Author Archive

Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasiwa Daerah Nusa Tenggara Timur Universitas Gadjah Mada (GAMA CENDANA)

Rabu, April 25th, 2018

Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasiwa Daerah Nusa Tenggara Timur

Universitas Gadjah Mada (GAMA CENDANA)

Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur Universitas Gadjah Mada (Gama Cendana) merupakan sebuah organisasi mahasiswa daerah yang berasal dari propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Organisasi ini resmi berdiri pada tanggal 20 Juni 2015 yang bertempat di Yogyakarta (Dokumen AD ART Gama Cendana). Dahulu, sebelum diresmikan menjadi sebuah organisasi mahasiswa daerah yang berada dibawah pengawasan Direktorat Mahasiwa Universitas Gadjah Mada, organisasi ini sebelumnya merupakan sebuah komunitas mahasiswa daerah yang berdiri sekitar tahun 2013 dan digagas oleh Saudara Yulianus Sandro Manti (Atropologi UGM,2013) dan Izzoe Nisnoni (Arkeologi UGM,2013). Gagasan awal didirikannya komunitas ini adalah untuk membantu berbagai urusan mahasiswa NTT yang berada di Universitas Gadjah Mada. Pada awal didirikannya komunitas ini, kegiatan yang dilakukan beberapa kali adalah berupa forum keluarga antar mahasiswa NTT yang berasal dari berbagai pulau/daerah di NTT. Forum keluarga ini diadakan dalam bentuk forum kultural yang santai, diadakan diwarung makan atau beberapa lokasi santai di kompleks Universitas Gadjah Mada. Komunitas ini tetap berjalan dengan santai hingga tahun 2015. Dapat saya asumsimkan secara pribadi bahwa terbentuknya organisasi mahasiswa daerah (ORMADA NTT) ini berawal dari munculnya masalah yang dialami oleh mahasiswa NTT di Universitas Gadjah Mada.

Pada tahun 2015, terjadi sebuah masalah kecil yang menimpa salah satu mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada dengan inisial A. Mahasiswa ini merupakan salah satu anak NTT yang mendapatkan kesempatan untuk kuliah di Universitas Gadjah Mada melalui program Afirmasi Dikti 3T. Berasal dari daerah 3T, kemudian berhasil masuk ke salah satu universitas terbaik di Indonesia yakni Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu kesempatan yang luar biasa pun juga disertai dengan berbagai tantangan akan kemajuan yang salah satunya adalah adaptasi dengan sistem pendidikan modern yang maju di pulau Jawa. Singkat cerita, mahasiswa A tersebut mengalami sebuah masalah yang berkaitan dengan proses registrasi ulang di Fakultas Teknik. Masalah ini kemudian menjadi salah satu masalah kecil yang tersebar dengan kilat melalui media sosial dengan redaksi dan berbagai tanggapan negatif tentang mahasiwa NTT yang “terlantar” di UGM. Akan tetapi setelah ditelusuri masalah ini murni merupakan” kesalahan” mahasiswa A yang belum cukup paham terkait sistem registrasi ulang di kampus UGM. Berita ini kemudian tersebar ke berbagai pelosok kampus hingga terdengar oleh mahasiswa NTT lainnya yang pernah mengalami nasip yang sama sebut saja namanya Nur Sa’adah Nubatonis_Geografi UGM 2014 (saya sendiri).

Setelah mendengar berita tersebut dengan tambahan isu lainnya bahwa mahasiswa A akan segera kembali ke NTT, saya sendiri mulai mencari informasi terkait keberadaan mahasiswa tersebut hingga akhirnya mendapatkan sebuah saran dari seorang mahasiswa NTT yang berasal dari Atambua yakni Febri Minerva Salshina (Biologi UGM,2012) . Kak Febri memberikan sebuah saran kepada saya agar mencoba menanyakan sekaligus meminta bantuan kepada perkumpulan mahasiswa NTT yang awalnya bernama KAGAMA NTT. Mendengar saran baik tersebut, saya berinisiatif untuk bertanya dan meminta informasi pada komunitas ini yang dihubungkan melalui media sosial (Line). Pada awal masuk ke grup tersebut, saya mulai berusaha untuk bertanya dan memohon bantuan terkait masalah yang tengah dihadapai oleh anak NTT bernisial A tersebut yang kemudian direspon baik oleh saudara Yulianus Sandro Manti (Ka Moke/Ka Andi,sapaannya). Kak Andi menyatakan bahwa dirinya belum sama sekali mendengar masalah tersebut, begitupula dengan Kaka Izoe Nisnoni dan Sintia Tully. Setelah mencari berbagai informasi yang pula dibantu oleh BEM KM UGM, dan BEM Fakultas Teknik, kemudian saya berhasil menemukan mahasiswa bernisial A tersebut yang ternyata tinggal pada rumah kost yang sama dengan saya (A tingga di kost putra, dan saya sendiri di kost putri namun pemiliknya sama).  Singkat cerita masalah mahasiswa NTT ini kemudian berhasil diatasi dengan bantuan dari berbagai pihak khususnya civitas akademika UGM.

Setelah masalah ini selesai, saya pun berinisiatif untuk mengundang beberapa orang teman mahasiswa NTT khususnya mahasiswa yang masuk ke UGM melalui jalur Afirmasi Dikti 3T, diantaranya adalah Jefry Oetpah (Ilmu Tanah ,2014), Ilmeda Atitus (Perikanan,2014), Imma Naben (Kehutanan,2014), Indri Tulle dan Anggi Rihi (Kedokteran Hewan,2014) untuk bergabung dalam komunitas tersebut. Setelah melakukan beberapa perkenalan singkat melalui media sosial line tersebut, kami berinisiatif untuk melakukan pertemuan secara langsung. Pertemuan awal tersebut dihadiri oleh saya sendiri, Andi Manti, Izoe Nisnoni, Sintia Tully, Jefry Oetpah, Imel Atitus, Imma Naben, Serly Tangasa, Chamelia Blegur, Hugo Nahak,dan mungkin beberapa orang lainnya yang saya sendiri lupa dan tidak dapat menyebutkan namanya.

(Pertemuan Pertama, 27 Agustus 2015, dokumentasi pribadi)

Perkenalan inipun berlanjut dengan baik dan terus menguatkan tali silaturahmi diantara kami atas dasar persamaan propinsi asal yakni Nusa Tenggara Timur, dimana mahasiswa yang terhimpun dalam komunitas ini berasal dari berbagai pulau/daerah di NTT. Jumlah mahasiswa NTT di UGM masih sangat sedikit, dapat dikatakan bisa dihitung dengan jari, atas dasar jumlah yang sedikit tersebut maka perbedaan latar belakang daerah asal,suku,budaya dan bahasa yang berbeda-beda di NTT kami tanggalkan bersama kemudian bersatu atas nama keluarga mahasiswa Nusa Tenggara Timur.

Waktu terus bergulir, pertemuan terus berlanjut hingga suatu saat muncul ide dari Nur Sa’adah Nubatonis, Jefry Oetpah, Imel Atitus, dan Imman Naben untuk membentuk suatu wadah yang dapat membantu mahasiswa Nusa Tenggara Timur khususnya mahasiswa baru yang datang ke UGM agar tidak mengalami “nasip” yang sama seperti kami dan mahasiswa berinisial A sebelumnya. Kekhawatiran ini kemudian kami sampaikan kepada kaka Andi dan Kaka Izoe, dimana setelah mendengar cerita dan pendapat mereka ternyata mereka memiliki mimpi dan tujuan yang sama. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, kemudian kami mengambil keputusan untuk membawa perkumpulan mahasiswa NTT ini ke ranah yang lebih tinggi, organisasi formal yang memiliki legalitas dan diakui oleh Universitas Gadjah Mada. Aspek legalitas dan formalitas tersebut kami pikir dapat membawa perkumpulan mahasiswa ini pada sebuah jenjang yang lebih tinggi yang tentunya memiliki manfaat dan jaringan yang lebih luas dan tentunya dapat mewujudkan cita-cita kami bersama.

(Pertemuan ke-3, September 2015)

Mahasiswa yang terlibat dalam komunitas ini dapat dikatakan merupakan mahasiswa yang belum cukup berpengalaman dalam mendirikan sebuah organisasi, sehingga berbagai usaha dan informasi coba kami kumpulkan bersama untuk mendirikan organisasi mahasiswa daerah. Salah satu informasi yang saya peroleh adalah menentukan prinsip dasar yang kokoh terlebih dahulu, membangun fondasi atas dasar asas kekeluargaan dibawah naungan nama Nusa Tenggara Timur. Prinsip ini saya peroleh dari seorang senior yang kala itu saya anggap cukup berpengalaman dalam hal organisasi, sebut saja beliau adalah Catur Wahyu Irjayanto (Matematika,2012). Berbagai saran dan masukan untuk membangun ormada NTT terus diberikannya dengan ikhlas. “Sebuah organisasi mahasiswa yang baru harus dibangun dengan kultur kekeluargaan yang baik dan hangat harus menjadi fondasi dan dasar yang kuat guna mendukung tiang dan bangunan kokoh yang akan segera berdiri” kata Kak Wahyu kala itu. Adapula informasi dan referensi lain yang sangat penting saya peroleh dari perkumpulan mahasiwa Minangkabau (FORKOMI UGM) yaitu referensi yang berkaitan dengan aspek formalitas yaitu berkas anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (ADART) Ormada. Informasi yang diperoleh ini kemudian saya sampaikan dalam pertemuan komunitas selanjutnya, yang kemudian kami setujui bersama untuk dijadikan sebagai referensi dasar berdirinya organisasi mahasiswa daerah NTT (ORMADA NTT).

Setelah melalui berbagai tahapan seleksi infromasi dan berkas yang dikumpulkan melalui berbagai sumber, maka terbentuklah prinsip dasar ormada NTT dengan mementingkan aspek kekeluargaan diatas segala-galanya, dan terbentuk pula dokumen formal anggaran dasar serta anggaran rumah tangga ormada (ADART ORMADA NTT).

(Rapat pembahasan rancangan AD ART, dokumentasi pribadi)

 

Tahapan selanjutnya untuk memenuhi persyaratan pembentukan sebuah ormada adalah membuat sebuah logo ormada. Pembuatan logo merupakan salah satu tahapan yang cukup lama ditetapkan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pendapat, ide dan gagasan serta minimnya skill dalam membuat desain logo. Logo yang pertama diusulkan oleh saudara Izoe Nisnoni, tentunya atas dasar musyawarah bersama dengan beberapa orang yang hadir ketika rapat pembentukan logo. Adapun komponen logo pertama terdiri atas beberapa ikon propinsi NTT yakni alat musik Sasando, hewan purba komodo dan pohon cendana yang dipadukan menjadi satu.

(Logo Pertama,Desain Oleh Febri Minerva Salshina)

 

 

(Logo kedua, Desain oleh Febri Minerva Salshina)

 

(Logo Ketiga,Desain oleh Febri Minerva Salshina)

Setelah melalui berbagai diskusi, perdebatan, musyawarah dan mufakat maka diputuskan bahwa logo kumunitas ini berubah konsep dan komponen dasar dari penggunaan ikon sasando dan komodo menjadi penggunaan ikon pohon cendana. Beberapa penyebab perubahan konsep tersebut diantaranya adalah, beberapa ikon yang diusulkan itu telah banyak digunakan oleh pemerintah maupun berbagai lembaga dan komunitas NTT di Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur secara umum. Alasan kedua adalah belum dapat dirumuskannya sebuah falsafah dasar, filosofi atau penjelasan terkait makna logo tersebut dan dengan banyaknya ikon yang digunakan, perumusan filosofi menjadi cukup sulit dilakukan. Alasan ketiga dan keempat adalah sulitnya pembuatan desain logo, serta rencana penggunaan logo pada berbagai media yang dirasa cukup sulit. Alasan terakhir yang dikemukakan adalah perubahan ikon dan filosofi logo sekaligus dengan perubahan nama komunitas yang berasal dari nama KAGAMA NTT (Keluarga Mahasiswa Gadjah Mada NTT) menjadi Gama Cendana NTT. Perubahan nama komunitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa kata KAGAMA NTT telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi Universitas Gadjah Mada, yang mana paada umumnya digunakan sesuai pengertian sebenarnya, dimana KAGAMA merupakan singkatan dari Keluarga Alumni Gadjah Mada.

Berbagai nama dan usulan pun diusulkan oleh berbagai mahasiswa, namun sulitnya membuat singkatan untuk nama propinsi NTT kemudian menjadi  hambatan yang cukup besar dalam pembuatan nama ormada ini. Sementara itu, berbagai Ormada yang berasal dari daerah lain pada umunya menggunakan nama dengan singkatan nama daerah. Contohnya adalah FORKOMMI (Forum Komunikasi Mahasiswa Minangkabau) dan berbagai ormada lainnya yang belum sempat disebutkan satu per satu. Berdasarkan berbagai pertimbangan pembuatan nama ormada, maka diambil sebuah keputusan bersama bahwa nama Ormada tidak diambil dari singkatan nama daerah melainkan diambil dari suatu hal, suatu benda, atau sebuah kata yang dapat mewakili dan menggambarkan ciri khas Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan. Diskusi dan perdebatan panjang berangsung di Taman Balairung UGM, yang pada akhirnya saya sendiri menemukan sebuah ide dan gagasan untuk mengusulkan nama atau kata atau ikon pohon cendana sebagai nama sekaligus logo untuk ormada NTT.

Usulan penggunaan gambar pohon atau ikon Cendana ini saya cetuskan dengan ide dan gagasan bahwa selain Komodo dan Sasando, salah satu ikon yang dapat menggambarkan ciri khas Nusa Tenggara Timur secara umum adalah pohon Cendana. Mengingat pada zaman dahulu pohon Cendana merupakan salah satu hasil bumi Nusa Tenggara Timur yang pernah mengharumkan naman NTT dan nama Indonesia di kanca Internasional. Banyaknya keragaman suku,budaya,bahasa,adat-istiadat,dan ikon di daerah NTT menjadi salah satu hambatan yang cukup sulit dilalui untuk menemukan sebuah ikon yang dapat menggambarkan NTT secara umum. Adapula pohon cendana merupakan salah satu tumbuhan yang pernah  dan dapat tumbuh hampir diseluruh daerah di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu pohon cendana diasumsikan dapat menjadi salah satu ikon yang dapat menggambarkan ciri khas ormada NTT. Selain itu, ikon  pohon cendana diketahui belum digunakan pada komunitas atau organisasi ditempat lain sehingga menghindari bahaya plagiarisme dan lain sebagainya.

Berdasarkan alasan dasar diatas, dengan berbagai hasil diskusi dan musyawarah bersama yang dilakukan secara langsung maupun melalui grup media sosila (LINE), maka ikon dan nama Cendana disetujui menjadi ikon dalam pembuatan logo serta digunakan sebagai nama Ormada NTT. Sementara itu, pembuatan logo ini juga ditetapkan dengan pembuatan dasar filosofi logo tersebut yang terdiri dari beberapa gagasan, mimpi, dan tujuan bersama dengan asumsi bahwa “Pohon Cendana merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh dan bertahan hidup pada daerah kering dan berbatu yang tentunya menggambarkan kondisi morfologi daerah NTT yang gersang, kering, panas dan dipenuhi batu karang. Hal ini juga menggambarkan kokoh dan teguhnya masyarakat NTT yang bertahan hidup pada daerah nan gersang tersebut”. Pandangan ini kemudian diadopsi dan dimasukan kedalam mimpi bersama dengan cita-cita dan prinsip bahwa :

  1. Mahasiswa NTT yang datang ke Universitas Gadjah Mada, datang ke tanah rantauan yang keras dengan berbagai tantangan hidup, harus mampu bertahan dan menyesuaikan diri sebagaimana pohon cendana yang dapat bertahan pada kondisi lahan dan iklim yang sulit.
  2. Mahasiswa NTT harus dapat menjadi orang terdidik yang sukses dan dapat mengharumkan nama NTT di kanca nasional maupun internasional sebagaimana cendana yang harum dan mengharumkan nama NTT dan Indonesia di kanca internasional.

(Logo Gama Cendana keempat, Desain oleh Febri Minerva Salshina)

Asas dasar filosofi logo tersebut, kemudian diturunkan dalam beberapa butir penjelasan makna logo Gama Cendana yakni sebagai berikut :

  • Simbol atau ikon daun melambangkan kesuburan atau kesuksesan mahasiswa NTT yang dicapai melalui pendidikan (lihat hubungan kebawah, batang cendana menggunakan ikon atau sembol pena)
  • Simbol pena tersebut menggambarkan gagasan batang yang kokoh , batang yang kokoh ini merupakan gambaran ilmu yang harus dimiliki oleh mahasiswa NTT sebagai tiang atau kaki yang kokoh dengan wawasan luas yang menjadi perantara atau tempat bertumbuhnya daun kesuksesan.
  • Simbol atau ikon karang (lihat gambar karang berbentuk otak pada dasar pohon cendana) melambangkan media atau tempat bertumbuhnya pohon cendana yang keras dan tidak bersahabat, sehingga mahasiswa NTT harus siap belajar diatas karang atau iklim pendidikan yang sulit dan maju dipulau Jawa yang menuntut adaptasi dan daya tahan yang kuat sekuat kehidupan cendana diatas karang. Otak dari anak NTT harus siap dan terbuka menerima asupan pendidikan yang masuk seperti lubang-lubang batu karang yang siap menerima air hujan demi kehidupan dunia dibalik karang tersebut.
  • Tulisan Gama Cendana melambangkan bahwa, ikon pohon cendana yang berada dibawah tulisan itu  menggambarkan individu mahasiswa NTT di UGM bagaikan pohon cendana yang tumbuh diatas karang, berada dibawah lindungan dan dukungan Gama Cendana sebagai wadah berkumpulanya keluarga mahasiswa NTT di Universitas Gadjah Mada.
  • Lingkaran berbunga yang berada di bagian yang paling luar diadopsi dari lambang UGM yang menunjukan bahwa Gama Cendana dan Mahasiswa NTT yang terhimpun didalamnya berada dibawah lindungan dan pengawasan direktorat kemahasiswaan UGM. Oleh karena itu, Ormada NTT bukan merupakan Ormada yang terbuka untuk umum dalam hal ini mahasiswa NTT yang berasal dari universitas lain melainkan khusus bagi mahasiswa NTT yang berada di Universitas Gadjah Mada.

Proses pembuatan ADART, pembuatan nama, dan logo resmi tersebut tidak berlangsung lama sehingga peresmian berdirinya Gama Cendana berlangsung dalam tahun yang sama yakni tahun 2015 sekitar bulan oktober atau november 2015. Adapula tanggal 20 Juni 2015 yang tercantum pada paragraf pertama tulisan ini, ditetapkan sebagai tanggal lahirnya Gama Cendana yang diambil atau ditetapkan atas dasar pertemuan pertama kami untuk melakukan perkenalan dan membahas masalah mahasiswa baru yang berinisial A dan pertemuan tersebut disepakati sebagai hari lahirnya Gama Cendana. Sementara tanggal peresmiannya sendiri tidak sempat dicatat dan diingat dengan baik oleh seluruh rekan anggota Gama Cendana, pada intinya diresmikan sekitar akhir bulan oktober atau akhir bulan november. Peresmian ORMADA GAMA CENDANA juga dilakukan dengan pemilihan ketua dan perangkat organisasi lainnya, dimana ORMADA ini pertama kalinya dipimpin oleh saudara Yulianus Sandro Manti (Antropologi,2013) didampingi oleh wakilnya saudara Izoe Nisnoni (Arkeologi,2013). Selain ketua dan wakil, adapula beberapa perangkat pengurus harian yang turut diangkat pada waktu yang sama. Berikut ini merupakan susunan pengurus harian periode pertama adalah sebagai berikut,

  1. Ketua                        : Yulianus Sandro Manti (Antropolgi,2013)
  2. Wakil ketua             : Izoe Nisnoni (Arkeologi,2013)
  3. Sekretaris 1             : Sitia Tully (Biologi,2013)
  4. Sekretaris II             : Imelda Atitus (Perikanan,2014)
  5. Bendahara I             : Chamelia Blegur (Kehutanan,2013)
  6. Bendahara II           : Imma Naben (Kehuatan,2014)
  7. Koordinator Angkatan 2013 : Sherly Tangsa (Teknik Geologi,2013)
  8. Koordinator Angkatan 2014 : Jefry Oetpah (Ilmu Tanah,2014)
  9. Koordinator Angkatan 2015 : Leonardus Bima Ratu (Kehuatanan,2015)

Awal berdirinya, ormada ini memiliki anggota sebanyak 76 orang mahasiswa yang hanya meliputi mahasiswa Sarjana (S1) dan Sekolah Vokasi (D3/D4) tanpa melibatkan mahasiswa tingkat magister (S2) dan doktor (S3). Hal ini dilakukan karena ormada ini dianggap masih belum cukup stabil dalam berbagai hal sehingga perlibatan mahasiswa S2 dan S3 yang notabenenya terdiri atas orang muda dan orang tua dirasa belum cukup siap dilakukan. Hingga tulisan ini dipublikasikan, jumlah anggota Gama Cendana adalah sebanyak 96 orang dengan mahasiswa yang berasal dari berbagai pulau/daerah di Nusa Tenggara Timur. Adapula pada tahun 2017, Gama Cendana di pimpin oleh Jefry Oetpah dengan Wakilnya Indah Resi dan Leonardo Bima Ratu, serta pada tahun 2018 dipimpin oleh Nickolas Tani Sali (D3 Pariwisata,2016) dengan wakil Leonardo Bima Ratu (II) dan Ivan (Teknologi Pertanian,2016)

 

(Makrab sekaligus Pelantikan Ketua Gama Cendana Periode II, dokementasi pribadi)

Setelah memasuki tahun 2016, logo Gama Cendana kembali mengalami sedikit perubahan dengan filosofi yang tidak cukup jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Perubahan ini dilakukan atas dasar sulitnya percetakan logo Gama Cendana yang sebelumnya diatas media kain dalam pembuatan atribut ormada baik korsa mahasiswa maupun bendera dan lain sebagainya. Revisi yang dilakukan ini juga turut menambahkan ikon sasando dengan dasar bahwa meskipun mahasiswa NTT yang berada di UGM akan mengalami berbagai kesulitan, namun mereka harus tetap berbahagia dan senatiasa bersyukur dalam segala hal. Kebahagiaan yang dimaksud ini dilambangakn dengan gambar sasando yakni alat musik khas NTT yang berasal dari Rote Ndao. Alat musik ini memberikan gambaran akan suasana kebahagiaan melalui alunan musik yang mengajak tarian berdendang. “Seperti nada-nada dalam petikan dawai sasando, mahasiswa NTT diharapkan membawa harmoni keindahan di Universitas Gadjah Mada (Febri Minerva Salsinha,2015). Pengunaan warna hitam dalam logo melambangkan warna kulit khas orang NTT sekaligus ketegasan dalam bercakap. Adapula lingkaran yang mengelilingi sasando menunjukan hubungan kekeluargaan yang berkelanjutan dan tidak akan terputus selama-lamanya. Desain perubahan logo ini dikerjakan sepenuhnya oleh saudara Tedy Selan (D4 Teknik Geodesi UGM,2014). Perubahan logo untuk kelima kalinya ini diharapkan dapat menjadi perubahan logo yang terakhir kalinya.

(Logo kelima sekaligus logo resmi Gama Cendana, desain oleh Tedy Selan)

Setelah berdiri resmi dan diakui sebagai salah satu Ormada di Universitas Gadjah Mada, Gama Cendana telah ikut berpartisipasi dalam berbagai ajang yang diselenggarakan oleh UGM dan melibatkan seluruh Ormada yang terdaftar di Paguyuban Ormada UGM. Beberapa acara yang pernah diikuti oleh Gama Cendana diantaranya adalah Pasar Budaya tahun 2016, Cultural Festival tahun dan Pasar Budaya Tahun 2017, Festival Kuliner Nusantara tahun 2017. Selain itu, terdapat pula beberapa kegiatan internal yang dilakukan oleh Gama Cendana sendiri guna mengembangkan dirinya  dengan beberapa kegiatan seperti malam keakraban, acara natal dan tahun baru, makan bersama, jalan-jalan bersama, penyambutan mahasiswa baru,  hingga pembuatan diskusi publik untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan Nusa Tenggara Timur.

(Diskusi I Tahun 2017 isu rendahnya kualitas pendidikan di NTT,dokumentasi pribadi)

Beberapa kegiatan diatas, diantaranya terdapat sebuah kegiatan yang dianggap cukup menjadi prestasi bagi Gama Cendana yaitu keikutsertaan Gama Cendana dalam acara Festival Kuliner Nusantara yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada dan bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Dalam acara ini, untuk pertama kalinya Gama Cendana dapat bekerjasama dan berhasil mendatangkan pegawai Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur untuk ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Sekilas gambaran acara ini melibatkan berbagai Ormada yang mewakili 34 Propinsi di Indonesia untuk menampilkan kuliner khas daerahnya masing-masing yag kemudian diberikan penilain oleh juri nasional dan juga juri yang datangkan dari internasional.

(Publikasi Acara Festival Kuliner, dokuemntasi pribadi panitia)

Meskipun belum mendapatkan juara, namun NTT yang di wakili oleh Gama Cendana berhasil masuk kedalam 8 Propinsi yang mendapatkan penilian dari Juri sementara 26 kuliner propinsi lainnya hanya dipamerkan pada stand-stand kuliner Nusantara. Dalam festival ini, NTT berkesempatan untuk menampilkan kuliner khas NTT berupa tumisan daging se’i dan jagung bose dilengkapi sambal teri serta aneka kudapan kue rambut, kacang telur, gula hela, dan lain sebagainya.

(Stand Kuliner dan Peraga, Propinsi NTT Tahun 2017, dokumentasi pribadi)

Event lainnya seperti Festival Budaya dan Pasar Budaya, Gama Cendana berkesempatan mewakili NTT untuk tampil dalam fashion show dengan model yang mengenakan kain tenun yang berasal dari Rote Ndao dan Timor Tengah Selatan. Adapula stand Gama Cendana dihiasi oleh miniatur rumah adat NTT, minatur komodo, alat musik sasando, berbagai aneka kain tenun yang berasal dari berbagai suku di NTT, perlengkapan tarian caci yang berasal dari Manggarai serta aneka hiasan lainnya.

(Festival Budaya Tahun 2016, dokumentasi pribadi)

(Pasar Budaya Tahun 2016, dokumentasi pribadi)

 

Sekian sejarah singkat dari Ormada Nusa Tenggara Timur (GAMA CENDANA), semoga dapat bertahan dan terus menebar manfaat untuk mengharumkan nama NTT dikanca nasional hingga internasional dengan memegang teguh asas kekeluargaan yang solid dan bermartabat. Berikut ini merupakan beberapa nama anggota yang belum disebutkan pada beberapa penjelasan diatas namun tercatat pernah terlibat aktif dalam usaha berdirinya Gama Cendana serta berbagai kegiatannya di Universitas Gadjah Mada bahkan keaktifan mereka jauh lebih besar daripada keaktifan beberapa orang pengurus. Tentunya tanpa kerja keras seluruh anggota ormada ini maka apapun tak akan dapat kami capai, sehingga penghormatan dan rahmat semoga selalu tercurah kepada seluruh anggota gama cendana baik yang pernah menjadi pengurus maupun anggota luar biasa, ungkapan terima kasih hanya dapat terwujud melalui beberapa ulasan kata dibawah ini :

  1. Adolf federik
  2. Ambu Makaborang
  3. Angelina Demor
  4. Anggi Rihi
  5. Ari Asa
  6. Batona Monica
  7. Chici Trisanti
  8. Chrisevan Axel
  9. Echa Nia
  10. Edo
  11. Efra Sung
  12. Maria Gaetana Agnesi
  13. Eugin Bato
  14. Febby Senja Putri
  15. Gabriela Bunga Naen
  16. Hugo Nahak
  17. Imam Arifin
  18. Isny Tokan
  19. Ketsi
  20. Kristin Adriana Napa
  21. La Ode Jifran
  22. Maria F tunga
  23. Martha Sooai
  24. Melani Tarida
  25. Nethaa
  26. Nggeta (Andika)
  27. Noi Ester
  28. Noberth
  29. Ricky Batukh
  30. Risman Maran
  31. Stevano Oswyth
  32. There
  33. Trivandy
  34. Venta
  35. Yetri Tanoen
  36. Yosephina L.L

Catatan : Penulisan nama hanya berdasarkan abjad pada grup line

(Makrab dan launching korsa Gama Cendana Tahun 2016, dokumentasi pribadi)

 

(Natal dan Tahun Baru Bersama Tahun 2016, dokumentasi pribadi)

 

(Penyambutan Wisuda Tahun 2017, dokumentasi pribadi)

 

(Aktivitas Kultural Gama Cendana,dokumentasi pribadi)

(Diskusi dan sharing Gama Cendana dan Ormada Sumatera Utara,dokumentasi pribadi)

 

(LO tamu Dinas Pariwisata NTT di Yogyakarta,dokumentasi pribadi)

(Aktivitas Kultural,Jalan-Jalan Gama Cendana, dokumentasi pribadi)

 

Ledakan Penduduk Vs Perubahan Iklim

Jumat, Maret 16th, 2018

 

Ledakan Penduduk

Ledakan Penduduk (Sumber gambar : http://jehan-nabilah.blogspot.co.id)

Pertumbuhan penduduk dunia semakin hari meningkat dengan sangat cepat. Pada tahun 1 Masehi, jumlah penduduk sekitar 170-an juta, bergeser ke tahun 1800 Masehi jumlah penduduk meningkat menjadi sekitar 1 milyar orang. Seratus tahun berikutnya yakni tahun 1900-an jumlah penduduk dunia meningkat menjadi sekitar 2 milyar. Tatkala masuk pada tahun 2014, jumlah penduduk meningkat dengan sangat cepat yakni sebesar 7 milyar. Hal ini menunjukan bahwa semakin hari, jumlah penduduk meningkat dengan sangat cepat. Sebelum memasuki abad ke-19, jumlah penduduk meningkat dengan cukup lambat. Namun setelah masuk ke era abad ke-19 hingga abad ke-20, peningkatan jumlah penduduk bergerak dengan sangat cepat. Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sangat cepat ini tentunya berpengaruh pula pada ketersediaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya sandang dan pangan, begitupula dengan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal.

Menurut teori Malthus, pertumbuhan penduduk meningkat layaknya deret ukur sedangkan pertumbuhan bahan makan meningkat layaknya deret hitung. Setiap manusia yang lahir ke dunia tentunya membutuhkan pakaian, makanan, minuman dan tempat tinggal sehingga meningkatya jumlah manusia maka meningkat pula kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat tinggal yang sangat besar. Apabila ditinjau berdasarkan analisis ketersediaan sumberdaya alam dengan melihat pada paham pesimis akan habisnya sumberdaya alam di bumi, maka hal ini dapat menjadi masalah yang sangat besar. Besarnya jumlah penduduk menuntut adanya pembukaan lahan pertanian untuk mendukung ketersediaan jumlah bahan makanan, menuntut alih fungsi lahan pertanian atau hutan menjadi permukiman, dan lain sebagainyaDalam beberapa bahasan isu terkait kependudukan dan sumberdaya alam, maka terdapat sebuah statement menarik yang perlu dipahami dan dikaji lebih lanjut bahwa pada beberapa tahun yang akan datang spesifiknya sekitar tahun 2050 maka akan terjadi “perperangan” persaingan dalam memperebutkan bahan makanan, air bersih, energi dan tempat tinggal. Empat elemen ini tentunya berkaitan dengan alam, sehingga berbicara tentang ketersediaan sumberdaya alam maka tidak lepas pula dengan pembicaraan iklim.

Faktor iklim adalah salah satu elemen yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mendukung ketersediaan makanan, air bersih,energi dan bahkan tempat tinggal.  Pertanian yang berkaitan dengan bahan makanan sangat dipengaruhi oleh iklim, bahan pembuatan pakaian, bahan energi, seluruh komponen kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh iklim. Fenomenan iklim yang ekstrim dapat mengakibatkan bencana alam yang berakibat pada masalah gagal panen, krisis air bersih, kekeringan kebakaran, banjir, longsor dan lain sebagainya. Hal ini semakin diperparah oleh kemajuan teknologi guna memenuhi kebutuhan manusia, seperti pengunaan teknologi dengan bahan bakar fosil  pada bidang transportasi dan industri.  Fenomena pembangunan dalam beberapa kasus tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan menjadi salah satu faktor kerusakan lingkungan yang dapat diperparah oleh fenomena iklim yang cukup ekstrim.  Pengunaan teknologi yang kurang tepat berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia berdampak pada pemanasan global.

Climate_Change (sumber gambar                                           perspektifofficial.com)

Pemanasan global merupakan fenomena peningkatan temperatur rata-rata permukaan bumi (SOS, 2011). Berdasarkan hasil anlisis geologi, temperatur planet Bumi telah meningkat beberapa derajat dibandingkan dengan 20.000 tahun yang lalu ketika zaman gletser. Pada awalnya, perubahan temperatur ini meningkat dengan cukup lambat yakni sebesar 0,2°C sejak tahun 1000 hingga awal abad ke-18.  Namun sejak tahun 1850 peningkatan temperatur Bumi mulai meningkat sekitar 0,35°C hingga meningkat menjadi 0,55°C pada tahun 1990-2000. Menurut IPCC (2012), temperatur dipermukaan bumi hingga tahuun 2010 telah  mencapi 0,85° sedangkan permukaan air laut naik sekitar 19 cm. Naiknya permukaan air laut ini disebabkan oleh mencairnya es dikutub akibat temperatur yang cukup tinggi. Meningkatnya temperatur dipermukaan bumi, sebagain besarnya disebabkan oleh efek gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metan, dan flourin. Emisis gas karbon yang datang dari revolusi indutri memberikan sumbangsih atas pemanasan global sekitar 40%Meningkatnya perubahan temperatur  yang berdampak pada perubahan iklim ini akan mengakibatkan masalah yang besar kepada berbagai sektor yang mendukung pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu sumberdaya alam yang mampu mengurangin efek pemanasan global adalah sumberdaya hutan. Namun meningkatnya jumlah penduduk akan berakibat pada meningkatnya kebutuhan lahan sehingga dalam beberapa kasus, hutan akan dirubah menjadi daerah permukiman, indutri, pertanian dan peternakan. Hal ini tidak dapat dihindari karena beberapa hal tersebut merupakan kebutuhan primer manusia. Meskipun pada elemen permukiman telah diantisipasi dengan sistem pembangunan gedung secara vertikal, namun hal ini masih belum cukup memberikan pencegahan yang besar pada fenomena alih fungsi lahan.

Fenomena alih fungsi lahan yang berakibat pada semakin menyempitnya daerah hutan akan semakin mengurangi sumbangsih hutan dalam mengurangi pemanasan global. Sedangkan pada saat yang bersamaan, ketika hutan semakin sedikit, aktivitas manusia yang memberikan sumbangsih pada pemanasan global semakin besar. Sehingga dapat diasumsikan sementara bahwa meningkatnya pertumbuhan penduduk dengan menimnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim akan menjadi masalah yang cukup krusial. Hal ini juga akan berbeda bahkan semakin parah apabila dikaitkan dengan dampak perubahan iklim pada penduduk miskin.

Secara umum, pertambahan jumlah penduduk yang datang dari kalangan penduduk kelas menengah kebawah atau penduduk miskin akan merasakan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan kelas ekonomi menengah ke atas. Dimana, penduduk dengan kelas ekonomi menengah keatas akan berusaha mencari solusi dengan kelebihan cost yang ada untuk berdapatasi dengan fenomena perubahan iklim, seperti membangun tempat tinggal yang jauh dari ancaman bencana, menggunakan perabotan rumah tangga berteknologi tinggi seperti pendingin ruangan. Begitupula dengan pengunaan kendaraan bermotor, perabotan rumah tangga dan lain sebagainya khususnya pada perkembangan teknologi untuk pemenuhan kebutuhan manusia namun berdampak buruk pada lingkungan. Sementara penduduk miskin dengan jumlah anggota rumah tangga yang banyak,namun bermukim pada daerah-daearah rawan bencana akan terkena dampak yang cukup besar. Rendahnya pendapatan ekonomi juga akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan seperti mahalnya harga makanan, air bersih dan tempat tinggal yang nyaman dan jauh dari ancaman bencana.

Solidaritas

Kolaborasi (sumber gambar : http://fai.um-surabaya.ac.id)

Meskipun demikian kita perlu tetap optimis akan kemajuan suatu daerah sehingga jumlah penduduk miskinpun akan semakin berkurang dan dampak perubahan iklim dalam jangka panjang akan dapat diatasi dengan pola adaptasi masyarakat dengan berbagai inovasi teknologi khususnya teknologi yang ramah lingkungan. Terlepas dari seluruh elemen permasalhaan tersebut, maka dibututuhkan adanya kerjasama oleh seluruh elemen masyarakat baik pemerintah, para ilmuwan, pelajar, khususnya masyrakat awam untuk saling bekerjasama dalam mengatasi masalah perubahan iklim. Perlu adanya edukasi yang masif kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kelestarian lingkungan serta senantiasa berusaha memastikan kesejahteraan anggota keluaganya dimasa depan. Orang tua wajib memastikan anak-anak yang dilahirkan akan sejahtera dan tida kekurangan sumberdaya dimasa depan. Pengunaan sumberdaya yang bijak perlu diperhatika dengan baik, paham bahwa sumberdaya yang ada hari ini juga harus dapat dinikmati oleh anak cucu dimasa depan harus menjadi paham dan perhatian bersama. Melihat fenomena perubahan iklim yang terus berlangsung, sebuah pasangan yang berencana menambah anggota keluarga harus dapat memastikan keberlanjutan kehidupan anaknya dimasa depan baik kebutuhan makanan, air bersih, pakaian, tempat tinggal dan energi serta kepastian pemenuhan kebutuhan yang tidak semakin memperparah kondisi bumi yang kemudian dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri dan seluruh penduduk dipermukaan bumi.  Seluruh penduduk di permukaan bumi harus paham dan sadar dengan masalah ledakan penduduk dan fenomena perubahan iklim sehingga dapat bekerjsama untuk mencapai keadilan pemenuhan kebutuhan manusia untuk seluruh penduduk bumi. Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam dengan luasan hutan yang cukup besar harus sadar akan pengaruhnya terhadap kehidupan umat manusia pada belahan bumi yang lain dalam hal ini yang memiliki lahan kritis dan sulit ditumbuhi berbagai aneka tumbuhan hutan. Begitupula dengan negara lain yang mengunakan berbagai teknologi industri yang memberikan sumbangsih pada pemanasan global harus sadar akan dampaknya pada kehidupan seluruh umat manusia, hewan dan tumbuhan.

Revitalisasi Kebijakan Penduduk

Kamis, Februari 15th, 2018

Proyeksi Penduduk Indonesia (Sumber Gambar :                                              Presentasi Dr. Wendy Hartanto)

Konsep kependudukan secara umum membahas dua hal utama yang berkaitan dengan kuantitas penduduk yakni fertilitas; mortalitas; dan  migrasi, serta kualitas penduduk yang berkaitan dengan kualitas hidup dan indeks kebahagiaan. Berbagai fenomena yang berkaitan dengan kuantitas penduduk diantaranya berkaitan dengan jumlah, persebaran, kepadatan, struktur umur, komposisi, jenis kelamin, status ekonomi, status perkawinan. Adapula fenomena yang lebih luas dan berkaitan dengan dunia masyarakat seperti ideologi politik,ekonomi, sosial,budaya, pertahanan,keamanan,lingkungan hidup.

Melihat fenomena ini maka setiap individu warga Indonesia memiliki peranan yang penting baik dalam tingkat keluarga maupun dalam lingkup komunitas masyarakat . Secara umum, berbicara mengenai kependudukan, salah satu fenomena yang tengah hangat diperbincangkan dalam berbagai lembaga kependudukan di dunia secara khusus di Indonesia adalah mengenai fenomena peningkatan jumlah penduduk, sejak tahun 1900-an hingga tahun 2010, penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis dengan jumlah 40-an juta hingga mencapai 260-an juta.

Apabila dianalisis berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2010 hingga tahun 2035, apabila pertumbuhan penduduk tetap berada pada angka yang sama yakni 1,49% maka dapat diproyeksikan penduduk Indonesia dapat mencapai jumlah 300 juta jiwa. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, besarnya jumlah penduduk ini hamper 60% menempati pulau Jawa. Sedangkan sekitar 20%nya menempati Pulau Sumatera dan sisanya kurang dari 25% menempati Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara bahkan kurang dari 5% menempati Maluku dan Papua. Jumlah persebaran penduduk yang tidak merata ini kemudian menjadi satu masalah tersendiri yang  berkaitan dengan penduduk di Indonesia, dimana hal ini turut memberikan sumbangsih yang besar dalam program pembagunan di Indonesia. Fenomena persebaran penduduk yang tidak merat ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kemudahan akses pendidikan, lapangan pekerjaan atau aktivitas ekonomi dan lain sebagainya yang terpusat di Pulau Jawa.

Besarnya kuantitas penduduk ini kemudian menjadi potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembagunan khususnya pada potensi jumlah peduduk usia muda. Namun yang menjadi tantangan pemanfaatan potensi tersebut adalah terkait kualitas penduduk. Menurut Bapan Pusat Statistik tahun 2017, indeks pembanguna manusia di Indonesia telah mencapai angka 70,18 sejak tahun 2010. Hal ini tentunya harus dapat dimanfaatkan serta ditingkatkan untuk mendukung pembangunan sumberdaya manusia Indonesia yang berkelanjutan untuk mencapai cita-cita negara maju yang sejahtera.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2025 dan puncaknya pad tahun 2028 hingga tahun 2030 Indonesia akan memperoleh suatu kesempatan besar yang berkaitan dengan kependudukan atau umum disebut dengan bonus demografi. Bonus demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia produktif (usia 15 – 64 tahun) memiliki jumlah 2 kali lipat atau lebih dari jumlah penduduk usia tidak produktif yakni penduduk usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Namun fenomena ini tidak terjadi secara merata diseluruh propinsi di Indonesia dimana sebagain besar berada di Pulau Jawa dan Sumatera. Bonus demografi ini tentunya harus dapat dimanfaatkan dengan baik agar menjadi modal pembangunan bukan menjadi beban pembangunan.

Berbagai strategi perlu dilakukan oleh pemerintah untuk memanfaatkan potensi tersebut baik strategi jangka pendek maupun jangka panjang. Secara umum fokus dari pemanfaatan potensi tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia atau penduduk usia produktif tersebut. Hal ini juga didukung oleh berbagai teori yang menjelaskan bahwa pentingnya kualitas sumberdaya manusia bagi kemajuan suatu bangsa, dimana penduduk merupakan objek dan subjek dari pembangunan.

Potensi penduduk ini kemudian telah mulai di perhatikan oleh pemerintah, dimana salah satu bentuk realiasisnya berupa ditetapkannyanya 9 agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita Presiden RI Joko Widodo tahun 2015-2019) dengan 3 point utama yang berkaitan dengan kualitas penduduk. Diantarnya terdapat pada point penting berada pada prioritas ke 5 yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dengan berbagai strategi, meningkatkan produktivitas rakyat (point ke-6), dan point ke 8 yakni melakukan revolusi karakter bangsa.

Berdasarkan berbagai potensi dan tantangan diatas, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan potensi besarnya kuantitas penduduk serta meningktkan kualitas penduduk di Indonesia yang secara umum adalah menjadikan penduduk sebagai titik sentral pembangunan. Perlu dipahami bahwa keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh kualitas penduduk bukan oleh ketersediaan sumberdaya alam. Hal ini disebabkan karena penduduk merupakan obyek dan subyek dari pembangunan dimana pembangunan yang dilakukan harus berorientasi pada potensi dan kebutuhan penduduk.

Selain itu terdapat beberapa kerangka kebijakan penduduk yang terdiri atas beberapa hal, seperti pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, penataan persebaran penduduk, serta peningkatan kualitas adiministrasi kependudukan. Adapula lebih rinci, terdapat beberapa kebijakan program kependudukan yaitu :

  1. Menyerasikan kebijakan kependudukan disetiap tingkat wilayah
  2. Penyusunan rancangan induk pembangunan kependudukan (GDPK)
  3. Mengitegrasikan indicator kebijakan kependudukan ke dalam RPJMD
  4. Mengintegrasikan isu kependudukan didalam pembelajaran di sekolah dan terbentuknya sekolah berwawasan kependudukan
  5. Merumuskan solusi strategis terhadap dampak kependudukan
  6. Menyediakan data dan infoemasi kependudukan serta memetakan data dan informasi kependudukan sampai wilayah administrative terendah

 

Berbagai program kependudukan diatas juga tentunya harus memperhatikan grand design pembangunan kependudukan sesuai Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014. Secara umum dapat disimpulkan bahwa startegi pembangunan kependudukan yang harus diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat adalah mengenai pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk serta pemerataan persebaran penduduk di Indonesia. Berbagai strategi yang dilakukan oleh pemerintah  ini tentunya membutuhkan dukungan yang besar dari masyarakat yang berkedudukan sebagai objek dan subjek pembangunan.

Berdasarkan hasil pemaran diatas maka terdapat beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah terkait yakni :

  1. Selain point ke 5, ke 3 dan point ke 8 Nawa Cita, lembaga penanganan masalah kependudukan juga perlu mendukung point ke 6 dan ke 7 yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas rakyat (point ke 6) yang berarti mengarah pada peningkatan kualitas SDM yang berkaitan dengan kreatifitas masyarakat. Adapula point ke 7 yang berkaitan dengan perwujudan kemandirian ekonomi yang juga tentunya menuntut perbaikan kualitas SDM yang kreatif, inovatif serta berwawasan luas dan mampu berdaptasi dengan perkembangan jaman.
  2. Perlu adanya sosialiasi yang intesif melalui berbagai program yang kreatif untuk menarik partisipasi masyarkat khususnya masyarakat pada daerah-daerah tertinggal, bagi kaum muda agar dapat mendukung program yang dicanangkan oleh pemerintah. Hal ini semata-mata untuk menyiapkan penduduk sejak usia dini untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman kedepannya serta hal-hal yang perlu disiapkan oleh masyarakat. Sehingga realisasi dari berbagai kebijakan yang dilakukan dapat berjalan lebih cepat, dimana pemerintah dan masyarakat mengambil andil didalamnya, saling mendukung dan bekerjasama demi terwujudnya Indonesia yang maju dan sejahtera. Sebagaimana pelajaran yang dapat diambil dari sejarah bangsa Jepang yang berkembang dengan cepat melalui perbaikan kualitas sumberdaya manusia.

Sumber tulisan : Catatan Kuliah Kebijakan Penduduk

Strategi Adaptasi Lingkungan Sebagai Pemimpin Baru

Senin, Januari 8th, 2018

                   (Sumber gambar : Google)

Jabatan sebagai pemimpin merupakan salah satu posisi yang cukup sulit untuk diraih oleh seseorang. Posisi pemimpin tidak serta merta datang menghampiri seseorang yang belum siap menerimanya, seperti sebuah kata bijak pada umumnya bahwa amanah tidak akan pernah “salah” memilih pundak. Artinya, orang-orang yang telah terpilih menjadi seorang pemimpin adalah orang-orang pilihan yang tentunya memiliki kualifikasi khusus atau dapat diakatakan bahwa ia memiliki suatu kelebihan yang tidak dimliki oleh orang lain pada umumnya. Mereka adalah orang-orang terbaik yang telah dianggap mampu oleh orang yang memilihnya sebagai seorang pemimpin. Terlepas dari itu tentunya kita tak akan lupa dengan kata bijak lainnya bahwa semua orang dapat menjadi pemimpin, namun tak semua orang memiliki jiwa kepemimpinan. Dalam hal ini, pemimpin yang dimaksud dapat ditemui pada berbagai posisi baik pemimpin bagi dirinya sendiri, pemimpin dalam keluarga, pemimpin dalam sebuah komunitas, pemimpin perusahaan atau pemimpin organisasi-organisasi dalam kehidupan sehari-hari. Maka, dalam artikel ini penulis akan mencoba menguraikan beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk beradaptasi dalam dunia organisasi sebagaimana beberapa pengalaman yang pernah dialami oleh penulis sebagai seorang pemimpin dalam beberapa jabatan, di beberapa organisasi dengan kultur yang berbeda khususnya organisasi dalam lingkungan Kampus.

Sebelum memasuki pembahasan mengenai startegi beradaptasi, saya akan mencoba memberikan sedikit pengantar dari pengalaman saya terkait kultur mahasiswa di kampus tempat saya belajar, serta kultur yang dibangun dalam organisasinya sendiri. Secara umum, mahasiswa di kampus ini (salah satu kampus terbaik di Indonesia) dalam beberapa kasus tertentu dianggap sangat rendah hati. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang cerdas yang dianggap mampu mengemban sebuah amanah. Namun pada umumnya orang-orang cerdas tersebut enggan untuk mengajukan diri sebagai seorang pemimpin. Belum sampai pada seorang pemimpin, bahkan untuk sekedar menjawab pertanyaan dosen dalam sebuah ruang kuliahpun mereka enggan untuk melakukannya. Mereka akan berbicara ketika ditunjuk secara lansung oleh dosen untuk memberikan opininya. Bukan tak tahu jawabannya, namun mereka memilih diam dan kemudian menjawab jika ditunjuk dengan asumsi lebih baik diam daripada dianggap sok pintar, atau sok tau, atau sok yang lainnya. Hal ini juga kemudian menjalar pada budaya dalam organisasi kampus (tentu ada sisi negatif dan postifnya).

Secara umum, para anggota dalam sebuah organisasi di kampus ini sering enggan mengajukan diri untuk menjadi seorang pemimpin. Banyak pula dari mereka yang apabila ditunjuk atau diajukan dengan sistem lobby tetap menolak untuk menjadi seorang pemimpin. Berbagai alasan seperti akademik, orang tua, pekerjaan atau kesibukan lainnya sering kali menjadi alasan bagi mahasiswa pada umumnya untuk terjun sebagai seorang pemimpin dalam dunia organisasi. Hal ini kemudian berdampak pada terpilihnya orang-orang “biasa” menjadi seorang pemimpin. Fenomena ini kemudian mengakibatkan adanya masalah krisis kepemimpinan dalam organisasi-organisasi kampus. Terpilihnya orang-orang biasa tersebut kemudian memilki masalah tersendiri bagi diri mereka. Secara langsung mereka memilih untuk berkorban lebih banyak lagi, namun disisi lain banyak kekurangan yang perlu mereka penuhi. Banyak dari mereka belum memiliki bekal yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin. Akibatnya sebagai besar waktu yang ia miliki selama menjadi seorang pemimpin rentan dihabiskan untuk beradaptasi dengan lingkungaan tempat ia memimpin. Hasilnya berbagai program kerja yang direncanakan sering tertunda akibat lamanya masa adaptasi. Oleh karena itu maka dirasa perlu oleh penulis memberikan beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk menjalani masa transisi jabatan dengan singkat dan berkwalitas.

Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh seseorang yang memperoleh kesempatan untuk menduduki bangku pemimpin adalah dengan mencari informasi terkait latar belakang organisasi tempat ia akan memimpin. Seperti informasi terkait pemimpin yang lebih tinggi darinya, seperti apa kultur organisasi tersebut, visi misi apa saja yang ingin dibangun oleh organisasi tersebut dan lain sebagainya. Selain informasi umum terkait organisasi tersebut, ia sangat perlu mengetahui jabatan apa yang ia terima, apa saja yang perlu dikerjakan oleh divisinya, apa saja arahan kerjanya (tugas, tanggungjawab, wewenang), siapa saja yang akan ia pimpin, siapa saja yang dapat ia andalkan, atau siapa saja orang penting dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat ia ketahui dari hasil wawancaranya dengan pemimpin sebelumnya serta orang yang mengangkatmya sebagai seorang pemimpin yang baru.

Langkah kedua adalah dengan melakukan evaluasi terhadap divisi atau organisasi yang ia pimpin. Apa saja permasalahan yang pernah terjadi, yang sedang terjadi namun belum terselesaikan, serta menganilisis hal-hal yang dapat terjadi kedepannya. Setelah melakukan evaluasi maka ia juga wajib mulai memikirkan solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Adapula hal-hal yang perlu dianalisis dapat meliputi kanca internal maupun ekternal, termasuk dengan membuat analisis SWOT dan membuat rencana strategis (Renstra) yang dapat digunakan sebagai panduan dalam bekerja. Berbagai hal ini dapat anda ketahui dengan melibatkan para pemain sebelumnya. Perlu diingat bahwa dalam tahapaan ini sangat penting untuk menurunkan rasa egois, atau keinginan untuk membantah dan menyalahkan hal-hal yang telah terjadi sebelumnya. Anda hanya perlu mendengarkan dengan baik, mencatat, menganalisis dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Hal-hal yang baik perlu diadopsi, dikembangkan dan diterapkan dalam masa kepemimpinan anda.

Langkah ketiga, setelah mengetahui informasi yang berkaitan dengan anggota, staff ahli, atau orang-orang yang memiliki peranan dalam pekerjaan anda, maka segera dekati mereka. Cari tahu dan kenali dengan baik siapa yang akan membantu anda dalam bekerja, kenali kekuatan dan kelemahan mereka, lakukan pendekatan dengan cara yang baik dan pastikan bahwa mereka siap membantu anda dalam menjalankan tugas. Perlu anda ketahui bahwa sehebat apapun anda, jika anda bekerja sebagai pemimpin dalam sekelompok orang maka anda tidak akan dapat melakukan banyak hal apabila anda tidak dapat merangkul atau bekerjasama dengan staff atau orang-orang yang memegang kunci dan posisi srategis pada tempat anda memimpin. Lakukan pendekatan kultural yang baik dapat berupa ajakan untuk makan bersama, bepergian bersama, atau hal-hal lain yang dapat anda lakukan untuk mendekati para calon partner anda.

Langkah keempat yang perlu anda lakukan adalah dengan melakukan wawancara secara detail kepada pemimpin sebelumnya terkait hal-hal internal yang tidak dapat anda ketahui dari informan umum lainnya. Informasi ini dapat berupa masalah keuangan, kebijakan yang tersirat, etos kerja hingga hal-hal sensitif sekalipun seperti masalah pribadi anggota, masalah sentimen, hingga masalah yang mungkin saja berkaitan dengan diri anda sendiri. Hal-hal yang perlu diwaspadai, hal yang perlu diatasi dengan strategi tertentu, sikap atau tidakan dalam kondisi tertentu, persiapan moral dan mental serta lain sebagainya yang dirasa perlu untuk diketahui termasuk sistem pembagian tugas dan posisi atau jarak antara pemimpin dan aggota atau staff. Anda juga perlu mengetahui wahana, media atau kegiatan seperti apa yang dapat anda lakukan untuk menemui para anggota, staff, dan orang-orang penting yang berada disana. Berkaitan dengan informasi para anggota atau staff juga dapat anda peroleh dari catatan personalia atau bagian organisasi yang mengurusi data dan informasi seluruh anggota tersebut. Anda dapat menghubungi bagian pengembangan sumberdaya manusia, kaderisasi, atau dalam beberapa organisasi tertentu disebut dengan Human Resorce Development (HRD). Selain berkaitan dengan anggota atau partner keja, anda juga perlu mengetahui siapa saja yang harus anda patuhi, apa saja aturan yang harus anda terapkan sebagai seorang pemimpin,

Langkah kelima, anda perlu mengetahui standarisasi yang diterapkan dalam organisasi tersebut baik input, proses maupun output. Anda perlu mengetahui sejauh mana organisasi tempat anda bekerja telah menetapkan standar dalam berbagai produk yang dikeluarkan dan sejauh mana organisasi ini melangkah membangun relasinya. Selain standarisasi anda perlu mengetahui dokumen-dokumen penting yang perlu anda baca dan dijadikan sebagai referensi. Dokumen ini dapat berupa dokumen arahan kerja, dokumen laporan pertanggungjawaban, dokumen tata gerak dan tatabarisan, ADART, dan lain sebagainya. Dalam berbagai dokumen tersebut anda perlu mengetahui adakah hal-hal yang bersifat rahasia dan hanya perlu diketahui oleh orang-orang tertentu ? masalah yang bersifat rahasia dapat berasal dari diri anggota, organisasi maupun dari diri pemimpinnya sendiri yang saling berkaitan satu sama lain. Belajarlah sebanyak mungkin dari berbagai dokumen, hasil wawancara, maupun sumber-sumber lain yang dapat meningkatkan wawasan anda sebagai seorang pemimpin yang baru.

Langkah keenam dari strategi beradaptasi sebagai pemimpin yang baru adalah dengan mempelajari sitem komunikasi dengan anggota. Setiap orang biasanya memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga anda perlu mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang-orang yang akan bekerja dengan anda dalam masa kepemimpinan ini. Pendekatan dan pola komunikasi ini akan berkaitan dengan dampak pengambilan kebijakan yang anda lakukan. Bagaimana caranya agar anda dapat membangun prinsip dan pola pikir sejalan dengan visi anda, hal ini tentunya dipengaruhi oleh pola komunikasi dan pola interaksi dalam organisasi atau divisi tersebut. Terlepas dari itu anda juga memiliki beban tersendiri untuk meningkatkan kinerja divisi atau tempat anda memimpin dengan tanpa menjatuhkan pemimpin sebelumnya atau secara langsung menunjukan kegagalannya ataupun juga dengan memperbaiki kinerja para anggota tanpa secara langsung menunjukan kekurangan mereka. Pastikan ada komunikasi dan keterbukaan yang cukup antara anda dan anggota atau staff, anda dengan pemimpin sebelumnya dan keterbukaan dengan atasan anda.

Langkah terakhir yang perlu anda lakukan adalah  memastikan bahwa setiap elemen yang akan berhubungan dengan anda baik staff, partner atau pihak lain telah mengetahui bahwa anda adalah pemimpinnya. Hal ini dapat anda pastikan dengan membuat suatu acara kultural untuk bertemu dengan seluruh staff, atau dapat pula dengan mengirimkan surat atau pesan kepada semua orang yang berisikan visi misi, tujuan prinsip atau mimpi dan semangat yang ingin anda bangun bersama mereka. Pastikan bahwa pesan yang tersampaikan juga mengandung rasa hormat kepada semua orang dan ajakan untuk bekerjasama, bekerja dengan prinsip dan semangat yang sama.

Akhirnya pastikan semua informasi yang telah anda peroleh dapat anda kelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung kinerja anda. Gunakan semua evaluasi untuk menjadi bahan referensi dan pastikan anda tidak melakukan kesalahan yang sama. Jangan lupa untuk senatiasa mencari informasi yang berkaitan dengan hal-hal kultural. Informasi yang bersifat struktural dapat anda peroleh dengan membaca berbagai dokumen dan referensi lainnya. Masalah yang berkaitan dengan internal atau sifat dan karakter staff hanya dapat anda ketahui melalui wawancara secara lansung pada pemimpin sebelumnya. Anda harus menghilangkan berbagai sifat egois dan angkuh yang membuat anda enggan untuk mencari informasi dari pemimpin sebelumnya.

Pastikan bahwa kemajuan dari kinerja kepemimpinan anda bukan melalui pemanfaatan kesalahan pemimpin sebelumnya. Ingatlah bahwa anda tak dapat menjadi pemimpin pada posisi anda sekarang tanpa adanya pemimpin sebelumnya. Dan lagi anda harus siap menerima karakter atau staff yang memilki kemampuan lebih dari anda. Lihatlah hal itu sebagai potensi untuk saling melengkapi. Anda telah tiba pada zaman dimana anda tak dapat bekerja dengan kemampuan anda sendiri melainkan dengan berkolaborasi. Manfaatkan berbagai potensi dan kemampuan yang ada untuk bangkit dan maju bersama. Anda juga perlu yakin dan percaya bahwa anda adalah pemimpinnya. Anda yang telah terpilih. Maka anda adalah orang terbaik yang pernah ada dan pastikan bahwa anda tidak akan mengecewakan orang-orang yang telah memberikan kepercayaannya kepada anda. Percaya diri, dan cobalah untuk menghormati diri anda sendiri sebelum meminta orang lain melakukannya dan jangan lupa untuk memastikan bahwa anda patut dihormati. Sekian

 

Tradisi Membunuh Ku

Sabtu, Januari 6th, 2018

Tradisi Membunuh Ku
(Tradisi Orang Timor)

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu propinsi yang kaya akan suku, budaya, bahasa dan adat-istiadat. Suku Timor adalah satu dari ratusan suku yang terdapat di Propinsi NTT dengan nama suku sebenarnya adalah suku Dawan. Sebutan suku Timor sendiri muncul dari kebiasaan masyarakat pendatang yang menyebut orang-orang Dawan dengan sebutan orang Timor yang berarti orang yang mendiami pulau Timor. Secara umum, Pulau Timor terbagi atas dua bagian yaitu Pulau Timor bagian Timur  (Timor Timur) yang kini menjadi Negara Timor Leste dan Timor Barat yang terbentang dari Kota Atambua hingga wilayah paling barat yakni Desa Tablolong-Kupang Barat. Suku Dawan sendiri pada umumya mendiami Pulau Timor bagian Barat yang mana Timor Barat inipun terbagi lagi dalam berbagai kelompok masyarakat dengan jenis budaya yang sedikit berbeda. Pada umumnya cukup terkenal dengan beberapa kelompok masayarakat yakni Amanuban, Amanatun, Amafoang, Amarasi, Mollo, dan lain sebagainya. Menurut Folklor atau cerita rakyat, dahulu pembagian masyarakat ini berasal dari beberapa julukan yang diberikan kepada tokoh adat di daerah Timor Barat. Semoga dapat dibahas dalam kesempatan berikutnya.

Topik pembahasan kali ini saya ambil dari salah satu kelompok masyarakat diatas yakni masyarakat di daerah Amanuban. Adapula penulisan artikel ini murni sebagai opini pribadi dan tanggapan atas penyalahgunaan budaya yang “salah” oleh beberapa oknum dengan latar belakang sebagai orang Timor Amanuban. Kisah dalam tulisan ini juga murni merupakan pengalaman pribadi dengan tanpa berusaha mengeneralisir seluruh kalangan masayarakat Amanuban. Telah kita ketahui bersama bahwa kebudayaan merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak terkecuali dengan budaya orang Timor Amanuban. Kekayaan budaya ini sesungguhnya perlu dilestarikan agar tidak ikut larut dalam seleksi alam, dimana yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan lebur termakan oleh zaman. Namun berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami, maka saya pikir akan lebih baik jika budaya masyarakat tradisional tersebut dihilangkan dan sebaiknya dikubur secara paksa agar dapat hilang dengan pembalasan yang memuaskan.

Kebudayaan yang dimilki oleh orang Timor Amanuban tentu sangat melimpah, dimulai dari kebudayaan untuk menyambut kelahiran seorang anak, prosesi kelahiran, kehidupan sehari-hari, pernikahan, rumah tangga hingga budaya-budaya yang perlu dilakukan dalam upacara kematian. Selain itu adapula kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat baik kepercayaan akan keberadaan Tuhan, pemanfaatan ilmu sihir dengan kepercayaan mistis, penyembahan benda-benda keramat, kepercayaan akan kuatnya pengaruh roh para leluhur dan lain sebagainya. Hal ini tentunya menarik untuk dikaji lebih lanjut dengan memperhatikan manfaat akan keberadaan budaya tersebut, namun kali ini saya akan memberikan sedikit opini yang berlandaskan pada pengalaman pribadi dengan melihat dari sudut pandang “korban” penyalahgunaan budaya seperti linta darat berbisa yang membunuh secara perlahan tanpa adanya pengampunan sedikitpun. Tak peduli siapa yang ia bunuh, siapa yang menjadi korbannya, seakan tertawa dengan keras sembari berkata “saya tak peduli, itu bukan urusan saya” meskipun dalam hal ini korban yang berjatuhan adalah saudaranya sendiri.

Fenomena ini berawal dari keberadaan budaya yang kami anut sekeluarga yakni budaya Timor Amanuban. Seperti yang telah disebutkan diatas akan banyakya peraturan budaya tak tertulis yang harus dijalankan oleh seseorang dengan latar belakang orang Timor yang tentunya tidak dapat dijabarkan satu per satu dalam tulisan ini. Saya hanya mencoba menyampaikan beberapa bagian yang menurut saya sangat penting untuk dikaji kembali oleh masyarakat setempat. Saya pikir kisah ini berawal dari sebuah cerita romantis akan pertemuan dua insan manusia yang saling mencintai dan berusaha untuk saling menjaga satu sama lain dengan cara yang lebih baik yakni melalui ikatan pernikahan dengan tanda lingkaran tak berhujung dijari manis keduanya. Namun agar dapat mengaitkan jari-jemarinya pada lingkaran tak berhujung itu membutuhkan cara dan proses yang cukup panjang. Kata salah seorang teman kala itu “akan jauh lebih baik jika saya menghamili si gadis agar dapat menikahinya dengan cara yang mudah”. Saya pikir kalimat ini mungkin menjadi salah satu faktor tingginya angka perkawinan usia muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dan, ah ya kembali lagi kepada kisah dua insan yang akan mempersiapkan acara pernikahannya. Persiapan ini dapat dikatakan cukup lama mungkin berkisar dalam rentan waktu 2 hingga 3 tahun.

Persiapan yang dilakukan tentunya cukup banyak, baik dari persiapan finansial, fisik, alokasi waktu hingga yang terpenting adalah persiapan mental untuk menghadapi sejumlah tahapan yang perlu dilalui untuk dapat hidup bersama saling menjaga hingga ajal menjemput. Sejumlah persiapan itu tentunya cukup normal untuk kalangan masyarakat di Indonesia yang  masih cukup kuat dalam melestarikan budayanya, namun yang menjadi permasalahan disini adalah  kebudayaan Amanuban yang mewajibkan keberadaan Atoin Amaf   yang datang dari negeri antah berantah. Atoin Amaf  merupakan istilah yang diambil dari Bahasa Dawan yang berarti orang tua. Namun perlu diketahui bahwa orang tua atau Atoin Amaf yang dimaksud disini bukan ditujukan kepada orang tua kandung dari pasangan yang akan menikah, melainkan ditujukan kepada saudara laki-laki dari Ibu mempelai perempuan yang akan menikah atau dalam kalangan masyarakat umum sering disebut dengan istilah “Om atau Paman, Pak De, Pak Le” dan sejenisnya.

Dalam budaya Amanuban, ketika seorang wanita akan menikah maka Atoin Amaf  tersebut wajib hadir dalam acara pernikahannya (kasusnya akan berbeda apabila Ibu mempelai perempuan tidak memiliki saudara laki-laki). Keberadaan Om atau Atoin Amaf dalam prosesi pernikahan merupakan hal yang sangat vital karena selain sebagai salah satu anggota keluarga yang penting, Atoin Amaf juga memiliki peranan yang besar dalam menentukan besarnya maskawin atau belis (dalam bahasa dawan) yang harus dipenuhi oleh sang mempelai laki-laki agar dapat menikahi gadis pujaannya. Sampai detik tulisan ini diselesaikan, saya sendiri belum dapat memahami apa urgensi atau nilai yang dianut dalam budaya ini. “Mana mungkin seorang Atoin Amaf memiliki hak yang lebih besar untuk menentukan keberlangsungan pernikahan seorang anak perempuan dibandingkan orang tua kandungnya sendiri”. Disini saya pikir beberapa oknum telah menyalahkgunakan budaya Amanuban untuk kepentingan pribadi.

Kasus kali ini bermula dari persiapan pernikahan saudari perempuan saya. Terlalu banyak hal yang perlu ia persiapkan sendiri termasuk dengan memakmurkan dan memuliakan Atoin Amaf  yang harus hadir dalam acara pernikahannya. Perlu saya ingatkan kembali bahwa Atoin Amaf merupakan saudara laki-laki kandung dari Ibu mempelai perempuan. Sekali lagi jangan pernah lupakan kata-kata saudara kandung dalam memahami tulisan ini. Hal ini cukup saya tekankan karena saya pikir kedekatan keluarga dengan status seperti itu seharusnya dapat saling mendukung satu dengan yang lainnya bukan sebaliknya. Status seorang “Om” tentunya harus ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kebahagiaan keponakannya seperti mimpinya mewujudkan kebahagiaan anak kandungnya sendiri. Sebelumnya telah saya paparkan bahwa Atoin Amaf  atau Om ini sebelumnya telah dimuliakan semaksimal mungkin oleh saudari perempuan saya.

Pemuliaan yang dimaksud dilakukan dengan berbagai cara, khususnya adalah dengan selalu memberikan bantuan finansial untuk beberapa keperluan Atoin Amaf tersebut tentunya dengan kata pengantar “jika engkau tak memiliki uang, maka tidak masalah namun tunggulah saatnya”. Kondisi ini tentunya tak dapat saya lupakan dengan status pekerjaan Atoin Amaf yang jauh lebih tinggi dibandingkan pekerjaan saudari perempuan saya. Ah ya, perlu diketahui bahwa alamarhumah Ibu saya memiliki beberapa orang saudara laki-laki dan beberapa orang saudari perempuan dengan karakter yang cukup mirip. Apabila kesulitan menimpa mereka maka orang yang akan dihampiri adalah saudari perempuan saya tentunya dengan kata pengantar yang sama. Kata “saatnya” yang saya tuliskan sebelumnya, secara tersirat ditujukan kepada acara pernikahan yang akan dilalui oleh saudari perempuan saya dalam rentan waktu yang cukup dekat. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia pun selalu memenuhi permintaan sanak saudara almarhumah Ibu (semoga beliau tenang di alam sana dan tidak keberatan dengan tulisan ini).

Bumi terus beputar, detik per detik terus berlalu, satu per satu permintaan oknum-oknum berkedok budaya ini telah dipenuhi hingga tiba saatnya h-7 hari acara pernikahan akan dilangsungkan. Tak lupa bahwa acara pernikahan di kalangan masyarakat Timor dapat berlangsung selama 7 hari dengan 3 hari merupakan acara inti dan 4 hari lainnya merupakan acara persiapan seperti kumpul keluarga, persiapan barang-barang yang akan digunakan untuk menyambut mempelai laki-laki, penerimaan sumbangan atau manekat dari sanak saudara hingga yang terlama adalah pembuatan tenda besar yang mencakup dapur, ruang makan, gudang makanan, hingga yang terpenting adalah tempat resepsi pernikahan dengan kriteria yang entah akan saya paparkan dalam tulisan yang lain dan jika engkau tau, pesta di Timor dapat mengundang ratusan hingga ribuan orang.

Permainanpun dimulai pada waktu h-7 hari tersebut, ketika beberapa moment penting sangat membutuhkan keberadaan Atoin Amaf  namun yang terjadi adalah Atoin Amaf  tersebut harus dijemput dengan membawa berbagai “barang sesajian”. Pada tradisi yang sebenarnya hal ini tidak diperlukan namun dalam kasus ini sangat diperlukan,  barang sesajian ini hanya dibawa untuk sekedar memuja Atoin Amaf tersebut agar ia dapat hadir dalam beberapa momen yang berlangsung sebelum acara resepsi pernikahan. Barang sesajian yang dibawa dapat beraneka macam mulai dari sirih pinang, uang, emas, minuman keras, hewan ternak dan lain sebagainya. Dalam kasus ini kami hanya membawa sirih pinang, beberapa lembar rupiah dan beberapa botol minum keras berharap Atoin Amaf dan serumpun keluarga dari Ibu akan datang mmembantu persiapan acara pernikahan namun realitanya tak semudah ekspektasi yang dibayangkan. “Pemujaan” yang dilakukan ternyata tak cukup “mewah” dan tak cukup mampu menyentuh lubuk hati keluarga Ibu tercinta. Mirisnya hal ini tidak hanya dilakukan oleh keluarga almarhumah Ibu namun juga dilakukan oleh keluarga sekandung Ayah.

Sebelumnya perlu diketahui bahwa pesta pernikahan yang dilangsungkan ini merupakan pesta yang kami lakukan pertama kali sepanjang sejarah kehidupan. Saudari perempuan saya yang akan menikah ini merupakan anak pertama dari 7 orang bersaudara. Usia kakak pada saat itu menginjak 27 tahun, dan bisa dibayangkan sendiri berapa usia adik-adik dibawahnya yang tentunya belum cukup paham akan hal-hal yang berkaitan dengan acara kebudayaan seperti itu. Adapula Ayah merupakan orang yang enggan dan tidak peduli dengan keberadaan budaya tersebut dimana kondisi ini juga bermula dari kekecewaan beliau akan kejamnya kebudayaan yang dianut oleh leluhur kami. Bisakah anda membayangkan bagaimana kemapuan Kakak dalam menyiapkan urusan tersebut seorang diri ? Adapun keluarga dekat Ayah dan Ibu baru saja datang ketika h-1 hari acara akan berlangsung dengan suatu fenomena lucu bahwa jarak rumah kami dengan sanak keluarga ini bisa dibilang hanya sejengkal tangan anak kecil. Tahukah anda apa penyebab tingkah laku itu dapat terjadi ? It’s so simple, karena mereka berharap agar kami harus datang kepada mereka dengan membawa sejumlah uang dan beberapa ekor hewan ternak untuk meminta kehadiran mereka (katanya sih ini tradisi).

Kondisi ini dapat kami lewati dengan baik, meskipun dengan pengetahuan seadanya bermodalkan seni bahasa untuk bertanya kepada orang lain, bermodalkan keramahan dan kerendahan hati bantuan dari surga pun berdatangan dan  persiapan pernikahan bisa dikatakan selesai. Saya pikir mungkin para tetangga dan kenalan baik Ayah yang berdatangan merupakan malaikat tak bersayap yang dikirim Allah dan almarhumah Ibu untuk menunjukan keadilan yang hakiki. Pada saat yang bersamaan nama besar Kakak dan Ayah telah banyak ternoda diluar sana. “Ah siapa yang peduli dengan cemooh tak bertuan disana, yang terpenting adalah persiapan acara pernikahan telah selesai dilaksanakan” (gumam ku dalam hati). Namun, masalah tak berhenti disitu atau mungkin Allah masih cukup sayang kepada kami sehingga ia memberikan cobaan yang lainnya melalui perantaraan tradisi adat istiadat di hari pernikahan Kakak. Masalah muncul dengan perebutan hak pendampingan mempelai wanita oleh orang yang ditunjuk oleh Ayah untuk menggantikan posisi beliau dan Ibu (pernikahan berlangsung di gereja, kami sekeluarga adalah muslim dan Kakak ku menikahi seorang kristiani sehingga kami tidak dapat menghadiri ibadah pernikahannya di gereja).

Hak mendampingi mempelai perempuan digerejapun menjadi awal masalah yang cukup besar. Sudahlah bisa dibilang ada kesahpahaman disana akan siapa sejatinya yang berhak mendampingi Kakak di gereja yakni saudara dari keluarga Ayah atau saudara dari keluarga Ibu. Jangan lupa bahwa ini ditinjau dari perspektif budaya bukan dari apapun, entah amanah yang telah diberikan Ayah atau apapun itu. Ibadah digerejapun selesai dilangsungkan, saatnya kembali ke rumah untuk melangsungkan acara syukuran dan makan bersama. Disini masalah masih berlanjut sehingga sanak keluarga Ibu dengan posisinya sebagai Atoin Amaf  tidak ikut dalam prosesi makan siang bersama. Jika saja anda paham ini adalah sebuah masalah besar. Namun sebelumnya telah kami undang ke meja makan dengan perlakuan yang sangat mulia (berlutut dihadapan mereka memohon agar mereka ikut menyantap makan siang bersama tamu undangan yang lainnya). Ah ya sudahlah, sampai berdarah lutut inipun ternyata tak cukup meluluhkan hati Atoin amaf.

            Salah satu acara prosesi pernikahan telah berlalu dengan baik meskipun terdapat masalah yang cukup besar dibelakangnya. Namun waktu seakan enggan diajak bernegoisasi, berlari seakan dikejar maut dan malam haripun tiba, acara terbesarpun akan segera berlangsung yakni resepsi pernikahan. Disana, acara berlangsung dengan sangat meriah berbekal bantuan para malaikat tak bersayap. Kedua insan manusia berbalut busana pengantin terlihat begitu memukau dipelaminan. Ditemani pasangan keluarga dan saksi, suasana pelaminan seakan begitu megah, begitu memukau dengan keliauan gaun pengantin dan aneka hiasan pelaminan. Namun tentunya kita tidak lupa dengan masalah yang terjadi sejak beberapa hari yang lalu hingga malam itu belum terselesaikan dengan baik. Jamuan makan malampun telah tersedia dengan rapi, begitu menggoda lidah dengan aroma yang khas disempurnakan oleh balutan taplak putih dengan aneka jenis perhiasan meja yang berkilauan. Seluruh tamu undangan kemudian dipersilahkan untuk ikut menyantap makan malam tak lupa juga sanak keluarga Ibu yang tengah duduk di tenda pelaminan. Dan lagi utusan demi utusanpun kembali dengan hampa. Atoin Amaf dan serumpun keluarga Ibu duduk bersamanya seakan engggan berpisah satu dengan yang lainnya. Tentu engkau paham jika berbagai utusan yang dikirm untuk mengajak mereka menyantap makan malam terus ditolak maka engaku tentunya tau bahwa ada masalah besar disana. Hingga saya ingat dengan baik, betapa sakitnya lutut ini ketika harus kembali memohon kepada mereka untuk ikut datang ke meja makan. Yap, semuanya sia-sia. Dan juga perlu dipahami bahwa permohonan dengan cara berlutut adalah salah satu bagian dari budaya yang harus dilakukan.

Tahukah anda apa yang menyebabkan mereka enggan untuk ikut menikmati jamuan makan malam ? Yap, hanya sebuah masalah kecil yang sungguh sangat tidak layak untuk dipaparkan dalam tulisan ini. Mungkin sekedar menginginkan turunnya pengantin dari pelaminan untuk mengundang mereka ke meja makan. Dapatkah anda bayangkan betapa sulitnya hal itu dilakukan dengan balutan gaun yang cukup berat dan medan altar yang tidak cukup datar serta keharusan agar tetap duduk dipelaminan menjadi faktor pengahambat yang sangat tidak memungkinkan pengantin untuk turun dan mengundang Atoin Amaf ke meja makan. Beberapa saat kemudian sekelompok keluarga itupun pergi meninggalkan tenda pernikahan tanpa pamit. Dan tentu semua orang paham hal itu bukanlah hal yang lumrah terjadi. Namun sungguh Allah sangat sayang kepada kami sehingga meskipun tengah terjadi perang dingin antar beberapa kubu keluarga namun acara tetap berlangsung dengan meriah. Tamu undangan terlihat ikut bahagia, menikmati jamuan makan malam dengan cukup puas, hingga ikut berpesta dan berdansa dan menari bersama hingga pagi menjelang.

Dua acara telah berlangsung dengan baik dan kini memasuki acara hari ke-3 yakni acara adat pernikahan. Perlu diketahui bahwa biasanya prosesi adat ini dilangsungkan sebelum acara resepsi pernikahan namun bisa dibilang ini merupakan salah satu startegi cerdik yang kami lakukan agar mencegah terjadinya hal-hal buruk sebelum acara resepsi penikahan yang tentunya akan merusak segalanya. Hal-hal buruk yang dimaksud adalah berbagai hal yang dapat terjadi dalam prosesi adat, seperti ketidak hadiran Atoin Amaf , kesalahan lisan dan tingkah laku yang dapat menimbulkan denda sejumlah uang, hingga masalah enggannya mereka untuk ikut makan bersama yang juga tentunya menjadi masalah tersembunyi. Jika saja hal ini terjadi sebelum acara resepsi pernikahan, maka dapat dipastikan bahwa acara resepsi tidak akan dapat dilakukan. Dan kekhawatiran pun benar-benar terjadi, dimana hari ke-3 akan dilangsukannya prosesi adat yang telah saya sampaikan sebelumnya bahwa pada prosesi ini keberadaan Atoin Amaf sangat penting, wajib dan sangat wajib untuk hadir disana namun kenyataannya berbalik. Tak ada serorangpun keluarga Ibu yang hadir dihari berlangsungnya prosesi adat. Bahkan sebelum acara adat ini berlangsung (sekitar h-7 jam), pasangan pengantin yang barusaja resmi menikah kemarin telah pergi menemui Atoin Amaf. Bersmpu dikakinya, berlutut, meneteskan air mata dihadapan Atoin Amaf tersebut seakan memuja dan memohon pertolongan kepada mereka agar dapat hadir dalam acara adat tersebut. Ingat sekali lagi bahwa Atoin Amaf adalah saudara laki-laki kandung dari Ibu. Namun apa daya, berlutut saja tidak cukup, menangis saja tidak cukup. Semuanya akan cukup terbayarkan dengan setumpuk uang senilai 5 juta dan beberapa ekor sapi sebagai ganti atau denda akan kesalahan yang telah diperbuat beberapa hari ini.

Permintaan sejumlah uang dan beberapa ekor sapi diatas tentunya tak dapat dipenuhi. Acara pernikahan yang berlangsung selama 7 hari ini membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga pengeluaran tambahan seperti denda ini tidak dapat dipenuhi. Ah ya, tentunya ini merupakan sebuah tradisi yang harus dijalankan agar dapat memperbaiki hubungan kekeluargaan yang cukup dingin beberapa hari yang lalu. Tak dapat dipenuhi, Atoin Amaf pun enggan hadir dalam prosesi adat pernikahan tersebut dan bisa dibilang kali ini kami telah melanggar kebudayaan atau tradisi yang dianut oleh kalangan masyarakat Amanuban. Namun apa daya, usaha telah dilakukan semaksimal mungkin namun hasilnya tidak cukup memuaskan dan kami sekeluarga harus siap dengan berbagai kutukan Atoin Amaf yang datang. Acara adatpun berlangsung dengan lancar tanpa kehadiran Atoin Amaf bersama serumpun keluarga Ibu. Kini kami telah pasrah kepada kehendak Allah akan takdir yang datang menghampiri. Seluruh rangkain acara pernikahan berlangsung dengan baik terkecuali masalah (Ataoin Amaf). Beberapa hari kemudian kami sekeluarga menyusul ke kampung halaman sanak keluarga Ibu dan tentunya bertemu dengan Atoin Amaf (kepergian kami tanpa Ayah dan Kakak) 6 bersaudara yang masih cukup muda memberanikan diri pergi menyusuri perjalanan panjang ratusan kilo meter mengantakan seekor hewan ternak dan beberapa kilogram beras ke kediaman Atoin Amaf  dengan maksud mengantarkan makanan yang belum sempat mereka santap dalam acara besar kemarin. Sepanjang perjalanan dengan iringan do’a Kakak dan Ayah semoga apa yang kami lakukan dapat memberikan nilai postif bagi kami.

Pernikahan telah selesai dilangsungkan namun tradisi masih berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai masalah tersebut lagi dan lagi menuntut denda yang cukup besar meliputi emas, uang, hewan ternak dan lain sebagainya. Sedikit melakukan kesalahan maka segera siapkan sejumlah uang dan hewan ternak maka engkau akan bebas dari kutukan maut. Melihat kondisi ini, saya dan beberapa saudara yang belum menikah bertekad untuk berusaha menjauhi budaya Timor Amanuban yang kami anut. Pergi menjauhi kampung halaman mencari budaya modern yang memudahkan kehidupan manusia. Karena pada kenyataannya kebudayaan yang kami anut tidak memberikan nilai tambah sedikitpun, tradisi demi tradisi terasa seperti lintah darat yang terus menghisap darah kami tanpa pengampunan sedikitpun. Diam, tenang, namun membunuh secara perlahan dengan cara yang tragis.  Namun tidak, sekali tidak. Kami memilih untuk terus bertahan hidup. Enggan untuk hidup bersama para pembunuh berdarah dingin tersebut. Mungkin satu-satunya cara yang dapat kami lakukan adalah dengan pergi menjauh, meninggalkan kampung halaman dan mengadopsi budaya modern agar dapat terus bertahan hidup. Ah ya, kami sekeluarga menolak dibunuh oleh tradisi. Sekian