondisi tubuh, bagian-bagian tubuh dan batasan-batasan yang perlu dijaga sebagai privasi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya kasus pelecehan atau bahkan kekerasan seksual pada anak-anak yang umumnya tidak disadari oleh korban sebagai pelecehan atau kekerasan. Anak-anak khususnya remaja, tidak sadar atau bahkan tidak tahu batasan-batasan yang harus dijaga sebagai privasi bahkan terhadap orang tua, atau orang terdekat sekalipun.

Selain itu, anak-anak bahkan tidak diajarkan bagian hak dan kewajibannya pun juga hak dan kewajiban orang tua. Salah satu dampaknya bisa kita lihat sehari-hari pada mahasiswa yang justru menganggap pendidikannya bukan sebagai hak melainkan hanya sebatas kewajiban. Contohnya, (disclaimer, ini hanya contoh untuk beberapa kasus tertentu yang memang bukan kesalahan siswa/mahasiswa), saat dosen atau guru tidak masuk, siswa/mahasiswa jarang yang “meminta” guru/dosen tersebut untuk mengganti kewajibannya memberikan pelajaran pada hari tersebut. Saat siswa/mahasiswa mendapatkan nilai yang tidak wajar dari guru/dosen, siswa/mahasiswa tidak pernah meminta kepada guru/dosen untuk memberikan solusi yang bijak atas nilai yang tidak memuaskan tersebut. Padahal, dalam beberapa kondisi, bisa jadi perolehan nilai buruk tersebut bukan karena kesalahan siswa/mahasiswa melainkan karena kesalahan guru/dosen yang tidak dapat mengajar dengan baik sehingga siswa/mahasiswa tersebut gagal paham dan memperoleh nilai yang buruk.

Pada saat yang sama, pada dasarnya anak-anak berangkat ke sekolah untuk belajar. Jika anak-anak justru gagal dalam belajar dan tidak dapat memahami pelajaran yang diberikan,maka yang perlu dievaluasi bukan hanya siswa/mahasiswa, tetapi juga pengajar dan bahan ajar yang digunakan. Hal yang jarang dilakukan adalah evaluasi pengajar dari sudut pandang orang yang diajar. Umumnya adalah evaluasi sesama pengajar atau atasan dan bawahan yang belum tentu sesuai dengan sudut pandang orang yang diajar.

Pendapat saya pribadi, saking tidak pahamnya tentang hak dan kewajiban, perolehan pendidikan di Indonesia bahkan perlu ditegaskan dalam aturan pemerintah dengan penekanan “wajib belajar sekian tahun” yang secara tidak langsung membuat anak-anak harus bersekolah. Menurut saya pribadi, belajar atau memperoleh pendidikan/pengetahuan seharusnya  sebuah hak. Setiap anak harus sadar bahwa mereka berhak memperoleh pendidikan yang benar dan berkualitas. Kesadaran ini harus datang dari dalam diri mereka sendiri melalui bantuan edukasi oleh orang tua tentang hak dan kewajiban. Sehingga, dengan demikian, tanpa dipaksa ke sekolah atau tanpa dipaksa belajar sekalipun anak-anak akan sadar tentang pentingnya pendidikan.

Berbicara tentang hak dan kewajiban, kita tentu sering mendengar kalimat “anak adalah investasi hari tua, anak-anak wajib membalas budi pada orang tua, dalam beberapa kasus anak A yang berpangkat sebagai Kakak wajib membiayai adik-adiknya sebagai pengganti orang tua, dll”. Saya adalah salah satu orang yang sangat menentang pendapat-pendapat tersebut dengan alasan, (Disclaimer ini adalah pendapat pribadi dan telah berada diluar konteks diskusi bersama Ka Vicky dan teman-teman di atas pada paragraf sebelumnya)

  1. Seorang anak tidak pernah merengek pada orang tuanya untuk dilahirkan bahkan mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk memilih orang tua yang ideal sehingga jika ada orang tua yang sering menyalahkan anaknya karena tidak bisa berbalas budi, atau tidak bisa menjadi sesuai ekspektasi orang tuanya adalah bentuk kegagalan orang tua yang sangat tidak bisa ditoleransi. Karena justru umumnya, orang tua lah yang selalu berharap bahkan berdo’a dan berjuang dengan berbagai “cara” untuk memperoleh keturunan. Lalu dikemudian hari, anak-anak dituntut untuk bekerja, membiayai orang tuanya, mengurus orang tuanya, dll. Tentu ini adalah sebuah perbuatan yang mulia dan tidak salah sama sekali. Namun percayalah wahai para orang tua, jika anda dapat mendidik anak anda dengan baik, tanpa diminta pun anak anda akan membalas budi pada anda. Jika anda telah berusaha mendidiknya dengan baik namun dia tidak dapat memenuhi ekspektasi anda, jangan membandingkannya dengan anak-anak orang lain yang lebih baik dari anak anda. Karena jika bisa memilih, anak-anak ini juga pasti memilih orang tua yang lebih baik dari anda sebagaimana keinginan mereka. Anda tentu tidak ingin merasakan pahitnya dibandingkan dengan orang tua yang lain yang lebih “baik” dari andan.
  2. Berharap bahwa anak adalah investasi masa depan untuk mengurus anda adalah sebuah persepsi yang bias. Bahkan jika demikian sekalipun, anda tentu tau prinsip-prinsip investasi. Bahkan jika anda menanam sebuah pohon dengan harapan akan memperoleh hasil panen yang sangat memuaskan, anda memerlukan perlakuan ekstra pada tanaman tersebut, seperti memberikan pupuk yang terbaik, merawatnya dengan perlakuan terbaik, menjaganya dari berbagai gangguan hama atau ancaman bahaya lingkungan lainnya. Itu adalah sebuah pohon. Apalagi untuk seorang anak yang anda harapkan akan menjadi investasi anda dihari tua. Ini adalah persepsi yang perlu ditelaah dengan sangat hati-hati. Bahkan dalam beberapa kasus, banyak orang tua sering menyalahkan anak-anak atas masalah yang dihadapi orang tua. Khususnya dengan kalimat “lihatlah karena kebutuhan mu ayah/ibu bahkan tidak dapat membeli pakaian yang bagus, makan yang cukup, istirahat yang cukup, dll maka kamu sebagai anak harus bersyukur dan membalas budi…..sakjskljlkaljldhhgskajlkassal….lalallalalalalanya………Menurut saya pernyataan itu adalah pernyataan yang sangat kejam dan tidak bertanggungjawab bahkan sangat menunjukan kegagalan orang tua. Toh yang mau punya anak juga orang tua. Mengapa anda justru menyalahkan anak-anak atas hak yang seharusnya mereka peroleh. Jika menurut anda mereka menuntut berlebihan maka anda perlu mengoreksi pribadi anda sebagai orang tua yang mungkin telah memberikan didikan yang salah terkait hak dan kewajiban, terkait keinginan dan kebutuhan, terkait kemandirian dan ketergantungan.
  1. Maka untuk seorang anak yang anda harapkan akan merawat anda dimasa depan, perlu anda persiapkan dengan baik. Memberikan pendidikan dan pengasuhan yang terbaik entah bagaimanapun kondisi anak anda.
  2. Sebelum memiliki anak, pastikan bahwa anda dapat memenuhi kebutuhan anak anda baik itu kebutuhan materi maupun non materi. Jika anda tidak dapat memenuhi semuanya, jangan berharap dan berekspektasi bahwa anak anda akan menjadi seperti presiden negara A,B,C,D,R,F…………………. dan seterusnya. Akan menjadi anak manis, lucu, pintar, dan lalalallaanya seperti anak si Z, si X, dan lalallalanya.
  3. Bahkan jika anda sadar belum mempersiapkan kebutuhan anak anda setidaknya untuk menjamin bahwa dia akan tetap hidup dengan baik bahkan jika anda tidak hadir bersamanya (anda tidak pernah tau kapan ajal akan menjemput) maka tunda keinginan untuk memiliki anak. Ada sekian juta anak yang menderita karena orang tua yang sangat tidak bertanggungjawab terhadap anaknya. Bahkan jika itu diluar kendali anda sendiri seperti kematian.
  4. Sebelum memiliki anak kedua, ketiga dan empat, lima, sepuluh, seratus, …. Diskusikan lah dengan anak pertama atau setidaknya yang akan menjadi kakak untuk si anak yang akan lahir kemudian. Percayalah bahwa tuntutan dan tanggungjawab menjadi Kakak adalah sebuah hal yang sangat berat khususnya setelah orang tua meninggal atau jika orang tua meninggal dimasa anak-anak belum memasuki usia dewasa dan dapat bekerja secara mandiri.
  5. Orang tua yang memiliki banyak anak dan tidak mempersiapkan berbagai kebutuhan anaknya (khususnya kebutuhan pokok seperti tempat tinggal yang layak, makanan yang cukup, pakaian yang baik dan pendidikan yang berkualitas) minimal sebelum mereka memasuki usia 18 tahun dan tiba-tiba meninggal adalah orang tua yang kurang bertanggungjawab. Mindset bahwa setiap anak memiliki rejekinya masing-masing telah salah dipersepsikan. Karena terlepas dari setiap manusia memiliki rejekinya masing-masing, rejeki tersebut tetap harus dicari dengan peluh keringat bahkan berdarah-darah. Sehingga jika anda tiba-tiba meninggal dan meninggalkan anak-anak anda yang masih berusia < 17 tahun dan harus bekerja keras sendiri untuk menghidupi dirinya adalah sebuah bentuk kegagalan atau bentuk nyata tanggungjawab yang tidak dipenuhi dengan baik.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa tentu pendapat saya khususnya pada 7 poin terakhir mengenai orang tua tidak bermaksud menyalahkan orang tua hebat diluar sana, melainkan pesan kepada anak-anak muda khususnya saya sendiri sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama dimasa depan. Karena kesalahan orang tua seperti yang saya jabarkan diatas semata-mata adalah kekurangan dan tanggungjawab kita semua untuk mengedukasi diri kita sendiri juga orang-orang terdekat kita mengenai hak, kewajiban dan tanggungjawab setiap individu yang berniat memiliki anak. Kesalahan karena tidak tahu masih dapat dimaafkan, namun kesalahan karena melakukan kesalahan yang sama berulang kali (enggan belajar dari pengalaman orang lain di depan mata), kesalahan karena tidak ingin mencari tahu, kesalahan karena sengaja berbuat salah atau membuat percobaan terhadap dirinya sendiri dan berdampak pada orang lain dalam hal ini pada anak-anak adalah sebuah perbuatan menyimpang yang tidak dapat ditoleransi khususnya untuk saya pribadi. Sekian

Note : Tulisan ini tidak diizinkan untuk disebarluaskan kemanapun tanpa izin penulis. Thanks ^_^