Author Archive

Bintang, Maafkan Aku ^^

Rabu, September 4th, 2019

Bintang, Maafkan Aku

                   Kelas Bersama Bintang

Well,

Jadi hari ini aku mau berbagi sedikit cerita tentang pengalaman ku mengajar di sebuah Sekolah Dasar.
(sebagai informasi, ceritanya ku lagi jadi volunteer di sebuah NGO di Yogyakarta).

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh NGO ini adalah memberikan edukasi kepada anak-anak terkait krisis lingkungan yang tengah terjadi di seluruh dunia, dan memberikan dampak kepada berbagai aspek kehidupan salah satunya adalah terkait krisis air bersih.
Tapi dalam tulisan ini we nga mau membahas banyak hal terkait NGO ini, berbagai programnya, atau lallalalanya.

Aku hanya akan  fokus berbagi cerita terkait sebuah kejadian yang menarik perhatian ku saat mengajar di sekolah itu.

Singkat cerita, setelah pemberian materi berlangsung, ada sebuah sesi dimana anak-anak akan diajak untuk bermain, atau sekedar melakukan suatu hal untuk menghilangkan rasa penat setelah mempelajari materi yang sulit dan cukup berat ( I think untuk anak-anak kelas 4 SD).

Anyway, permainan ini mengharuskan seluruh anak-anak di kelas untuk berdiri.
(informasi tambahan dalam kelas itu, ada seorang anak difabel yang tidak dapat berdiri atau berjalan tanpa bantuan kursi roda, dalam tulisan ini aku memberinya sebuah nama samaran “BINTANG”)

Dan sialnya, saat itu, kami lupa dan mungkin bisa dibilang kurang peka dengan kondisi Bintang yang menggunakan kursi roda (aku harap kelak dia memaafkan kami, agar ampunan Allah bisa kami terima dengan lancar atas apa yang kami lakukan kepada Bintang hari itu).
Sehingga seluruh anak dihimbau untuk berdiri (oleh teman ku yang memimpin permainan itu).

Saat itu, aku berada tepat disebelah Bintang, dan aku merasa hal ini, permainan ini, dan instruksi ini pasti akan menyakiti hatinya.
Demi Tuhan, aku benar-benar merasakan hal itu.
Tetapi aku pikir, rasanya tidak mungkin untuk menghentikan permainan ini yang mulai memasuki tahap seru (tentu jika tiba-tiba dihentikan, kelas akan kacau oleh protes anak-anak lain yang sedang asyik bermain).
Aku hanya terdiam, sembari memperhatikan adik kecil di samping ku (sembari terus berpikir apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburnya, juga sembari memohon ampun, Tuhan maafkan kami yang telah melukai perasaanya).
Tiba-tiba, 2 orang anak paling “nakal” di kelas menghampiri Bintang.
(note, 2 orang anak laki-laki yang menghampiri Bintang adalah anak yang paling nakal di kelas, sering membuat onar, dan lain sebagainya)
Satu diantaranya kemudian ngomong
“Bintang,,, kamu jangan sedih ya…
Aku juga nga ikutan main.
Dan salah satunya lagi mengikuti “aku juga”.
Besok-besok kamu bilang kepada Ibu mu, agar kamu dibelikan tongkat penyangga yang bisa kamu gunakan untuk berdiri yaa (mereka berdialog menggunakan bahasa Jawa).
Sontak aku melirik teman ku yang memimpin permainan, dan aku rasa dia benar-benar menangkap maksud ku,
saat menatapnya dengan tatapan tajam,
dan pada saat yang sama iya juga melihat dua orang anak lelaki itu berada di samping Bintang dan tidak ikut bermain.
Kemudian (aku rasa dia paham maksud ku), kemudian permainan dihentikan.
Demi Tuhan….
Melihat ekspresi Bintang (hampir di penghujung akan meneteskan air mata), rasanya aku ingin menampar diri ku sendiri.
Rasanya ingin aku bersimpuh di depan Bintang dan menyampaikan permohonan maaf atas apa yang telah kami lakukan.
Tapi aku rasa percuma, permainan telah selesai.
Dan kami semua, sukses menyakiti perasaannya (kecuali 2 orang anak lelaki itu).
Dan rasanya, aku cukup paham dengan perasaan itu, sehingga aku memilih untuk tidak menghampirinya lebih dekat, sekedar mengucapkan sepatah dua kata omong kososng yang mungkin akan membuatnya benar-benar meneteskan air mata.
(pengalaman ku, dalam kondisi seperti itu, kalimat pujian, kalimat bijak dan lalalanya semisal, sabar ya, semangat ya, seakan menjadi gunting pemutus kabel yang meledakan bom waktu).
Setelah kejadian ini, aku merasa ada sebuah pelajaran berharga yang ku dapatkan hari itu,

Pelajaran untuk lebih peka pada kondisi orang lain di sekeliling ku.

Dan juga pelajaran penting yang lain, adalah tentang anak-anak nakal yang ternyata lebih peka, dan memiliki nurani yang suci, benar-benar memiliki jiwa dan hati yang mulia.
Melihat apa yang mereka lakukan, aku merasa sangat malu.
Untuk kesekian kalinya, aku menemukan sosok anak nakal, yang dibalik kenakalannya itu, sesungguhnya mereka memiliki hati nurani yang lebih mulia dari sekian orang yang mengaku sebagai orang baik.
Hanya saja, terkadang, kondisi lingkungan membentuk mereka menjadi pribadi yang lain.

Tuhan… maafkan aku.
Dan terima kasih atas pelajaran berharga yang ku peroleh hari itu.

Untuk mu Bintang :
Maafkan aku. Maafkan kami.
Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada mu, agar engkau senantiasa dikuatkan dalam menghadapi manusia-manusia kejam seperti ku.

Yogyakarta, 2 September 2019

Milenial Panutan Nusa Tenggara Timur

Senin, Mei 13th, 2019

Mileneial Panuatan NTT

              Pasukan Pawai Budaya NTT

Well…

Karena hari ini aing lagi mumet buat ngerjain berbagai tugas, aing pikir ada baiknya juga kalau sesekali curhat di medsos, wkwkwk

Kali ini ngak sekedar curhat sih, tapi pengen sekaligus memberikan apresiasi kepada beberapa orang temen yang ku pikir adalah generasi milenial yang patut dijadikan teladan. Ada banyak kisah dan perjalanan panjang tentang organisasi ini dan orang-orang yang terlibat didalamnya, tapi kali ini aing pengen sekedar berbagi tentang sebuah moment hebat yang kami lalui beberapa hari yang lalu.

Sekedar informasi bahwa cerita ini berkaitan dengan Organisasi Mahasiswa Daerah Nusa Tenggara Timur (Ormada NTT) di UGM, sebut saja Gama Cendana (GC). Kepo soal GC bisa banget stalk blog aing (hahaha, promosi).

Well, bacot ini aing mulai dari perjalanan dan ambisi kami (khususnya aing) untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah event tahunan di UGM, yakni Festival Budaya Indonesia. Event kebudayaan ini adalah salah satu event kebudayaan yang terbesar di UGM. Dalam event ini biasanya seluruh perwakilan daerah/propinsi di Indonesia akan ikut berpartisipasi dan memperkenalkan budayanya masing-masing. Banyak unsur budaya yang biasanya ditampilkan dalam event ini dan dikemas dalam beberapa bagian, yakni stand ormada, stand kuliner , pawai budaya dan fashion show. Bagian fashion show biasanya diisi dengan berbagai penampilan putra/I daerah yang mengenakan berbagai pernak pernik dan busana khas daerah masing-masing. Bagian stand kuliner biasanya diisi dengan aneka makanan khas daerah masing-masing. Pawai budaya biasanya diisi dengan gaya berjalan keliling bulaksumur sembari memperkenalkan daerahnya masing-masing melalui tarian, lagu daerah, alat musik, pakain adat dan lain sebagainya (kemaren GC menampilkan tarian caci khas Manggarai)

Sementara itu, bagian stand ormada diisi dengan berbagai pernak pernik khas daerah masing-masing.  Dan……….. dari sinilah semua berawal.

Event ini adalah salah satu event yang biasanya dimanfaatkan oleh GC untuk menunjukan eksistensi NTT sekaligus memperkenalkan budaya NTT di Yogyakarta khususnya di UGM.

Dan jeng…jeng…. Disinilah “bencana” melanda, wkwkwk

Well, as you know that jarak NTT ke Jogja tuu seberapa jauhnya, aing bilang sih jauhhh bet. Oleh karena itu, untuk memperoleh berbagai pernak/pernik khas NTT dapat dikatakan sangaaattttt sulit. Selain itu, NTT sendiri adalah salah satu propinsi yang sangaattttt kaya akan kebudayaan. Ada ratusan jenis/motif pakaian adat di NTT, ada ratusan jenis makanan khas, ratusan jenis bahasa, ratusan jenis alat musik dan lainnnnnn sebagainya. Banyak sekali. Saking banyaknya, kami selalu bingung saat diminta menampilkan budaya NTT, bingung entah pakaian adat mana, alat musik mana, tarian mana, lagu apa, makanan khas apa, dan lalalallanya apa yang harus kami tampilkan. Untuk mendapatkannya pun sangat sulit. Sebut saja, pakaian adat yang biasanya kami tampilkan dalam acara fashion show, umumnya merupakan perpaduan antara berbagai kain tenun dari berbagai daerah di NTT (sangat sulit memperoleh satu pasang pakaian adat yang lengkap). Plisss jangan tanya mengapa, karena jalan untuk mendapatkan kain-kain tersebut tak semuda ekspektasi.

Kain-kain tenun, umumnya kami peroleh dari berbagai perca kain tenun milik mhasiswa/I NTT yang ada di Yogyakarta khususnya di UGM. Event kemarin, sebagian kain tenun yang kami gunakan, diperoleh dari hasil meminjam kain tenun milik salah satu mahasiswa Institut Seni  Indonesia (ISI) Yogyakarta. Jangan tanya bagaimana caranya kami mengenal anak ISI tersebut. Kamu akan tertawa dan guling-guling. Mahasiswa ISI itu kami kenal melalui jalan bertanya kepada berbagai teman yang memiliki kenalan mahasiswa ISI, dari teman yang satu, kami memperoleh kontak salah satu teman yang lain, kemudian dari sana kami peroleh salah satu kontak anak ISI, yang kemudian darinya kami peroleh lagi kontak anak ISI yang memiliki beberapa perlengkapan pakaian adat NTT (lu tau ajah gimana senasinya sok SK SD sama orang yang barusan lu kenal, modus biar bisa dibantu, ngakak seriusan).

Ah yaa.. berkenalan dengan mahasiswa ini adalah secerca keajaiban. Mahasiswa ISI ini kebetulan adalah salah satu anggota Nusa Tuak (silahkan cari info Nusa Tuak sendiri ya), wkwkwk sehingga, selain memiliki beberapa kain tenun, mahasiswa ISI tersebut juga memiliki beberapa perlengkapan khas NTT seperti Topi Ti’I Langga dan alat musik Sasando. Beberapa perlengkapan itu kemudian kami pinjam untuk digunakan sebagai bahan-bahan pengisi Stand Ormada GC dalam acara Festival tersebut.

Demi Tuhan, kau tak akan menyangka bagaimana proses perjalanan menjeput berbagai perlengkapan tersebut. Heuhhh, akan ku jabarkan dalam kesempatan yang lain. Ada juga beberapa perlengkapan hasil olahan kain tenun seperti tas, anting, kalung, gantungan, dan lallanya yang disponsori oleh Morisdiak (yang kepo sama Morisdiak boleh banget stalk IG nya) Jangan tanya juga gimana perjuangan pihak Morisdiak untuk membantu GC. Asli, aing cuman bisa bilang “Terima Kasih Morisdiak)

Perlengkapan Stand GC

Setelah memperoleh berbagai perlengkapan tersebut, proses selanjutnya adalah membuat berbagai pernak-pernik yang akan digunakan untuk hiasan stand. Ada miniatur rumah adat khas NTT yang dibuat oleh salah seorang mahasiswa FKH asal Sumba, jangan tanya juga bagaimana proses pembuatannya (setidaknya harus bergadang beberapa malam).

                     Rumah adat NTT

Ada juga meniatur peta NTT yang juga dibuat dalam beberapa malam (jangan tanya kenapa dibuat malam, pagi-sore kuliah cuy, malamnya begadang sampai pagi buat nyiapin Festival). Ah ya, ada juga perlengkapan pakaian adat Rote yang dikenakan oleh putri daerah. Lu bakalan ngakak, serius demi apapun. Lu liat ajah, itu pernak-pernik berwana emas yang dikenakan putri daerah dan berbagai dayangnya. Serius, itu harusnya terbuat dari kuningan khas NTT, tapi yaaaa,,, apa daya yang kami punya cuman kardus bekas. Lu tau lah, arahnya kemana. Wkwkwkk

Semalam suntuk juga dihabiskan oleh putra/I daerah untuk mempelajari kembali berbagai motif kain tenun, mepelajari berbagai budaya NTT yang selama ini belum mereka ketahui sebagai bekal menjadi putra/I CULFEST. Seharian poll digunakan untuk membuat dekorasi stand, merias putra/I daerah, dan lallalanya.

Tahun ini, Ormada GC tidak ikut berpartisipasi dalam stand kuliner. Tahun ini, GC hanya mengkitu pawai budaya, stand budaya dan fashion show putra/I daerah. Ah yaa sedikit pencitraan tahun sebelumnya GC pernah mengikuti event Festival Kuliner se’Indonesia yang diadakan di UGM (ada jagung bose, daging se’e, sayur rumpu rampe (bunga papaya), sambal lu’at dan aneka jajanan khas NTT). Duh, cukup sekian tambahan pencitaraannya yes.

Welllll………… dengan berbagai persiapan yang tak bisa aing paparkan lebih detail disini, tetiba membuat aing ingin berkata kasar mendengar cemooh para tikus liar nun jauh disana. Kok pakaian NTT, atasannya beda, bawahannya beda, kok standnya cuman disii ini, kok gitu doang dekorasinya, kok begini, begitu dan lallalalalalnya. Asli pen aing tampol dah.

Dan setelah semua curhatan diatas, aing cuman pengen bilang

“Terima kasih teman-teman pejuang Gama Cendana”

Kalian adalah pahlawan milenial yang patut dijadikan teladan. Diantara berbagai kesibukan dan urusan, diantara berbagai hecticnya kuliah, praktikum, laporan, skripsi dan llalalalanya masih sempat-sempatnya kalian luangkan waktu untuk membantu GC ikut berpartsipasi khususnya mewakili NTT di UGM. Yaa.. meskipun yang ikut pawai cuman beberapa “jiwa”, wkwkwkwk (aing ngak mau banyak bacot soal ini, dan males ngekek sedari tadi)

                         Pasukan Rote

Operrr oll,, aing pengen bilang kalian luar biasa. Berbekal sekre kos pancasila yang sempitnya minta ditampol, berbekal barang-barang bekas dan beberapa perca kain tenun, serta link kolaborasi dan pertemenan, kita berhasil membawa nama daerah kita dalam ajang nasional. Setidanya dengan begitu kita ikut berpartisipasi mengurangi pertanyaan “NTT itu Lombok bukan ? emang orang-orang NTT udah pada pake baju ? udah pada makan nasi ? NTT itu Papua bukan ? NTT itu Maluku bukan ? NTT itu…. NTT itu dan itu itu yang tak pernah ada habisnya. Kalian hebat. Mengutip bahasa salah seorang temen “Kom Luar Biasa”. Begadang beberapa malam, kesana sini minjem barang, kesana sini belanja perlengkapan, dan lalalalanya.

Kalian adalah milenial yang patut dijadikan contoh, bahwa inilah salah satu jalan pengabdian yang bisa dilakukan oleh akar rumput seperti kita. Dengan tanpa mengharapkan balasan apapun, meminjam perkataan mentor ku “mungkin beginilah cara kami merayuNya untuk melancarkan berbagai urusan kami”. Mengambil sekecil-kecilnya peran yang bisa dilakukan untuk sebuah pengabdian yang tulus. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmatNya dalam segala urusan kalian. Dan semoga semboyan Gama Cendana untuk megharumkan nama NTT bak Cendana yang mengahrumkan NTT dan Indonesia di kanca Internasional dapat tercapai. Perlahan tumbuh, mengakar kuat dan menjulang tinggi. Mileneial Cinta Budaya untuk Kejayaan Bhinke Tunggal Ika (Tema Culfest UGM 2019).
Sekian dulu yes curhatannya, sampai ketemu lagi dikesempatan yang lain.

Berkebun Bareng IndMira

Minggu, Desember 16th, 2018

Rangkuman Acara Berkebun Bersama IndMira

          Berkebun, Aku Merasa Lebih Hidup

Setelah perjalanan belajar membuat souvenir dari kain tenun di sekre Morisdiak kemarin,

Hari ini saya dan beberapa teman Gama Cendana berkesempatan main ke IndMira, salah satu perusahan yang bergerak dibidang pengembangan pertanian.  Secara pribadi, perjalanan ini saya lakukan dengan motivasi tersendiri bahwa perjalanan ini merupakan salah satu kesempatan berharga yang tidak boleh saya sia-siakan. Mengingat waktu saya untuk belajar di Jogja akan segera berakhir. Tetiba seakan menginjak bara api, tersadar akan detik-detik terakhir yang akan segera berlalu. Detik-detik yang akan mengantarkan langkah ini kembali ke tanah kelahiran, kemudian disanalah tempat segala sesuatu akan dipertaanggungjawabkan. Amanah dan rezeki untuk belajar akan dipertanyakan. Tentang apa yang telah dipelajari dirantau dan apa yang bisa diajarkan kepada mereka yang memberikan amanah. Karena tentu tidak dapat dipungkiri bahwa beasiswa yang ku peroleh untuk belajar disini, seluruhnya merupakan amanah dari seluruh rakyat. Karena setiap pundi rupiah yang ku gunakan untuk belajar disini (khususnya yang berasal dari beasiswa) adalah tetesan keringat seluruh rakyat di negeri ini. Hal ini kemudian seakan menjadi motivasi tersendiri, seakan dikejar malaikat maut, aku harus segera berlari, mengumpulkan berbagai jenis “oleh-oleh”  untuk mereka yang tengah menanti disana “tempat segala sesuatu bermula”.

Well,,

Kesempatan belajar kali ini adalah tentang cara dan tips berkebun, bertani dan mengelola pekarangan rumah agar lebih efisien dan bermanfaat. Pelajaran ini ku harap dapat kusimpan sebagai salah satu oleh-oleh untuk kampung pegunungan di Timur Khatulistiwa.   Berikut ini akan coba saya rangkum sedikit ilmu yang saya dapatkan dari perjalanan belajar “Berkebun Bersama” IndMira di Jl. Kaliurang, Km. 16.3 Yogyakarta

> Pelajaran pertama “Semai Bibit”

  • Langkah pertama yang harus kita lakukan dalam proses penyemaian adalah mempersiapkan media tanam sejenis pot atau wadah yang akan digunakan sebagai tempat untuk menaburkan bibit-bibit tanaman. Wadah yang digunakan anggap saja sejenis pot, tidak perlu menggunakan pot yang dalam, cukup saja menggunakan alas pot yang tipis. Asal wadah itu cukup untuk menaburkan tanah dengan ketebalan minimal 5cm.
  • Wadah yang digunakan perlu dibersihkan terlebih dahulu.
  • Tanah yang akan digunakan sebaiknya merupakan tanah dengan pupuk organik sehingga memiliki persediaan nutrisi yang cukup untuk tumbuh kembangnya bibit sebelum dipindahkan pada media tanam yang sesungguhnya.
  • Wadah yang telah disediakan kemudia diisi dengan tanah secukupnya (tidak perlu terlalu penuh)
  • Taburkan bibit-bibt tanaman (biji-bijian) kepermukaan tanah dalam pot tersebut.
  • Tutup bibit tanaman tersebut dengan tanah lagi (sehingga posisi bibit adah di tengah, antara lapisan tanah pertama dan lapisan tanah kedua yang dimasukan setelah bibit disemai).
  • Siram permukaan tanah tersebut dengan cara dipercik (it means tidak perlu terlalu banyak air, asalkan dapat membuat tanah tersebut basah).
  • Jangan lupa, air yang digunakan untuk menyiram bibit tersebut merupakan air yang telah dicampur dengan pupuk yang mengandung mikro organisme lokal yang dapat berperan untuk memperbaiki struktur tanah (ingat, ini untuk memperbaiki struktur tanah bukan digunakan sebagai pupuk tanaman). Apabila dicari dipasaran bisa dicari produk yang disebut PROMOL, atau kalau produk milik IndMira namanya SAN (yang membutuhkan bisa cek ke olshop IndMira)
  • Setelah pot bibit diberi air, pot berisi bibit tersebut kemudian dapat diletakan ditempat yang gelap, jauh dari jangakaun sinar matahari sehingga dapat mempercepat proses perkecambahan.
  • Secara umum, proses perkecambahan akan terjadi dalam waktu 2-3 hari.
  • Setelah bibit tersebut tumbuh dan menjadi tanaman baru, harus segera dipindahkan ke tempat yang terkena sinar matahari sesegera mungkin agar tidak terjadi proses etiolasi.
  • Setelah tumbuh 2-3 minggu (berdaun 2-3) , maka bibit tanaman siap dipindahkan ke media yang lebih besar atau dipindahkan ke lahan.

> Pembuatan Pupuk Kompos (pupuk padat)

  • Langkah pertama sediakan lubang tempat pembuatan kompos (ukurannya terserah sih, betuknya bisa kotak atau bulat). Tapi kedalamannya minimal setengah meter.
  • Lubang itu kemudian diisi dengan material organik seperti dedaunan, ranting, rumput, belukar dan lain sebagainya)
  • Material yang berukuran besar sebaiknya diiris kecil terlebih dahulu (seperti ranting, dan tanaman-tanaman seperti jagung, buah-buahan seperti pepaya, jambu, dll). Pengirisan untuk menjadikan ukuran bahan-bahan lebih kecil dilakukan untuk mempercepat proses pembusukan.
  • Percikan sedikit airke permukaan bahan-bahan organik tersebut.
  • Setelah lubang terisi penuh bahan organik, dan telah diperciki sedikit air, kemudian taburkan sedikit kapur (gamping) ke permukaan bahan-bahan tersebut. Pemberian kapur tersebut berfungsi untuk menstabilkan komposisi pupuk kompos.
  • Setelah ditaburkan ke seluruh permukaan (tidak perlu terlalu tebal), kemudian lubang yang telah terisi penuh ditutup dengan plastik putih tebal, atau bahan penutup lainnya.
  • Setiap seminggu sekali perlu dibuka dan diaduk.
  • Setalah 1-2 bulan, pupuk siap digunakan.

> Pembuatan Sirup Bunga Telang

  • Petik beberapa helai bungai telang dewasa
  • Rebus bunga telang dan 1 atau 2 batang serai dengan air secukupnya > dapat disesuaikan dengan jumlah bunga dan keinginan kita sendiri untuk membuat seberapa banyak sirup yang dibutuhkan (20 helai bunga telang bisa digunakan untuk membuat 10 gelas sirup bunga telang)
  • Tunggu hingga mendidih.
  • Siapkan beberapa potongan jeruk nipis dan daun mint
  • Sirup yang telah matang (air berwarna biru keunguan)
  • Sirup yang telah dituang dalam gelas kemudian diseduh dengan mencampurkan sedikit perasan air jeruk nipis dan gula sesuai selera (air sirup yang awalnya berwarna biru akan berubah menjadi warna pink cerah, peras jeruk nipis kedalam sirup, kemudian aduk sebentar, maka warna sirup akan beruba secara otomatis).
  • Bahan Sirup Bunga Telang

    Es Sirup Bunga Telang

     

  • Tambahkan sedikit irisan daun mint untuk memperoleh senasi sirup yang segar.
  • Sirup akan lebih nikmat jika diminum dengan menambahkan es.

Sekian notulensi singkat perjalanan hari ini. Disimpan disini biar ngak hilang. hehe

 

Squad Gama Cendana

Berbagai Cerita Strategi Kewirausahaan Sosial

Selasa, November 27th, 2018
#NTTPanggilPulang

#NTTPanggilPulang

 

Yogyakarta, 27 November 2018

Lokasi :  Markas Moris Diak, Kasongan, Bantul – Yogyakarta

Notulensi Singkat dari Acara Sarasehan

Berbagai Cerita Kewirausahaan Sosial”

Bersama Dicky Senda dari Komunitas Lakoat Kujawas, Unu D Bone dari Komunitas Tas Pustaka, Mila Wulandari dari Komunitas Moris Diak, Mbak Kartika Handriani dari Kanuku Coffe, Kak Ney Dinan dari Rumah Tenun Baku Pikul Labuan Bajo, dan berbagai aktivis sosial lainnya.

(Notulensi ini merupakan notulensi pribadi dalam ingatan, wkwk yang coba saya curahkan dalam blog ini agar tidak hilang ditelan kesibukan. Ah ya notulensi juga akan coba saya jabarkan per bagian panelis yang saya ingat. Sehingga jika ada yang kurang mohon dimaklumi)

  • Moris Diak (oleh Mila Wulandari)

Pemaparan tentang Brand Moris Diak adalah materi pertama yang saya dapati saat tiba di acara sarasehan kemarin. Itupun tidak banyak yang sayang dapati, karena pemaparan sudah memasuki tahap kesimpulan. Gambaran singkat yang saya dapat dari pemaparan cerita pertama adalah bahwaMoris Diak adalah salah satu jenis wirausaha sosial yang coba dikembangkan untuk kembali memperkenalkan hasil karya anak bangsa berupa kain tenun lokal, dan berbagai jenis kain-kain lokal dari beberapa daerah di Indonesia yang salah satunya adalah kain tenun dari Nusa Tenggara Timur. Hari ini, ketika industri printing telah marak digunakan untuk mencetak berbagai model kain tenun, dan kain-kain daerah lainnya pada selembar kain tipis dengan harga yang murah untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, Brand Moris Diak justru tampil dengan style yang berbeda. Brand Moris Diak mencoba menggunakan kain tenunan yang asli (langsung dibeli dari para penenun lokal di Nusa Tenggara Timur), yang kemudian dikemas dalam berbagai model barang yang menarik dengan sedikit polesan desain yang unik, dan  sedikit tambahan kain buatan pabrik. Kain tenun dengan berbagai motif tersebut kemudian dikemas dalam berbagai bentuk tas yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan. Sekali lagi kain tenun yang digunakan adalah kain tenun asli, yang proses pembuatannya bisa bekisar antara 2 bulan sampai 1 tahun (tergantung motif, ukuran dan model kain yang akan dibuat) yang kemudian dijual dengan kisararan harga puluhan ribu rupiah hingga jutaan ribu rupiah. Pewarna benang yang digunakan juga merupakan warna alami yang diracik dari aneka tanaman khas Nusa Tenggara Timur.

Kain tenun yang telah diubah menjadi berbagai model tas dan busana kemudian dijual dengan harga yang cukup bervariasi (balik lagi tergantung komposisi, model, warna dan motif kain tenun yang digunakan). Silahkan cek akun media sosial Brand Moris Diak yaa kawan.

Meskipun demikian, keunikan barang-barang brand Moris Diak bukan hanya tentang harga jualnya, bukan juga tentang desainnya, tetapi tentang nilai dari setiap potongan kain tenun yang dijual. Tentang cerita budaya dan seni yang dikemas dalam sebuah produk berupa kain tenun. Tentang budaya dan pengetahuan yang diwakili oleh berbagai motif kain tenun. Berbagai cerita nilai budaya yang dijual kemudian menjadi ciri khas setiap produk yang dipasarkan. Selengkapnya dapat dibaca pada keterangan setiap produk yang dipasarkan oleh Brand Moris Diak (cek facebook/instagram Moris Diak). Singkat cerita mereka bukan menjual sebuah tas, tetapi nilai dibalik pembuatan tas tersebut.

#MorisDiakProduct (sumber foto : facebook Moris Diak)

Inttinya : Moris Diak memiliki misi untuk memberdayakan kaum perempuan dengan memberikan ruang kepada mereka untuk berkarya dan meningkatkan perekonomian keluarga, juga memperoleh pelatihan untuk meningkatkan skill mereka. Moris Diak juga melibatkan anak muda khususnya mahasiswa dan pihak universitas untuk melakukan berbagai riset dan capacity building. Selain itu juga diharpkan mampu meningkatkan serta memberikan edukasi khususnya untuk membmbangun kesadaran akan potensi budaya dan pelatihan craft.

Semua ini pada akhirnya dilaukan untuk meningkatkan kualitas  sumberdaya manusia khususnya mama-mama penenun di daerah serta melestarika budaya Indonesia

Note : Salah satu produsen kain tenun yang digunakan oleh Moris Diak adalah kain tenun yang berasal dari Komunitas Sosial Lakoat Kujawas (baca ulasan dampak penjualan kain tenun tersebut pada masyarakat pada salah satu bagian tulisan ini khususnya pada bagian Lakoat Kujawas)

 

  • Kanuku Coffee

Kanuku Coffee adalah salah satu jenis usaha yang juga dikembangkan oleh Mbak Mila Wulandari dan Mbak Kartika Handriani beserta suami dan Anak Mbak Tika yang namanya adalah Kanuku (kemudian dijadikan brand kopi) Kanuku Coffee. Bahan baku kopi yang digunakan dalam berbagai brand Kanuku Coffee adalah jenis kopi robusta yang berasal dari Pati, Jawa Tengah (seriusan sebagai salah satu penikmat kopi di Jogja, I think produk Kanuku Coffee mantap). Hehe (bukan promosi cuuy, tapi emang faktanya begitu, kalau ngak percaya coba ajah sendiri).

#ProdukTurunanKanukuCoffee (Sumber foto :Facebook Dewi Natalia Puspitasari)

Nahh lagi, kopi yang ditawarkan disini bukan sekedar kopi, tapi lagi dan lagi yang mereka jual bukanlah sekedar kopi, tapi cerita dan nilai dibalik secangkir kopi ataupun produk-produk kopi. Usaha kopi ini juga tidak sekedar bergerak untuk memperoleh keuntungan semata, tapi juga untuk mengkaderisasi para pekerjanya menjadi pengusaha-pengusaha hebat yang bergerak dibidang sosial. Para pekerjanya baik perempuan maupun anak muda dikaderisasi untuk tidak sekedar bekerja, tetapi juga berkembang sehingga apabila hari ini bekerja dibagian panen kopi, maka berikutnya bekerja dibagian produksi, lalu selanjutnya dibagian pengemasan, lalu bergerak dibidang penjualan/pemasaran, dan lain sebagainya. Sehingga para pekerja diharapkan bekermbang dan bergerak maju tidak sekedar menjadi pekerja kasar selamanya.

Sekilas alurnya adalah : pada awalnya para pekerja akan dilibatkan pada kantong produksi  > Mempelajari proses pengolahan kopi di Pati > Kemudian belajar Marketing.

Sehingga dampak jangka panjang dari usaha ini sesungguhnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan memanfaatkan potensi yang ada disekitar masyarakat. Sehingga output berupa produk kopi dan outcome berupa keuntungan menjadi urutan berikutnya atau bukan dampak usaha sebenarnya.

 

  • Lakoat Kujawas

Lakoat Kujawas merupakan salah satu komunitas sosial yang bergerak dibanyak bidang khususnya untuk mengembangkan desa berbasis kearifan lokal dengan melibatkan masyarakat atau warga aktif disemua kalangan usia pada daerah disekitar Lakoat Kujawas bermukim. Lakoat Kujawas sendiri terletak di Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Komunitas ini didirikan oleh Kakak Dicky Senda dan beberapa temannya yang merupakan orang muda di Desa Taiftob yang memiliki kekhawatiran akan pengaruh negatif globaliasi pada desa mereka, dan dengan deimikian mereka juga punya mimpi yang sama untuk menyelamatkan desa dan generasi penerus mereka dari “bobroknya” kehidupan dunia modern.

Segala kegiatan di Lakoat Kujawas melibatkan seluruh warga aktif baik anak-anak, remaja, pemuda/i, orang tua baik kalangan Ibu Rumah Tangga maupun Kepala Rumah Tangga, para sepuh di Desa, pemerintah desa setempat, intitusi pendidikan, gereja atau organisasi keagamaan (karena di Mollo di dominasi oleh agama kristen dan khatolik maka yang berpatisipasi aktif adalah komunitas geraja), berbagai komunitas sosial di NTT, di Indonesia bahkan dari Manca negara, dan lain sebagainya. Prinsip mendasar yang dimiliki oleh Lakoat Kujawas adalah bekerja sama, berkolaborasi, melibatkan seluruh elemen masyarakat dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di sekitar mereka. Lakoat Kujawas bahkan berusaha menghidupkan kembali budaya-budaya luhur yang hanyut oleh arus globalisasi. Lakoat Kujawas berusaha mengembangkan daerahnya dengan tidak memaksakan berbagai input dari luar, selayaknya daerah lain yang bermimpi dan memaksakan dirinya untuk maju seperti daerah lain namun dengan jalan yang sama (dampak negatif pemanfaatan teknologi dan pengembangan budaya modern yang kini seakan “mengikis” identitas bangsa).

Pengembangan desa berbasis kearifan lokal dengan melibatkan masyarakat merupakan ciri khas dari Lakoat Kujawas. Lakoat Kujawas bahkan tidak menutut masyarakat untuk menerima budaya luar. Anak-anak diajarkan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka sendiri. Contohnya anak-anak remaja yang bisa bermain gitar diajak untuk mengajarkan ketrampilannya dalam bermain gitar kepada teman-teman seusianya, atau adik-adik dibawahnya. Para pemuda yang memiliki kapasitas ilmu dalam bidang sains, sastra, sosial, organisasi, ketrampilan, kesenian dan lain sebagainya juga dapat mengajarkan kepada teman sebayanya atau yang lainnya. Di Lakoat Kujawas juga tidak menutup kesempatan kepada masyarakat untuk mempelajari kehidupan dunia modern, seperti penggunaan teknologi. Namun yang membedakan mereka dengan yang lain adalah pengenalan dunia modern khususnya teknologi juga diikuti oleh proses pendampingan sehingga tidak disalah gunakan oleh anak-anak. Contohnya di Lakoat Kujawas ada kelas menulis, ada kelas fotografi, kelas teater, kelas musik, dan lain sebagainya yang diajarkan kepada anak-anak.

Lakoat Kujawas juga menyediakan ruang bagi Ibu-Ibu untuk dapat mengembangkan dirinya dengan segala potensi yang ada disekitarnya. Contohnya, Ibu-Ibu yang bisa menenun bisa membuat kain tenun untuk dijual ke pasaran (salah satunya ke Moris Diak di Yogyakarta), akan tetapi sisi lainnya yang berbeda adalah Ibu-Ibu yang pandai menenun juga diberikan ruang untuk mewariskan ketrampilannya kepada anak-anak di Lakoat Kujawas dengan membuka kelas menenun yang para pengajarnya adalah para Ibu-Ibu di Desa tersebut. Sehingga aktivitas menenun tidak sebatas menjadi usaha untuk mencari keuntungan materil semata tetapi juga untuk berbagi ilmu demi kelangsungan masyarakat yang berbudaya dan berkelanjutan.  Sementara Ibu-Ibu yang pandai memasak, atau yang pandai bertani dan lain sebagainya juga diberikan ruang untuk mengembangkan diri dan mewariskan kemampuan mereka kepada anak-anak mereka.  Begitupula dengan para Ayah yang memiliki kemampuan dalam hal apapun diberikan ruang untuk mewariskannya kepada generasi muda di Mollo. Sementara itu, para sepuh yang memiliki keunggulan dalam pengetahuan budaya atau adat istiadat diberikan ruang untuk membagikan pengetahuan mereka kepada anak-anak, yang kemudian dimasukan dalam kelas menulis, dan diarsipkan dalam bentuk buku yang beberapanya telah diterbitkan dan dapat dibeli diberbagai pasaran atau toko buku. Hasil penjualan buku-buku tersebut kemudian digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan atau event yang mereka selenggarakan di Desa mereka.

Komunitas ini juga melakukan berbagai usaha untuk membiayai segala kebutuhan mereka, contohnya adalah dengan ikut memasarkan beberapa produk yang berasal dari kebun atau rumah masyarakat Desa Taiftob seperti buah-buahan yang diolah menjadi selai, hasil kebun seperti jagung yang diolah menjadi jagung bose, cabe yang diolah menjadi sambal lu’at, biji kopi yang diolah menjadi kopi bubuk siap saji, kain tenun menjadi tas, serta madu yang diambil dengan cara istimewa dan lain sebagainya. Produk yang dipasarkan disini sebagaimana telah saya jabarkan sebelumnya dengan model kewirausahaan sosial yang sama, produk yang dipasarkan sesungguhnya tidak menjual barangnya secara langsung dengan harapan output berupa keuntungan materil. Produk yang dijual adalah nilai yang berada dibalik setiap produk tersebut.

Salah satu contohnya adalah madu, sebagaimana yang dietahui bahwa madu telah banyak dijual diberbagai pusat perbelanjaan atau warung-warung kecil dijalanan, tetapi madu yang dijual oleh Lakoat Kujawas adalah madu yang diambil dengan cara yang istimewa. Madu yang dijual tidak dapat dipanen sembarangan waktu (waktunya telah ditentukan dengan panduan kebudayaan Mollo, dan dipanen dua kali dalam setahun).

(Sumber foto : Facebook Lakoat.Kujawas)

Cara pemanenan madu ini adalah dengan melantunkan berbagai puisi atau pantun khas Mollo (menggunakan bahasa dawan), yang ditujukan kepada Ratu Lebah (bisa dikatakan para petani madu mencoba merayu ratu lebah dengan pantun atau bahasa dawannya adalah natoni) agar Si Ratu Lebah tidak menggigit para petani madu pada saat proses panen dilakukan. Dan percaya atau tidak, hal itu benar-benar terjadi kawan (kalau nga percaya datang saja kesana, dan ikuti ritual panen madu di Mollo). Nahh, cerita dibalik sebotol madu tersebut yang kemudian coba dikemas dan dipasarkan dengan produk madu tersebut. Hal ini secara tidak langsung juga dilakukan untuk memperkenalkan kebudayaan Mollo, serta melestarikannya agar tida hanyut terbawa arus globaliasai.  Singkat cerita, hampir seluruh produk Lakoat Kujawas memiliki kisah ajaibnya masing-masing. Untuk lebih lanjut silahkan cek facebook/instagram/blok atas nama Lakoat Kujawas.

Akhir cerita ada juga sekilas ilmu berharga yang dibagikan kepada para peserta sarasehan terkait strategi untuk mengembangkan social enterprise atau kewiusahaan sosial. Fondasi dasar yang harus dipahami terlebih dahulu adalah diri sendiri (Me). Tentang siapa aku sebenarnya ? Apa yang aku miliki, apa yang dapat aku lakukan, dan bagaimana caranya memulai? Selanjutnya adalah kamu (you), yakni mencari partner yang dapat diajak untuk bekerjsama. Apa yang dia miliki dan dapat dikolaborasikan. Aku & kamu kemudian menjadi kita, hingga kemudian berubah menjadi kita bersama. Dan apa yang dapat kita lakukan bersama.

“Fondasi dasarnya adalah jangan melakukan sesuatu sendirian, tapi ajaklah orang lain untuk berkolaborasi” karena sendiri itu bisa, tapi berdua, bertiga, berbanyak itu lebih baik.

Setelah fondasi dasar, terdappat 3 prinsip utama yang harus kita pegang dalam melakukan suatu aktivitas kewirausahaan sosial yaitu  :

  • People > Memperhatikan dampak dari aktivitas yang kita lakukan terhadap orang lain.
  • Planet > Memperhatikan keberlangsungan lingkungan (dalam artian tidak merusak lingkungan )
  • Profit > Keuntungan adalah hal terakhir setelah kita dapat mengatasi dampak kegiatan kita kepada orang lain atau orang-orang disekeliling kita maupun lingkungan tempat berlangsungnya kehidupan (ekologi)

Setelah semua itu, jangan lupa untuk senantiasa berjejaring. Membangun komunikasi dan jaringan dengan berbagai kalangan akan sangat penting dalam proses pengembangaan kewirausahaan sosial. Dalam segala aktivitas yang dilakukan juga memerlukan riset terlebih dahulu. Membaca peluang, potensi, tantangan, hambatan, dan lain sebagainya sangat penting untuk dilakukan.

Poin penting yang saya rangkum dari sarasehan ini adalah

“ jangan menungguu orang lain untuk bergerak, mulailah dari sendiri, dengan apapun yang kita miliki, memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang kita miliki”

Tidak perlu menuntut bahwa kita, teman-teman kita, desa kita, pemerintah dan lain sebagainya harus sama persis seperti yang ada didaerah lain bahkan diluar negeri sekalipun”.

Tuhan telah menciptakan kita semua dengan potensi, keunikan, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tak perlu menuntut untuk maju seperti Jepang dan China dengan teknologinya, Eropa dengan keilmuwannya, Amerika dengan strategi politiknya.

Percayalah bahwa kita bisa maju dengan kekayaan kita senidri, kelebihan kita sendiri, seperti kekayaan budaya, surga ekologi dijambul khatulistiwa”.

Dan yang terakhir adalah bahwa “kesuksesan adalah bukan tentang apa yang kita peroleh hari ini, tetapi tentang berapa kali kita terjatuh namun kemudian berapa kali kita kembali bangkit berdiri untuk memulai lagi”.

Ah ya, dan juga tentang pengabdian, tentang kebermanfaatan bagi orang lain, tentang cinta dan keihklasan yang murni tanpa menuntut balasan apapun. Maka percayalah, balasan itu akan datang pada waktu yang tepat dengan caranya sendiri.

Manisnya pembalasan itu bahkan akan membuat mu melupakan seberapa pahitnya perjuangan sebelumnya. Percayalah bahwa Tuhan dan Semesta senantiasa menyertai orang-orang yang ikhlas dan tulus dalam memberikan cinta kepada sesamanya tanpa menuntut balasan apapun.  Sekian

^_^  ^_^  ^_^

 

Sumber Foto (Instagram Bapak Eri Kusuma)

 

Saya Heran yang Memilih Jurusan Teknologi Pertanian Hanya 11 Orang

Jumat, September 7th, 2018

Saya heran yang daftar teknologi pertanian hanya 11 orang -_-

Mendengar cerita adik saya yang baru saja mendaftarkan diri sebagai salah satu mahasiswa teknologi pertanian di salah satu universitas ternama di kampung saya,  rasanya miris sekali.
Kata adek saya, 1 angkatan kemaren yang daftar ke jurusannya teknologi pertanian cuman 11 orang, baik itu gelombang I, II hingga gelombang ke-III (kebetulan dia ikut gelombang yang ketiga). Sementara itu, dibeberapa jurusan lainnya seperti pendidikan keguruan, olahraga, kesehatan, ekonomi, sosial politik, hukum dan beberapa jurusan lainnya tumpah ruah pendaftarnya.
Saking banyaknya yang daftar sampai di tolak sama universitas, khususnya pendidikan olahraga pendaftarnya sampai ribuan.
Sementara jurusan seperti teknologi pertanian, budidiya pertanian, teknologi perikanan, teknologi pertanian adalah jurusan yang paling sedikit pendaftarnya. Bayangin ajah, dari 3 gelombang, dari ribuan lulusan SMA yang daftar 1 angkatan cuman 11 orang. Hahahaha
Seriusan pengen ketawa tapi takut dosa, pengen nangis tapi yoo gimana gitu 😀
Terlepas dari itu, saya heran kenapa minatnya muda-mudi di sana cenderung hanya ke beberapa jurusan tersebut. Bahkan bisa dibilang sektor pertanian adalah sektor atau bidang yang paling dihindari oleh muda-mudi di kampung saya.
Dari sekian banyak jurusan, yang paling banyak peminatnya adalah jurusan pendidikan yang kemudian akan mencetak generasi guru muda yang tumpah ruah. Tapi yang saya herankan, puluhan tahun, jutaan sarjana pendidikan yang telah diluluskan entah kemana semuanya, sehingga sampai saat ini kondisi pendidikan di kampung saya masih cukup memprihatinkan.
Masih banyak sekali sekolah yang kekurangan guru. Kualitas pendidikannya juga masih sangat jauh dari standar nasional. Bidang olahraga yang paling tinggi peminatnya juga sejauh ini belum bisa menghasilkan atlit-atlit yang berkwalitas.
Saya ingat betul pelajaran olahraga yang saya peroleh ketika duduk di bangku pendidikan.
Dari sekian banyak jam pelajaran olahraga, rasa-rasanya saya cuman diajarin olahraga 5-10 jam itupun cuman berkaitan dengan pelajaran pbb (peraturan baris-berbaris).
Aha,, ada juga nih yang bergerak dibidang kesehatan. Banyaakkk sekali anak di daerah saya yang mengambil jurusan dibidang kesehatan tapi sampai hari ini kualitas kesehatan masyarakat daerah saya maupun pelayanannya masih sangat rendah dibandingkan propinsi lainnya. Begitupula dengan ekonomi, kok yoo banyak sekali lulusan ekonomi tapi jumlah penduduk miskin di propinsi asal saya,  sejak tahun 2005 sampai tahun 2017 masih cenderung stabil bahkan masuk kedalam propinsi termiskin nomor 3 di Indonesia setelah Papua.

Propinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/24/provinsi-dengan-angka-kemiskinan-tertinggi-pada-maret-2018 )

Pada saat yang sama sektor pertanian mulai mengalami krisis sumberdaya manusia. Padahal, meskipun kondisi iklim di kampung saya tidak cukup bagus, but I think potensi pertaniaannya masih sangat bisa dikembangkan. Selain dari tu, bidang pertanian adalah satu sektor yang sampai kiamat menjemput duniapun akan tetap dibutuhkan, karena sampai kiamat pun orang masih tetap membutuhkan makanan (kecualia kalau pada jadi robot -_-). Ah yaa, satu lagi bidang peternakan pun sama. Bidang ini adalah satu bidang yang paling berpotensi. Bahkan beberapa tahun silam, kampung saya adalah salah satu daerah eksportis daging sapi terbesar ke di Indonesia. Untuk di kampus saya sendiri, bidang pertanian dan peternakan adalah salah satu bidang yang pesaing masuknya paling besar. Satu kursi di fakultas pertanian, teknologi pertanian, peternakan, perikanan harus diperebutkan oleh 5-10 orang.  Saya tidak bermaksud untuk menyinggung jurusan yang lain, I just want to say ayolahhh, ini udah jaman apa ? kalau kata kaka we nih ya, anak muda jaman sekarang kudu nyari jurusan yang kalau ngak jadi PNS juga bisa hidup.   Kalau temen-temen main ke Jawa, jurusan keguruan, perawat atau jurusan lain yang menjurus ke masa depan sebagai PNS sangat sedikit peminatnya.
Miris seriusan, bahkan nih yaa, kalau kamu ke Jawa dan kuliahnya bidang biologi, kimia, pertanian, peternakan, perikanan, teknik, pariwisata, dan beberapa jurusan lainnya selain guru dan perawat kamu bakalan dikecein abis-abisan sama orang-orang kampung, ntar dikatain mau jadi apa kamu kedepannya ? wkwkwk
Mungkin perlu kali yaa dibuatkan riset khusus untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi minat para lulusan SMA/SMK/MA dalam memilih jurusan di tingkat universitas. Hal tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai referensi dalam pengambilan kebijakan. Ayolah, kedepannya kita harus membangun daerah kita menjadi daerah yang tidak tertinggal. Terlalu banyak jurusan yang kita butuhkan untuk membangun daerah. Kalau bukan para muda-mudi jaman ini yang akan mengisi bangku-bangku pekerjaan besar tersebut, maka kita kudu bersiap menjadi babu di daerah sendiri -_-