Archive for the ‘Motivasi’ Category

Adakan Seleksi Jalur Mandiri di Kota Kupang : NTT Jadi Salah Satu Daerah Prioritas Penerimaan Mahasiswa Baru UGM Tahun 2024

Jumat, Juni 14th, 2024

Gama Cendana, Organisasi Mahasiswa Daerah (Ormada) Universitas Gadjah Mada asal Nusa Tenggara Timur (NTT) menyelenggarakan sosialisasi yang bertemakan “Strategi Masuk Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada” pada hari sabtu, 16 Maret 2024.

 

Tujuan digelarnya sosialisasi ini untuk mengedukasi pelajar SMA/Sederajat Se-NTT tentang pentingnya melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi, pengenalan UGM serta berbagai jalur masuk, dan pengenalan Gama Cendana.

Acara ini dilaksanakan secara daring dengan partisipan yang berasal dari berbagai sekolah di NTT seperti SMAN 1 Adonara, SMA Kristen Pandhega Jaya,SMA Negeri 3 Waingapu, dll.

Kegiatan ini dibuka dengan sambutan oleh Dr. Sigit Priyanta , S.Si., M. Kom. selaku perwakilan Direktorat Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada. Sigit, dalam sambutannya menyampaikan berbagai informasi seputar Universitas Gadjah Mada mulai dari fasilitas, fakultas dan program studi, hingga jalur masuk yang diikuti oleh para calon mahasiswa. Pada kesempatan ini, Sigit juga menyampaikan bahwa jalur masuk mandiri melalui UTUL (CBT) UGM yang semula hanya berlangsung di beberapa kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta dan Jakarta kini untuk pertama kalinya juga akan dilaksanakan di Kota Kupang.  Selain itu, untuk jalur penelusuran bibit unggul, NTT menjadi salah satu daerah prioritas penerimaan mahasiswa baru tahun 2024.

 

“Pada jalur yang PBU ini, nanti khusus untuk alokasi beberapa daerah dan NTT menjadi

salah satu daerah prioritas untuk masuk melalui jalur ini” tutur Dr. Sigit.

Sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian materi Pentingnya Melanjutkan Studi ke Jenjang Perguruan Tinggi yang disampaikan oleh Dr. Drs. Senawi, M.P selaku Dosen Fakultas Kehutanan UGM sekaligus Pembina Gama Cendana. Sesi ini memberikan motivasi kepada adik-adik di NTT untuk berjuang menggapai impian mereka melalui pendidikan tinggi.

 

“Kuliah itu untuk kedewasaan dan keterampilan hidup, karena itu pendidikan tinggi

adalah kunci sukses meraih madecer (masa depan yang cerah)”,tutur Dr. Senawi

Sumber Gambar : Screenshot materi Power Point Narasumber Webinar

Sesi kedua, diisi dengan materi Strategi Lulus Tes Masuk UGM yang disampaikan oleh 3 narasumber mahasiswa NTT angkatan 2023, diantaranya Yohanes Bulu yang lulus melalui  jalur SNBP, Sandy Abdurachman jalur SNBT, dan Keren Marselin jalur Ujian Tulis (UTUL UGM/CBT UGM 2023). Sesi ini dikemas dalam konsep talkshow yang interaktif antara narasumber dan moderator. Ketiga narasumber membagikan pengalaman mereka mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi dan masuk ke UGM. Tidak lupa ketiga narasumber turut membagikan strategi lolos seleksi masuk UGM.

 

Sementara itu, sesi terakhir sosialisasi diisi dengan perkenalan Organisasi Mahasiswa Daerah NTT di UGM (Ormada Gama Cendana) yang disampaikan oleh Vikarinda Taniu selaku Ketua Divisi Humas Humas Gama Cendana. Vikarinda menyampaikan bahwa Gama Cendana merupakan organisasi mahasiswa NTT yang berusaha membantu para mahasiswa baru asal NTT yang datang ke Yogyakarta khususnya ke UGM tanpa mengenal siapapun atau tanpa sanak keluarga di Yogyakarta.

“Jika kami tau ada yang lolos UGM, kami akan berkoordinasi dengan kalian dan dapat

menjemput kalian di Yogyakarta” tutur Vikarinda.

 

Acara sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi media informasi bagi siswa/i di NTT yang sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi. Gama Cendana juga telah mempublikasikan siaran ulang acara ini dalam akun youtube Gama Cendana sehingga bagi sekolah atau siswa/i yang berhalangan hadir dalam acara tersebut dapat mengakses kembali materi dalam sosialisasi tersebut melalui channel youtube resmi Gama Cendana secara gratis https://www.youtube.com/watch?v=n9lU_JNJD3Y&t=2104s (Gama Cendana)

 

Milenial Panutan Nusa Tenggara Timur

Senin, Mei 13th, 2019

Mileneial Panuatan NTT

              Pasukan Pawai Budaya NTT

Well…

Karena hari ini aing lagi mumet buat ngerjain berbagai tugas, aing pikir ada baiknya juga kalau sesekali curhat di medsos, wkwkwk

Kali ini ngak sekedar curhat sih, tapi pengen sekaligus memberikan apresiasi kepada beberapa orang temen yang ku pikir adalah generasi milenial yang patut dijadikan teladan. Ada banyak kisah dan perjalanan panjang tentang organisasi ini dan orang-orang yang terlibat didalamnya, tapi kali ini aing pengen sekedar berbagi tentang sebuah moment hebat yang kami lalui beberapa hari yang lalu.

Sekedar informasi bahwa cerita ini berkaitan dengan Organisasi Mahasiswa Daerah Nusa Tenggara Timur (Ormada NTT) di UGM, sebut saja Gama Cendana (GC). Kepo soal GC bisa banget stalk blog aing (hahaha, promosi).

Well, bacot ini aing mulai dari perjalanan dan ambisi kami (khususnya aing) untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah event tahunan di UGM, yakni Festival Budaya Indonesia. Event kebudayaan ini adalah salah satu event kebudayaan yang terbesar di UGM. Dalam event ini biasanya seluruh perwakilan daerah/propinsi di Indonesia akan ikut berpartisipasi dan memperkenalkan budayanya masing-masing. Banyak unsur budaya yang biasanya ditampilkan dalam event ini dan dikemas dalam beberapa bagian, yakni stand ormada, stand kuliner , pawai budaya dan fashion show. Bagian fashion show biasanya diisi dengan berbagai penampilan putra/I daerah yang mengenakan berbagai pernak pernik dan busana khas daerah masing-masing. Bagian stand kuliner biasanya diisi dengan aneka makanan khas daerah masing-masing. Pawai budaya biasanya diisi dengan gaya berjalan keliling bulaksumur sembari memperkenalkan daerahnya masing-masing melalui tarian, lagu daerah, alat musik, pakain adat dan lain sebagainya (kemaren GC menampilkan tarian caci khas Manggarai)

Sementara itu, bagian stand ormada diisi dengan berbagai pernak pernik khas daerah masing-masing.  Dan……….. dari sinilah semua berawal.

Event ini adalah salah satu event yang biasanya dimanfaatkan oleh GC untuk menunjukan eksistensi NTT sekaligus memperkenalkan budaya NTT di Yogyakarta khususnya di UGM.

Dan jeng…jeng…. Disinilah “bencana” melanda, wkwkwk

Well, as you know that jarak NTT ke Jogja tuu seberapa jauhnya, aing bilang sih jauhhh bet. Oleh karena itu, untuk memperoleh berbagai pernak/pernik khas NTT dapat dikatakan sangaaattttt sulit. Selain itu, NTT sendiri adalah salah satu propinsi yang sangaattttt kaya akan kebudayaan. Ada ratusan jenis/motif pakaian adat di NTT, ada ratusan jenis makanan khas, ratusan jenis bahasa, ratusan jenis alat musik dan lainnnnnn sebagainya. Banyak sekali. Saking banyaknya, kami selalu bingung saat diminta menampilkan budaya NTT, bingung entah pakaian adat mana, alat musik mana, tarian mana, lagu apa, makanan khas apa, dan lalalallanya apa yang harus kami tampilkan. Untuk mendapatkannya pun sangat sulit. Sebut saja, pakaian adat yang biasanya kami tampilkan dalam acara fashion show, umumnya merupakan perpaduan antara berbagai kain tenun dari berbagai daerah di NTT (sangat sulit memperoleh satu pasang pakaian adat yang lengkap). Plisss jangan tanya mengapa, karena jalan untuk mendapatkan kain-kain tersebut tak semuda ekspektasi.

Kain-kain tenun, umumnya kami peroleh dari berbagai perca kain tenun milik mhasiswa/I NTT yang ada di Yogyakarta khususnya di UGM. Event kemarin, sebagian kain tenun yang kami gunakan, diperoleh dari hasil meminjam kain tenun milik salah satu mahasiswa Institut Seni  Indonesia (ISI) Yogyakarta. Jangan tanya bagaimana caranya kami mengenal anak ISI tersebut. Kamu akan tertawa dan guling-guling. Mahasiswa ISI itu kami kenal melalui jalan bertanya kepada berbagai teman yang memiliki kenalan mahasiswa ISI, dari teman yang satu, kami memperoleh kontak salah satu teman yang lain, kemudian dari sana kami peroleh salah satu kontak anak ISI, yang kemudian darinya kami peroleh lagi kontak anak ISI yang memiliki beberapa perlengkapan pakaian adat NTT (lu tau ajah gimana senasinya sok SK SD sama orang yang barusan lu kenal, modus biar bisa dibantu, ngakak seriusan).

Ah yaa.. berkenalan dengan mahasiswa ini adalah secerca keajaiban. Mahasiswa ISI ini kebetulan adalah salah satu anggota Nusa Tuak (silahkan cari info Nusa Tuak sendiri ya), wkwkwk sehingga, selain memiliki beberapa kain tenun, mahasiswa ISI tersebut juga memiliki beberapa perlengkapan khas NTT seperti Topi Ti’I Langga dan alat musik Sasando. Beberapa perlengkapan itu kemudian kami pinjam untuk digunakan sebagai bahan-bahan pengisi Stand Ormada GC dalam acara Festival tersebut.

Demi Tuhan, kau tak akan menyangka bagaimana proses perjalanan menjeput berbagai perlengkapan tersebut. Heuhhh, akan ku jabarkan dalam kesempatan yang lain. Ada juga beberapa perlengkapan hasil olahan kain tenun seperti tas, anting, kalung, gantungan, dan lallanya yang disponsori oleh Morisdiak (yang kepo sama Morisdiak boleh banget stalk IG nya) Jangan tanya juga gimana perjuangan pihak Morisdiak untuk membantu GC. Asli, aing cuman bisa bilang “Terima Kasih Morisdiak)

Perlengkapan Stand GC

Setelah memperoleh berbagai perlengkapan tersebut, proses selanjutnya adalah membuat berbagai pernak-pernik yang akan digunakan untuk hiasan stand. Ada miniatur rumah adat khas NTT yang dibuat oleh salah seorang mahasiswa FKH asal Sumba, jangan tanya juga bagaimana proses pembuatannya (setidaknya harus bergadang beberapa malam).

                     Rumah adat NTT

Ada juga meniatur peta NTT yang juga dibuat dalam beberapa malam (jangan tanya kenapa dibuat malam, pagi-sore kuliah cuy, malamnya begadang sampai pagi buat nyiapin Festival). Ah ya, ada juga perlengkapan pakaian adat Rote yang dikenakan oleh putri daerah. Lu bakalan ngakak, serius demi apapun. Lu liat ajah, itu pernak-pernik berwana emas yang dikenakan putri daerah dan berbagai dayangnya. Serius, itu harusnya terbuat dari kuningan khas NTT, tapi yaaaa,,, apa daya yang kami punya cuman kardus bekas. Lu tau lah, arahnya kemana. Wkwkwkk

Semalam suntuk juga dihabiskan oleh putra/I daerah untuk mempelajari kembali berbagai motif kain tenun, mepelajari berbagai budaya NTT yang selama ini belum mereka ketahui sebagai bekal menjadi putra/I CULFEST. Seharian poll digunakan untuk membuat dekorasi stand, merias putra/I daerah, dan lallalanya.

Tahun ini, Ormada GC tidak ikut berpartisipasi dalam stand kuliner. Tahun ini, GC hanya mengkitu pawai budaya, stand budaya dan fashion show putra/I daerah. Ah yaa sedikit pencitraan tahun sebelumnya GC pernah mengikuti event Festival Kuliner se’Indonesia yang diadakan di UGM (ada jagung bose, daging se’e, sayur rumpu rampe (bunga papaya), sambal lu’at dan aneka jajanan khas NTT). Duh, cukup sekian tambahan pencitaraannya yes.

Welllll………… dengan berbagai persiapan yang tak bisa aing paparkan lebih detail disini, tetiba membuat aing ingin berkata kasar mendengar cemooh para tikus liar nun jauh disana. Kok pakaian NTT, atasannya beda, bawahannya beda, kok standnya cuman disii ini, kok gitu doang dekorasinya, kok begini, begitu dan lallalalalalnya. Asli pen aing tampol dah.

Dan setelah semua curhatan diatas, aing cuman pengen bilang

“Terima kasih teman-teman pejuang Gama Cendana”

Kalian adalah pahlawan milenial yang patut dijadikan teladan. Diantara berbagai kesibukan dan urusan, diantara berbagai hecticnya kuliah, praktikum, laporan, skripsi dan llalalalanya masih sempat-sempatnya kalian luangkan waktu untuk membantu GC ikut berpartsipasi khususnya mewakili NTT di UGM. Yaa.. meskipun yang ikut pawai cuman beberapa “jiwa”, wkwkwkwk (aing ngak mau banyak bacot soal ini, dan males ngekek sedari tadi)

                         Pasukan Rote

Operrr oll,, aing pengen bilang kalian luar biasa. Berbekal sekre kos pancasila yang sempitnya minta ditampol, berbekal barang-barang bekas dan beberapa perca kain tenun, serta link kolaborasi dan pertemenan, kita berhasil membawa nama daerah kita dalam ajang nasional. Setidanya dengan begitu kita ikut berpartisipasi mengurangi pertanyaan “NTT itu Lombok bukan ? emang orang-orang NTT udah pada pake baju ? udah pada makan nasi ? NTT itu Papua bukan ? NTT itu Maluku bukan ? NTT itu…. NTT itu dan itu itu yang tak pernah ada habisnya. Kalian hebat. Mengutip bahasa salah seorang temen “Kom Luar Biasa”. Begadang beberapa malam, kesana sini minjem barang, kesana sini belanja perlengkapan, dan lalalalanya.

Kalian adalah milenial yang patut dijadikan contoh, bahwa inilah salah satu jalan pengabdian yang bisa dilakukan oleh akar rumput seperti kita. Dengan tanpa mengharapkan balasan apapun, meminjam perkataan mentor ku “mungkin beginilah cara kami merayuNya untuk melancarkan berbagai urusan kami”. Mengambil sekecil-kecilnya peran yang bisa dilakukan untuk sebuah pengabdian yang tulus. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmatNya dalam segala urusan kalian. Dan semoga semboyan Gama Cendana untuk megharumkan nama NTT bak Cendana yang mengahrumkan NTT dan Indonesia di kanca Internasional dapat tercapai. Perlahan tumbuh, mengakar kuat dan menjulang tinggi. Mileneial Cinta Budaya untuk Kejayaan Bhinke Tunggal Ika (Tema Culfest UGM 2019).
Sekian dulu yes curhatannya, sampai ketemu lagi dikesempatan yang lain.

Berbagai Cerita Strategi Kewirausahaan Sosial

Selasa, November 27th, 2018
#NTTPanggilPulang

#NTTPanggilPulang

 

Yogyakarta, 27 November 2018

Lokasi :  Markas Moris Diak, Kasongan, Bantul – Yogyakarta

Notulensi Singkat dari Acara Sarasehan

Berbagai Cerita Kewirausahaan Sosial”

Bersama Dicky Senda dari Komunitas Lakoat Kujawas, Unu D Bone dari Komunitas Tas Pustaka, Mila Wulandari dari Komunitas Moris Diak, Mbak Kartika Handriani dari Kanuku Coffe, Kak Ney Dinan dari Rumah Tenun Baku Pikul Labuan Bajo, dan berbagai aktivis sosial lainnya.

(Notulensi ini merupakan notulensi pribadi dalam ingatan, wkwk yang coba saya curahkan dalam blog ini agar tidak hilang ditelan kesibukan. Ah ya notulensi juga akan coba saya jabarkan per bagian panelis yang saya ingat. Sehingga jika ada yang kurang mohon dimaklumi)

  • Moris Diak (oleh Mila Wulandari)

Pemaparan tentang Brand Moris Diak adalah materi pertama yang saya dapati saat tiba di acara sarasehan kemarin. Itupun tidak banyak yang sayang dapati, karena pemaparan sudah memasuki tahap kesimpulan. Gambaran singkat yang saya dapat dari pemaparan cerita pertama adalah bahwaMoris Diak adalah salah satu jenis wirausaha sosial yang coba dikembangkan untuk kembali memperkenalkan hasil karya anak bangsa berupa kain tenun lokal, dan berbagai jenis kain-kain lokal dari beberapa daerah di Indonesia yang salah satunya adalah kain tenun dari Nusa Tenggara Timur. Hari ini, ketika industri printing telah marak digunakan untuk mencetak berbagai model kain tenun, dan kain-kain daerah lainnya pada selembar kain tipis dengan harga yang murah untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, Brand Moris Diak justru tampil dengan style yang berbeda. Brand Moris Diak mencoba menggunakan kain tenunan yang asli (langsung dibeli dari para penenun lokal di Nusa Tenggara Timur), yang kemudian dikemas dalam berbagai model barang yang menarik dengan sedikit polesan desain yang unik, dan  sedikit tambahan kain buatan pabrik. Kain tenun dengan berbagai motif tersebut kemudian dikemas dalam berbagai bentuk tas yang dibutuhkan oleh seluruh kalangan. Sekali lagi kain tenun yang digunakan adalah kain tenun asli, yang proses pembuatannya bisa bekisar antara 2 bulan sampai 1 tahun (tergantung motif, ukuran dan model kain yang akan dibuat) yang kemudian dijual dengan kisararan harga puluhan ribu rupiah hingga jutaan ribu rupiah. Pewarna benang yang digunakan juga merupakan warna alami yang diracik dari aneka tanaman khas Nusa Tenggara Timur.

Kain tenun yang telah diubah menjadi berbagai model tas dan busana kemudian dijual dengan harga yang cukup bervariasi (balik lagi tergantung komposisi, model, warna dan motif kain tenun yang digunakan). Silahkan cek akun media sosial Brand Moris Diak yaa kawan.

Meskipun demikian, keunikan barang-barang brand Moris Diak bukan hanya tentang harga jualnya, bukan juga tentang desainnya, tetapi tentang nilai dari setiap potongan kain tenun yang dijual. Tentang cerita budaya dan seni yang dikemas dalam sebuah produk berupa kain tenun. Tentang budaya dan pengetahuan yang diwakili oleh berbagai motif kain tenun. Berbagai cerita nilai budaya yang dijual kemudian menjadi ciri khas setiap produk yang dipasarkan. Selengkapnya dapat dibaca pada keterangan setiap produk yang dipasarkan oleh Brand Moris Diak (cek facebook/instagram Moris Diak). Singkat cerita mereka bukan menjual sebuah tas, tetapi nilai dibalik pembuatan tas tersebut.

#MorisDiakProduct (sumber foto : facebook Moris Diak)

Inttinya : Moris Diak memiliki misi untuk memberdayakan kaum perempuan dengan memberikan ruang kepada mereka untuk berkarya dan meningkatkan perekonomian keluarga, juga memperoleh pelatihan untuk meningkatkan skill mereka. Moris Diak juga melibatkan anak muda khususnya mahasiswa dan pihak universitas untuk melakukan berbagai riset dan capacity building. Selain itu juga diharpkan mampu meningkatkan serta memberikan edukasi khususnya untuk membmbangun kesadaran akan potensi budaya dan pelatihan craft.

Semua ini pada akhirnya dilaukan untuk meningkatkan kualitas  sumberdaya manusia khususnya mama-mama penenun di daerah serta melestarika budaya Indonesia

Note : Salah satu produsen kain tenun yang digunakan oleh Moris Diak adalah kain tenun yang berasal dari Komunitas Sosial Lakoat Kujawas (baca ulasan dampak penjualan kain tenun tersebut pada masyarakat pada salah satu bagian tulisan ini khususnya pada bagian Lakoat Kujawas)

 

  • Kanuku Coffee

Kanuku Coffee adalah salah satu jenis usaha yang juga dikembangkan oleh Mbak Mila Wulandari dan Mbak Kartika Handriani beserta suami dan Anak Mbak Tika yang namanya adalah Kanuku (kemudian dijadikan brand kopi) Kanuku Coffee. Bahan baku kopi yang digunakan dalam berbagai brand Kanuku Coffee adalah jenis kopi robusta yang berasal dari Pati, Jawa Tengah (seriusan sebagai salah satu penikmat kopi di Jogja, I think produk Kanuku Coffee mantap). Hehe (bukan promosi cuuy, tapi emang faktanya begitu, kalau ngak percaya coba ajah sendiri).

#ProdukTurunanKanukuCoffee (Sumber foto :Facebook Dewi Natalia Puspitasari)

Nahh lagi, kopi yang ditawarkan disini bukan sekedar kopi, tapi lagi dan lagi yang mereka jual bukanlah sekedar kopi, tapi cerita dan nilai dibalik secangkir kopi ataupun produk-produk kopi. Usaha kopi ini juga tidak sekedar bergerak untuk memperoleh keuntungan semata, tapi juga untuk mengkaderisasi para pekerjanya menjadi pengusaha-pengusaha hebat yang bergerak dibidang sosial. Para pekerjanya baik perempuan maupun anak muda dikaderisasi untuk tidak sekedar bekerja, tetapi juga berkembang sehingga apabila hari ini bekerja dibagian panen kopi, maka berikutnya bekerja dibagian produksi, lalu selanjutnya dibagian pengemasan, lalu bergerak dibidang penjualan/pemasaran, dan lain sebagainya. Sehingga para pekerja diharapkan bekermbang dan bergerak maju tidak sekedar menjadi pekerja kasar selamanya.

Sekilas alurnya adalah : pada awalnya para pekerja akan dilibatkan pada kantong produksi  > Mempelajari proses pengolahan kopi di Pati > Kemudian belajar Marketing.

Sehingga dampak jangka panjang dari usaha ini sesungguhnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan memanfaatkan potensi yang ada disekitar masyarakat. Sehingga output berupa produk kopi dan outcome berupa keuntungan menjadi urutan berikutnya atau bukan dampak usaha sebenarnya.

 

  • Lakoat Kujawas

Lakoat Kujawas merupakan salah satu komunitas sosial yang bergerak dibanyak bidang khususnya untuk mengembangkan desa berbasis kearifan lokal dengan melibatkan masyarakat atau warga aktif disemua kalangan usia pada daerah disekitar Lakoat Kujawas bermukim. Lakoat Kujawas sendiri terletak di Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Komunitas ini didirikan oleh Kakak Dicky Senda dan beberapa temannya yang merupakan orang muda di Desa Taiftob yang memiliki kekhawatiran akan pengaruh negatif globaliasi pada desa mereka, dan dengan deimikian mereka juga punya mimpi yang sama untuk menyelamatkan desa dan generasi penerus mereka dari “bobroknya” kehidupan dunia modern.

Segala kegiatan di Lakoat Kujawas melibatkan seluruh warga aktif baik anak-anak, remaja, pemuda/i, orang tua baik kalangan Ibu Rumah Tangga maupun Kepala Rumah Tangga, para sepuh di Desa, pemerintah desa setempat, intitusi pendidikan, gereja atau organisasi keagamaan (karena di Mollo di dominasi oleh agama kristen dan khatolik maka yang berpatisipasi aktif adalah komunitas geraja), berbagai komunitas sosial di NTT, di Indonesia bahkan dari Manca negara, dan lain sebagainya. Prinsip mendasar yang dimiliki oleh Lakoat Kujawas adalah bekerja sama, berkolaborasi, melibatkan seluruh elemen masyarakat dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di sekitar mereka. Lakoat Kujawas bahkan berusaha menghidupkan kembali budaya-budaya luhur yang hanyut oleh arus globalisasi. Lakoat Kujawas berusaha mengembangkan daerahnya dengan tidak memaksakan berbagai input dari luar, selayaknya daerah lain yang bermimpi dan memaksakan dirinya untuk maju seperti daerah lain namun dengan jalan yang sama (dampak negatif pemanfaatan teknologi dan pengembangan budaya modern yang kini seakan “mengikis” identitas bangsa).

Pengembangan desa berbasis kearifan lokal dengan melibatkan masyarakat merupakan ciri khas dari Lakoat Kujawas. Lakoat Kujawas bahkan tidak menutut masyarakat untuk menerima budaya luar. Anak-anak diajarkan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka sendiri. Contohnya anak-anak remaja yang bisa bermain gitar diajak untuk mengajarkan ketrampilannya dalam bermain gitar kepada teman-teman seusianya, atau adik-adik dibawahnya. Para pemuda yang memiliki kapasitas ilmu dalam bidang sains, sastra, sosial, organisasi, ketrampilan, kesenian dan lain sebagainya juga dapat mengajarkan kepada teman sebayanya atau yang lainnya. Di Lakoat Kujawas juga tidak menutup kesempatan kepada masyarakat untuk mempelajari kehidupan dunia modern, seperti penggunaan teknologi. Namun yang membedakan mereka dengan yang lain adalah pengenalan dunia modern khususnya teknologi juga diikuti oleh proses pendampingan sehingga tidak disalah gunakan oleh anak-anak. Contohnya di Lakoat Kujawas ada kelas menulis, ada kelas fotografi, kelas teater, kelas musik, dan lain sebagainya yang diajarkan kepada anak-anak.

Lakoat Kujawas juga menyediakan ruang bagi Ibu-Ibu untuk dapat mengembangkan dirinya dengan segala potensi yang ada disekitarnya. Contohnya, Ibu-Ibu yang bisa menenun bisa membuat kain tenun untuk dijual ke pasaran (salah satunya ke Moris Diak di Yogyakarta), akan tetapi sisi lainnya yang berbeda adalah Ibu-Ibu yang pandai menenun juga diberikan ruang untuk mewariskan ketrampilannya kepada anak-anak di Lakoat Kujawas dengan membuka kelas menenun yang para pengajarnya adalah para Ibu-Ibu di Desa tersebut. Sehingga aktivitas menenun tidak sebatas menjadi usaha untuk mencari keuntungan materil semata tetapi juga untuk berbagi ilmu demi kelangsungan masyarakat yang berbudaya dan berkelanjutan.  Sementara Ibu-Ibu yang pandai memasak, atau yang pandai bertani dan lain sebagainya juga diberikan ruang untuk mengembangkan diri dan mewariskan kemampuan mereka kepada anak-anak mereka.  Begitupula dengan para Ayah yang memiliki kemampuan dalam hal apapun diberikan ruang untuk mewariskannya kepada generasi muda di Mollo. Sementara itu, para sepuh yang memiliki keunggulan dalam pengetahuan budaya atau adat istiadat diberikan ruang untuk membagikan pengetahuan mereka kepada anak-anak, yang kemudian dimasukan dalam kelas menulis, dan diarsipkan dalam bentuk buku yang beberapanya telah diterbitkan dan dapat dibeli diberbagai pasaran atau toko buku. Hasil penjualan buku-buku tersebut kemudian digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan atau event yang mereka selenggarakan di Desa mereka.

Komunitas ini juga melakukan berbagai usaha untuk membiayai segala kebutuhan mereka, contohnya adalah dengan ikut memasarkan beberapa produk yang berasal dari kebun atau rumah masyarakat Desa Taiftob seperti buah-buahan yang diolah menjadi selai, hasil kebun seperti jagung yang diolah menjadi jagung bose, cabe yang diolah menjadi sambal lu’at, biji kopi yang diolah menjadi kopi bubuk siap saji, kain tenun menjadi tas, serta madu yang diambil dengan cara istimewa dan lain sebagainya. Produk yang dipasarkan disini sebagaimana telah saya jabarkan sebelumnya dengan model kewirausahaan sosial yang sama, produk yang dipasarkan sesungguhnya tidak menjual barangnya secara langsung dengan harapan output berupa keuntungan materil. Produk yang dijual adalah nilai yang berada dibalik setiap produk tersebut.

Salah satu contohnya adalah madu, sebagaimana yang dietahui bahwa madu telah banyak dijual diberbagai pusat perbelanjaan atau warung-warung kecil dijalanan, tetapi madu yang dijual oleh Lakoat Kujawas adalah madu yang diambil dengan cara yang istimewa. Madu yang dijual tidak dapat dipanen sembarangan waktu (waktunya telah ditentukan dengan panduan kebudayaan Mollo, dan dipanen dua kali dalam setahun).

(Sumber foto : Facebook Lakoat.Kujawas)

Cara pemanenan madu ini adalah dengan melantunkan berbagai puisi atau pantun khas Mollo (menggunakan bahasa dawan), yang ditujukan kepada Ratu Lebah (bisa dikatakan para petani madu mencoba merayu ratu lebah dengan pantun atau bahasa dawannya adalah natoni) agar Si Ratu Lebah tidak menggigit para petani madu pada saat proses panen dilakukan. Dan percaya atau tidak, hal itu benar-benar terjadi kawan (kalau nga percaya datang saja kesana, dan ikuti ritual panen madu di Mollo). Nahh, cerita dibalik sebotol madu tersebut yang kemudian coba dikemas dan dipasarkan dengan produk madu tersebut. Hal ini secara tidak langsung juga dilakukan untuk memperkenalkan kebudayaan Mollo, serta melestarikannya agar tida hanyut terbawa arus globaliasai.  Singkat cerita, hampir seluruh produk Lakoat Kujawas memiliki kisah ajaibnya masing-masing. Untuk lebih lanjut silahkan cek facebook/instagram/blok atas nama Lakoat Kujawas.

Akhir cerita ada juga sekilas ilmu berharga yang dibagikan kepada para peserta sarasehan terkait strategi untuk mengembangkan social enterprise atau kewiusahaan sosial. Fondasi dasar yang harus dipahami terlebih dahulu adalah diri sendiri (Me). Tentang siapa aku sebenarnya ? Apa yang aku miliki, apa yang dapat aku lakukan, dan bagaimana caranya memulai? Selanjutnya adalah kamu (you), yakni mencari partner yang dapat diajak untuk bekerjsama. Apa yang dia miliki dan dapat dikolaborasikan. Aku & kamu kemudian menjadi kita, hingga kemudian berubah menjadi kita bersama. Dan apa yang dapat kita lakukan bersama.

“Fondasi dasarnya adalah jangan melakukan sesuatu sendirian, tapi ajaklah orang lain untuk berkolaborasi” karena sendiri itu bisa, tapi berdua, bertiga, berbanyak itu lebih baik.

Setelah fondasi dasar, terdappat 3 prinsip utama yang harus kita pegang dalam melakukan suatu aktivitas kewirausahaan sosial yaitu  :

  • People > Memperhatikan dampak dari aktivitas yang kita lakukan terhadap orang lain.
  • Planet > Memperhatikan keberlangsungan lingkungan (dalam artian tidak merusak lingkungan )
  • Profit > Keuntungan adalah hal terakhir setelah kita dapat mengatasi dampak kegiatan kita kepada orang lain atau orang-orang disekeliling kita maupun lingkungan tempat berlangsungnya kehidupan (ekologi)

Setelah semua itu, jangan lupa untuk senantiasa berjejaring. Membangun komunikasi dan jaringan dengan berbagai kalangan akan sangat penting dalam proses pengembangaan kewirausahaan sosial. Dalam segala aktivitas yang dilakukan juga memerlukan riset terlebih dahulu. Membaca peluang, potensi, tantangan, hambatan, dan lain sebagainya sangat penting untuk dilakukan.

Poin penting yang saya rangkum dari sarasehan ini adalah

“ jangan menungguu orang lain untuk bergerak, mulailah dari sendiri, dengan apapun yang kita miliki, memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang kita miliki”

Tidak perlu menuntut bahwa kita, teman-teman kita, desa kita, pemerintah dan lain sebagainya harus sama persis seperti yang ada didaerah lain bahkan diluar negeri sekalipun”.

Tuhan telah menciptakan kita semua dengan potensi, keunikan, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tak perlu menuntut untuk maju seperti Jepang dan China dengan teknologinya, Eropa dengan keilmuwannya, Amerika dengan strategi politiknya.

Percayalah bahwa kita bisa maju dengan kekayaan kita senidri, kelebihan kita sendiri, seperti kekayaan budaya, surga ekologi dijambul khatulistiwa”.

Dan yang terakhir adalah bahwa “kesuksesan adalah bukan tentang apa yang kita peroleh hari ini, tetapi tentang berapa kali kita terjatuh namun kemudian berapa kali kita kembali bangkit berdiri untuk memulai lagi”.

Ah ya, dan juga tentang pengabdian, tentang kebermanfaatan bagi orang lain, tentang cinta dan keihklasan yang murni tanpa menuntut balasan apapun. Maka percayalah, balasan itu akan datang pada waktu yang tepat dengan caranya sendiri.

Manisnya pembalasan itu bahkan akan membuat mu melupakan seberapa pahitnya perjuangan sebelumnya. Percayalah bahwa Tuhan dan Semesta senantiasa menyertai orang-orang yang ikhlas dan tulus dalam memberikan cinta kepada sesamanya tanpa menuntut balasan apapun.  Sekian

^_^  ^_^  ^_^

 

Sumber Foto (Instagram Bapak Eri Kusuma)

 

AKU DAN SAJADHA (Safari Jama’ah Shalahuddin Dalam Idul Adha)

Senin, September 4th, 2017

Ini namanya Pak Matsani, salah satu petani cabai di Dusun Bojong, Desa Argomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang,Jawa Tengah.  Banyak pelajaran berharga yang ku dapat dari keluarga kecilnya Bapak Matsani, pelajaran berharga mengenai makna kehidupan yang sesungguhnya. Terlalu banyak pelajaran yang bahkan tidak dapat kuuraikan satu persatu, namun hari ini ada 1 hal yang ingin ku bagikan kepada dunia “ jangan bersyukur ketika engkau bahagia karena jika demikian maka engkau tak akan pernah merasakan makna kebahagiaan yang sesungguhnya, namun bersyukurlah agar engkau senantiasa berbahagia”. Hanya 2 hari aku berada disana,mengikuti sebuah program live in yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Jama’ah Shalahuddin UGM dalam rangkaian acara semarak Idul Adha 1438 H. Meskipun begitu singkat, namun tak bisa kupungkiri bahwa kehangatan keluarga kecil itu begitu memikat hati membuat ku rindu hingga rasanya aku ingin tinggal lebih lama disana. Didalam gubuk kecil nan sederhana itu, terdapat 8 orang anggota keluarga yakni Pak Matsani, Istrinya dan 3 orang anaknya yang lucu dan sangat menginspirasi beserta Mertuanya yang sangat sopan dan ramah.  Mereka hidup serba kekurangan hingga membuat ku berkesimpulan bahwa mereka adalah orang-orang hebat yang sesungguhnya tersembunyi dibalik gubuk kecil nan sederhana.
Hidup sebagai seorang petani  dengan lahan berkuran ± 20 meter  ternyata tidak cukup mudah. Lahan kecil tersebut menjadi modal utama untuk membiayai hidup keluarga kecilnya. Lahan seluas 20 meter persegi ini ditanami dengan aneka tanaman pertanian seperti sayuran, kacang-kacangan, dan cabai sebagai tanaman utamanya. Tanaman cabai adalah tanaman yang memiliki usia paling panjang dari semua jenis tanaman yang  ditanam oleh Pak Matsani begitupula degan sumber penghasilan utama keluarga ini. Cabai yang ditanam merupakan cabai bangkok (kata Pak Matsani) dengan ciri khas buah yang cukup menggoda bagi para pencita cabai. Tanaman ini akan berbuah setelah masa perawatan selama 4 bulan yang tentunya dengan perawatan yang terbaik seperti pemberian pupuk, air, pemeliharaan dari hama dan tanaman penganggu lainnya. Well aku pikir ini bukan sebuah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, cukup menguras tenaga dan menantang kesabaran. Setelah berbuah cabai ini akan dijual ke tengkulak atau pemborong dengan harga yang tidak stabil. Harga cabai ini kemudian menjadi salah satu permasalahan yang saya pikir cukup miris, terhitung tanggal 1 sepetember  2017 kemarin harga cabai di dusun Bojong yang dijual ke pemborong adalah Rp. 5000/Kg. Dalam 1 kali panen Pak Matsani hanya bisa menimbang 3 – 4 Kg Cabai yang artinya hanya menghasilkan uang sebanyak Rp. 15.000 – Rp. 20.000.
 Tanaman Cabai dewasa, jika beruntung bisa dipanen hingga 10 kali dengan selang waktu 2 kali seminggu. Artinya cabai yang dirawat selama 4 bulan, hanya bisa menhasilkan uang ± 200.000 dengan taksiran jumlah cabai per 1 kali panen adalah 4 Kg dengan harga Rp. 5000/Kg. Lalu ingatkah anda dengan fenomena naiknya harga cabai beberapa bulan kemarin hingga mencapai Rp.100.000/Kg ? Ketika itu aku adalah salah satu dari jutaan masayarakat Indonesia yang kaya raya dan seenaknya menuntut kenaikan harga cabai. Betapa malu dan hancurnya aku ketika tau apa yang terjadi pada keluarga Pak Matsani ketika terjadi kenaikan harga cabai. Mereka tengah mengalami kesulitan yang mungkin tak dapat saya curahkan dalam tulisan ini. Betapa bersyukurnya mereka ketika harga cabai menjulang tinggi yang kita ketahui fenomena ini jarang terjadi, dan artinya secara singkat keluarga Pak Matsani hanya mampu membeli barang-barang kecil ketika terjadi kenaikan harga cabai. Oh My Allah, betapa berdosanya diri ini, ketika terjadi kenaikan harga cabai kami yang bergelimang harta ini hanya perlu mengeluarkan sedikit tambahan uang untuk membeli cabai dengan berbagai cacian yang terlebih dulu dilontarkan kepada para petani. Sedangkan pada saat yang bersamaan ada sekian banyak petani seperti Pak Matsani ini yang sejud syukur atas sedikit tambahan rezeki yang saya pikir tidak seberapa dan bahkan hanya terjadi dalam beberapa hari. Setelah sekian banyak istri para pejabat yang menuntut kenaikan harga cabai, beberapa saat kemudiapun keluarga Pak Matsani harus kembali bersabar untuk menikmati segelas susu dan sepotong roti.  Lalu ketika harga cabai turun hingga 3000/Kg adakah tuntutan mereka yang pernah diangkat oleh media dan tersampaikan kepada pemerintah dan khalayak umum ? Tidak. Sekali lagi tidak.
 Mereka hanya pasrah dan berkata “ya sudahlah paling tidak masih ada yang beli” Oh Allah, saya bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Saya tak cukup paham dengan masalah ekonomi dan politik pasar, tapi saya berharap semoga suatu saat harga-harga hasil pertanian ini bisa mendapatkan standar harga yang layak dan stabil. Entah apa yang akan terjadi lagi jika terjadi kegagalan panen ataupun permasalahan lain yang menimpa petani. Petani cabai hanya 1 dari jutaan petani yang mungkin punya masalah yang berbeda-beda seperti  sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya atau seperti petani garam yang belum lama ini menjadi pembicaraan hangat dikalangan para petani. Well, semoga Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Kasih Sayangnya kepada keluarga Pak Matsani agar tetap sehat dan dimudahkan dalam segala urusannya. Anak beliau yang sebentar lagi akan pergi bekerja di pabrik otomotif semoga bisa membantu ekonomi keluarga ini menjadi lebih baik. Anak keduanya semoga diberikan semangat agar sekolah dan ibadah yang rajin hingga bisa menjadi dokter sesuai cita-citanya. Anaknya yang terakhirnya dan istri beliau semoga senantiasa dikuatkan dan diberi kesabaran begitupula denga mertuanya yang senantiasa hadir dan selalu memberikan semangat kepada kelurga kecil ini. Terima kasih Bapak Matsani sekelarga atas segala pelajarn berharga yang telah diberikan. InsyaAllah hingga kapanpun, kebaikan keluarga kalian akan selalu ku kenang, semoga diberikan kesempatan untuk bertemu lagi ^_^. CdT
Note:
Sumber foto dokumentasi pribadi
Publikasi nama dan foto telah mendapatkan izin dari yang bersangkutan
#SAJADHA1438H
#Jama’ah_Shalahuddin
#UGMMengabdi

(Gambar 1. Dokumentasi Rumah)

(Gambar 2. Salah satu dokumentasi kondisi rumah)

(Gambar 3. Panen Cabai di kebun Pak Matsani)

 

(Gambar 4. Jenis Tanaman Cabai Milik Pak Matsani)

Hidupmu adalah Pilihanmu

Sabtu, November 21st, 2015

“Sebaik-baik nya manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain_„”

Kita bisa belajar dari PELANGI”,,walau hadir nya singkat tapi begitu berkesan…
Kita bisa menjadi seperti “BINTANG”,di kala malam,, meski kelipan nya tak mampu menerangi bumi namun,ia selalu memberi keindahan dalam kegelapan,,,

kita bisa belajar pada “OASE”,,di tengah keterikan namun ia selalu memberikan kesegaran…

Kita bisa belajar dari “OKSIGEN”,,meski tak nampak namun manfaat nya terasa.

“,,,_^Hidup ini hanya sementara,,
menjadi manfaat bagi orarg lain adalah hal yg luar biasa,,,^_”