Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasiwa Daerah Nusa Tenggara Timur Universitas Gadjah Mada (GAMA CENDANA)
Rabu, April 25th, 2018Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasiwa Daerah Nusa Tenggara Timur
Universitas Gadjah Mada (GAMA CENDANA)
Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur Universitas Gadjah Mada (Gama Cendana) merupakan sebuah organisasi mahasiswa daerah yang berasal dari propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Organisasi ini resmi berdiri pada tanggal 20 Juni 2015 yang bertempat di Yogyakarta (Dokumen AD ART Gama Cendana). Dahulu, sebelum diresmikan menjadi sebuah organisasi mahasiswa daerah yang berada dibawah pengawasan Direktorat Mahasiwa Universitas Gadjah Mada, organisasi ini sebelumnya merupakan sebuah komunitas mahasiswa daerah yang berdiri sekitar tahun 2013 dan digagas oleh Saudara Yulianus Sandro Manti (Atropologi UGM,2013) dan Izzoe Nisnoni (Arkeologi UGM,2013). Gagasan awal didirikannya komunitas ini adalah untuk membantu berbagai urusan mahasiswa NTT yang berada di Universitas Gadjah Mada. Pada awal didirikannya komunitas ini, kegiatan yang dilakukan beberapa kali adalah berupa forum keluarga antar mahasiswa NTT yang berasal dari berbagai pulau/daerah di NTT. Forum keluarga ini diadakan dalam bentuk forum kultural yang santai, diadakan diwarung makan atau beberapa lokasi santai di kompleks Universitas Gadjah Mada. Komunitas ini tetap berjalan dengan santai hingga tahun 2015. Dapat saya asumsimkan secara pribadi bahwa terbentuknya organisasi mahasiswa daerah (ORMADA NTT) ini berawal dari munculnya masalah yang dialami oleh mahasiswa NTT di Universitas Gadjah Mada.
Pada tahun 2015, terjadi sebuah masalah kecil yang menimpa salah satu mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada dengan inisial A. Mahasiswa ini merupakan salah satu anak NTT yang mendapatkan kesempatan untuk kuliah di Universitas Gadjah Mada melalui program Afirmasi Dikti 3T. Berasal dari daerah 3T, kemudian berhasil masuk ke salah satu universitas terbaik di Indonesia yakni Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu kesempatan yang luar biasa pun juga disertai dengan berbagai tantangan akan kemajuan yang salah satunya adalah adaptasi dengan sistem pendidikan modern yang maju di pulau Jawa. Singkat cerita, mahasiswa A tersebut mengalami sebuah masalah yang berkaitan dengan proses registrasi ulang di Fakultas Teknik. Masalah ini kemudian menjadi salah satu masalah kecil yang tersebar dengan kilat melalui media sosial dengan redaksi dan berbagai tanggapan negatif tentang mahasiwa NTT yang “terlantar” di UGM. Akan tetapi setelah ditelusuri masalah ini murni merupakan” kesalahan” mahasiswa A yang belum cukup paham terkait sistem registrasi ulang di kampus UGM. Berita ini kemudian tersebar ke berbagai pelosok kampus hingga terdengar oleh mahasiswa NTT lainnya yang pernah mengalami nasip yang sama sebut saja namanya Nur Sa’adah Nubatonis_Geografi UGM 2014 (saya sendiri).
Setelah mendengar berita tersebut dengan tambahan isu lainnya bahwa mahasiswa A akan segera kembali ke NTT, saya sendiri mulai mencari informasi terkait keberadaan mahasiswa tersebut hingga akhirnya mendapatkan sebuah saran dari seorang mahasiswa NTT yang berasal dari Atambua yakni Febri Minerva Salshina (Biologi UGM,2012) . Kak Febri memberikan sebuah saran kepada saya agar mencoba menanyakan sekaligus meminta bantuan kepada perkumpulan mahasiswa NTT yang awalnya bernama KAGAMA NTT. Mendengar saran baik tersebut, saya berinisiatif untuk bertanya dan meminta informasi pada komunitas ini yang dihubungkan melalui media sosial (Line). Pada awal masuk ke grup tersebut, saya mulai berusaha untuk bertanya dan memohon bantuan terkait masalah yang tengah dihadapai oleh anak NTT bernisial A tersebut yang kemudian direspon baik oleh saudara Yulianus Sandro Manti (Ka Moke/Ka Andi,sapaannya). Kak Andi menyatakan bahwa dirinya belum sama sekali mendengar masalah tersebut, begitupula dengan Kaka Izoe Nisnoni dan Sintia Tully. Setelah mencari berbagai informasi yang pula dibantu oleh BEM KM UGM, dan BEM Fakultas Teknik, kemudian saya berhasil menemukan mahasiswa bernisial A tersebut yang ternyata tinggal pada rumah kost yang sama dengan saya (A tingga di kost putra, dan saya sendiri di kost putri namun pemiliknya sama). Singkat cerita masalah mahasiswa NTT ini kemudian berhasil diatasi dengan bantuan dari berbagai pihak khususnya civitas akademika UGM.
Setelah masalah ini selesai, saya pun berinisiatif untuk mengundang beberapa orang teman mahasiswa NTT khususnya mahasiswa yang masuk ke UGM melalui jalur Afirmasi Dikti 3T, diantaranya adalah Jefry Oetpah (Ilmu Tanah ,2014), Ilmeda Atitus (Perikanan,2014), Imma Naben (Kehutanan,2014), Indri Tulle dan Anggi Rihi (Kedokteran Hewan,2014) untuk bergabung dalam komunitas tersebut. Setelah melakukan beberapa perkenalan singkat melalui media sosial line tersebut, kami berinisiatif untuk melakukan pertemuan secara langsung. Pertemuan awal tersebut dihadiri oleh saya sendiri, Andi Manti, Izoe Nisnoni, Sintia Tully, Jefry Oetpah, Imel Atitus, Imma Naben, Serly Tangasa, Chamelia Blegur, Hugo Nahak,dan mungkin beberapa orang lainnya yang saya sendiri lupa dan tidak dapat menyebutkan namanya.
(Pertemuan Pertama, 27 Agustus 2015, dokumentasi pribadi)
Perkenalan inipun berlanjut dengan baik dan terus menguatkan tali silaturahmi diantara kami atas dasar persamaan propinsi asal yakni Nusa Tenggara Timur, dimana mahasiswa yang terhimpun dalam komunitas ini berasal dari berbagai pulau/daerah di NTT. Jumlah mahasiswa NTT di UGM masih sangat sedikit, dapat dikatakan bisa dihitung dengan jari, atas dasar jumlah yang sedikit tersebut maka perbedaan latar belakang daerah asal,suku,budaya dan bahasa yang berbeda-beda di NTT kami tanggalkan bersama kemudian bersatu atas nama keluarga mahasiswa Nusa Tenggara Timur.
Waktu terus bergulir, pertemuan terus berlanjut hingga suatu saat muncul ide dari Nur Sa’adah Nubatonis, Jefry Oetpah, Imel Atitus, dan Imman Naben untuk membentuk suatu wadah yang dapat membantu mahasiswa Nusa Tenggara Timur khususnya mahasiswa baru yang datang ke UGM agar tidak mengalami “nasip” yang sama seperti kami dan mahasiswa berinisial A sebelumnya. Kekhawatiran ini kemudian kami sampaikan kepada kaka Andi dan Kaka Izoe, dimana setelah mendengar cerita dan pendapat mereka ternyata mereka memiliki mimpi dan tujuan yang sama. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, kemudian kami mengambil keputusan untuk membawa perkumpulan mahasiswa NTT ini ke ranah yang lebih tinggi, organisasi formal yang memiliki legalitas dan diakui oleh Universitas Gadjah Mada. Aspek legalitas dan formalitas tersebut kami pikir dapat membawa perkumpulan mahasiswa ini pada sebuah jenjang yang lebih tinggi yang tentunya memiliki manfaat dan jaringan yang lebih luas dan tentunya dapat mewujudkan cita-cita kami bersama.
Mahasiswa yang terlibat dalam komunitas ini dapat dikatakan merupakan mahasiswa yang belum cukup berpengalaman dalam mendirikan sebuah organisasi, sehingga berbagai usaha dan informasi coba kami kumpulkan bersama untuk mendirikan organisasi mahasiswa daerah. Salah satu informasi yang saya peroleh adalah menentukan prinsip dasar yang kokoh terlebih dahulu, membangun fondasi atas dasar asas kekeluargaan dibawah naungan nama Nusa Tenggara Timur. Prinsip ini saya peroleh dari seorang senior yang kala itu saya anggap cukup berpengalaman dalam hal organisasi, sebut saja beliau adalah Catur Wahyu Irjayanto (Matematika,2012). Berbagai saran dan masukan untuk membangun ormada NTT terus diberikannya dengan ikhlas. “Sebuah organisasi mahasiswa yang baru harus dibangun dengan kultur kekeluargaan yang baik dan hangat harus menjadi fondasi dan dasar yang kuat guna mendukung tiang dan bangunan kokoh yang akan segera berdiri” kata Kak Wahyu kala itu. Adapula informasi dan referensi lain yang sangat penting saya peroleh dari perkumpulan mahasiwa Minangkabau (FORKOMI UGM) yaitu referensi yang berkaitan dengan aspek formalitas yaitu berkas anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (ADART) Ormada. Informasi yang diperoleh ini kemudian saya sampaikan dalam pertemuan komunitas selanjutnya, yang kemudian kami setujui bersama untuk dijadikan sebagai referensi dasar berdirinya organisasi mahasiswa daerah NTT (ORMADA NTT).
Setelah melalui berbagai tahapan seleksi infromasi dan berkas yang dikumpulkan melalui berbagai sumber, maka terbentuklah prinsip dasar ormada NTT dengan mementingkan aspek kekeluargaan diatas segala-galanya, dan terbentuk pula dokumen formal anggaran dasar serta anggaran rumah tangga ormada (ADART ORMADA NTT).
Tahapan selanjutnya untuk memenuhi persyaratan pembentukan sebuah ormada adalah membuat sebuah logo ormada. Pembuatan logo merupakan salah satu tahapan yang cukup lama ditetapkan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pendapat, ide dan gagasan serta minimnya skill dalam membuat desain logo. Logo yang pertama diusulkan oleh saudara Izoe Nisnoni, tentunya atas dasar musyawarah bersama dengan beberapa orang yang hadir ketika rapat pembentukan logo. Adapun komponen logo pertama terdiri atas beberapa ikon propinsi NTT yakni alat musik Sasando, hewan purba komodo dan pohon cendana yang dipadukan menjadi satu.
(Logo kedua, Desain oleh Febri Minerva Salshina)
(Logo Ketiga,Desain oleh Febri Minerva Salshina)
Setelah melalui berbagai diskusi, perdebatan, musyawarah dan mufakat maka diputuskan bahwa logo kumunitas ini berubah konsep dan komponen dasar dari penggunaan ikon sasando dan komodo menjadi penggunaan ikon pohon cendana. Beberapa penyebab perubahan konsep tersebut diantaranya adalah, beberapa ikon yang diusulkan itu telah banyak digunakan oleh pemerintah maupun berbagai lembaga dan komunitas NTT di Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur secara umum. Alasan kedua adalah belum dapat dirumuskannya sebuah falsafah dasar, filosofi atau penjelasan terkait makna logo tersebut dan dengan banyaknya ikon yang digunakan, perumusan filosofi menjadi cukup sulit dilakukan. Alasan ketiga dan keempat adalah sulitnya pembuatan desain logo, serta rencana penggunaan logo pada berbagai media yang dirasa cukup sulit. Alasan terakhir yang dikemukakan adalah perubahan ikon dan filosofi logo sekaligus dengan perubahan nama komunitas yang berasal dari nama KAGAMA NTT (Keluarga Mahasiswa Gadjah Mada NTT) menjadi Gama Cendana NTT. Perubahan nama komunitas ini dilakukan dengan asumsi bahwa kata KAGAMA NTT telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi Universitas Gadjah Mada, yang mana paada umumnya digunakan sesuai pengertian sebenarnya, dimana KAGAMA merupakan singkatan dari Keluarga Alumni Gadjah Mada.
Berbagai nama dan usulan pun diusulkan oleh berbagai mahasiswa, namun sulitnya membuat singkatan untuk nama propinsi NTT kemudian menjadi hambatan yang cukup besar dalam pembuatan nama ormada ini. Sementara itu, berbagai Ormada yang berasal dari daerah lain pada umunya menggunakan nama dengan singkatan nama daerah. Contohnya adalah FORKOMMI (Forum Komunikasi Mahasiswa Minangkabau) dan berbagai ormada lainnya yang belum sempat disebutkan satu per satu. Berdasarkan berbagai pertimbangan pembuatan nama ormada, maka diambil sebuah keputusan bersama bahwa nama Ormada tidak diambil dari singkatan nama daerah melainkan diambil dari suatu hal, suatu benda, atau sebuah kata yang dapat mewakili dan menggambarkan ciri khas Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan. Diskusi dan perdebatan panjang berangsung di Taman Balairung UGM, yang pada akhirnya saya sendiri menemukan sebuah ide dan gagasan untuk mengusulkan nama atau kata atau ikon pohon cendana sebagai nama sekaligus logo untuk ormada NTT.
Usulan penggunaan gambar pohon atau ikon Cendana ini saya cetuskan dengan ide dan gagasan bahwa selain Komodo dan Sasando, salah satu ikon yang dapat menggambarkan ciri khas Nusa Tenggara Timur secara umum adalah pohon Cendana. Mengingat pada zaman dahulu pohon Cendana merupakan salah satu hasil bumi Nusa Tenggara Timur yang pernah mengharumkan naman NTT dan nama Indonesia di kanca Internasional. Banyaknya keragaman suku,budaya,bahasa,adat-istiadat,dan ikon di daerah NTT menjadi salah satu hambatan yang cukup sulit dilalui untuk menemukan sebuah ikon yang dapat menggambarkan NTT secara umum. Adapula pohon cendana merupakan salah satu tumbuhan yang pernah dan dapat tumbuh hampir diseluruh daerah di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu pohon cendana diasumsikan dapat menjadi salah satu ikon yang dapat menggambarkan ciri khas ormada NTT. Selain itu, ikon pohon cendana diketahui belum digunakan pada komunitas atau organisasi ditempat lain sehingga menghindari bahaya plagiarisme dan lain sebagainya.
Berdasarkan alasan dasar diatas, dengan berbagai hasil diskusi dan musyawarah bersama yang dilakukan secara langsung maupun melalui grup media sosila (LINE), maka ikon dan nama Cendana disetujui menjadi ikon dalam pembuatan logo serta digunakan sebagai nama Ormada NTT. Sementara itu, pembuatan logo ini juga ditetapkan dengan pembuatan dasar filosofi logo tersebut yang terdiri dari beberapa gagasan, mimpi, dan tujuan bersama dengan asumsi bahwa “Pohon Cendana merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh dan bertahan hidup pada daerah kering dan berbatu yang tentunya menggambarkan kondisi morfologi daerah NTT yang gersang, kering, panas dan dipenuhi batu karang. Hal ini juga menggambarkan kokoh dan teguhnya masyarakat NTT yang bertahan hidup pada daerah nan gersang tersebut”. Pandangan ini kemudian diadopsi dan dimasukan kedalam mimpi bersama dengan cita-cita dan prinsip bahwa :
- Mahasiswa NTT yang datang ke Universitas Gadjah Mada, datang ke tanah rantauan yang keras dengan berbagai tantangan hidup, harus mampu bertahan dan menyesuaikan diri sebagaimana pohon cendana yang dapat bertahan pada kondisi lahan dan iklim yang sulit.
- Mahasiswa NTT harus dapat menjadi orang terdidik yang sukses dan dapat mengharumkan nama NTT di kanca nasional maupun internasional sebagaimana cendana yang harum dan mengharumkan nama NTT dan Indonesia di kanca internasional.
Asas dasar filosofi logo tersebut, kemudian diturunkan dalam beberapa butir penjelasan makna logo Gama Cendana yakni sebagai berikut :
- Simbol atau ikon daun melambangkan kesuburan atau kesuksesan mahasiswa NTT yang dicapai melalui pendidikan (lihat hubungan kebawah, batang cendana menggunakan ikon atau sembol pena)
- Simbol pena tersebut menggambarkan gagasan batang yang kokoh , batang yang kokoh ini merupakan gambaran ilmu yang harus dimiliki oleh mahasiswa NTT sebagai tiang atau kaki yang kokoh dengan wawasan luas yang menjadi perantara atau tempat bertumbuhnya daun kesuksesan.
- Simbol atau ikon karang (lihat gambar karang berbentuk otak pada dasar pohon cendana) melambangkan media atau tempat bertumbuhnya pohon cendana yang keras dan tidak bersahabat, sehingga mahasiswa NTT harus siap belajar diatas karang atau iklim pendidikan yang sulit dan maju dipulau Jawa yang menuntut adaptasi dan daya tahan yang kuat sekuat kehidupan cendana diatas karang. Otak dari anak NTT harus siap dan terbuka menerima asupan pendidikan yang masuk seperti lubang-lubang batu karang yang siap menerima air hujan demi kehidupan dunia dibalik karang tersebut.
- Tulisan Gama Cendana melambangkan bahwa, ikon pohon cendana yang berada dibawah tulisan itu menggambarkan individu mahasiswa NTT di UGM bagaikan pohon cendana yang tumbuh diatas karang, berada dibawah lindungan dan dukungan Gama Cendana sebagai wadah berkumpulanya keluarga mahasiswa NTT di Universitas Gadjah Mada.
- Lingkaran berbunga yang berada di bagian yang paling luar diadopsi dari lambang UGM yang menunjukan bahwa Gama Cendana dan Mahasiswa NTT yang terhimpun didalamnya berada dibawah lindungan dan pengawasan direktorat kemahasiswaan UGM. Oleh karena itu, Ormada NTT bukan merupakan Ormada yang terbuka untuk umum dalam hal ini mahasiswa NTT yang berasal dari universitas lain melainkan khusus bagi mahasiswa NTT yang berada di Universitas Gadjah Mada.
Proses pembuatan ADART, pembuatan nama, dan logo resmi tersebut tidak berlangsung lama sehingga peresmian berdirinya Gama Cendana berlangsung dalam tahun yang sama yakni tahun 2015 sekitar bulan oktober atau november 2015. Adapula tanggal 20 Juni 2015 yang tercantum pada paragraf pertama tulisan ini, ditetapkan sebagai tanggal lahirnya Gama Cendana yang diambil atau ditetapkan atas dasar pertemuan pertama kami untuk melakukan perkenalan dan membahas masalah mahasiswa baru yang berinisial A dan pertemuan tersebut disepakati sebagai hari lahirnya Gama Cendana. Sementara tanggal peresmiannya sendiri tidak sempat dicatat dan diingat dengan baik oleh seluruh rekan anggota Gama Cendana, pada intinya diresmikan sekitar akhir bulan oktober atau akhir bulan november. Peresmian ORMADA GAMA CENDANA juga dilakukan dengan pemilihan ketua dan perangkat organisasi lainnya, dimana ORMADA ini pertama kalinya dipimpin oleh saudara Yulianus Sandro Manti (Antropologi,2013) didampingi oleh wakilnya saudara Izoe Nisnoni (Arkeologi,2013). Selain ketua dan wakil, adapula beberapa perangkat pengurus harian yang turut diangkat pada waktu yang sama. Berikut ini merupakan susunan pengurus harian periode pertama adalah sebagai berikut,
- Ketua : Yulianus Sandro Manti (Antropolgi,2013)
- Wakil ketua : Izoe Nisnoni (Arkeologi,2013)
- Sekretaris 1 : Sitia Tully (Biologi,2013)
- Sekretaris II : Imelda Atitus (Perikanan,2014)
- Bendahara I : Chamelia Blegur (Kehutanan,2013)
- Bendahara II : Imma Naben (Kehuatan,2014)
- Koordinator Angkatan 2013 : Sherly Tangsa (Teknik Geologi,2013)
- Koordinator Angkatan 2014 : Jefry Oetpah (Ilmu Tanah,2014)
- Koordinator Angkatan 2015 : Leonardus Bima Ratu (Kehuatanan,2015)
Awal berdirinya, ormada ini memiliki anggota sebanyak 76 orang mahasiswa yang hanya meliputi mahasiswa Sarjana (S1) dan Sekolah Vokasi (D3/D4) tanpa melibatkan mahasiswa tingkat magister (S2) dan doktor (S3). Hal ini dilakukan karena ormada ini dianggap masih belum cukup stabil dalam berbagai hal sehingga perlibatan mahasiswa S2 dan S3 yang notabenenya terdiri atas orang muda dan orang tua dirasa belum cukup siap dilakukan. Hingga tulisan ini dipublikasikan, jumlah anggota Gama Cendana adalah sebanyak 96 orang dengan mahasiswa yang berasal dari berbagai pulau/daerah di Nusa Tenggara Timur. Adapula pada tahun 2017, Gama Cendana di pimpin oleh Jefry Oetpah dengan Wakilnya Indah Resi dan Leonardo Bima Ratu, serta pada tahun 2018 dipimpin oleh Nickolas Tani Sali (D3 Pariwisata,2016) dengan wakil Leonardo Bima Ratu (II) dan Ivan (Teknologi Pertanian,2016)
(Makrab sekaligus Pelantikan Ketua Gama Cendana Periode II, dokementasi pribadi)
Setelah memasuki tahun 2016, logo Gama Cendana kembali mengalami sedikit perubahan dengan filosofi yang tidak cukup jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Perubahan ini dilakukan atas dasar sulitnya percetakan logo Gama Cendana yang sebelumnya diatas media kain dalam pembuatan atribut ormada baik korsa mahasiswa maupun bendera dan lain sebagainya. Revisi yang dilakukan ini juga turut menambahkan ikon sasando dengan dasar bahwa meskipun mahasiswa NTT yang berada di UGM akan mengalami berbagai kesulitan, namun mereka harus tetap berbahagia dan senatiasa bersyukur dalam segala hal. Kebahagiaan yang dimaksud ini dilambangakn dengan gambar sasando yakni alat musik khas NTT yang berasal dari Rote Ndao. Alat musik ini memberikan gambaran akan suasana kebahagiaan melalui alunan musik yang mengajak tarian berdendang. “Seperti nada-nada dalam petikan dawai sasando, mahasiswa NTT diharapkan membawa harmoni keindahan di Universitas Gadjah Mada (Febri Minerva Salsinha,2015). Pengunaan warna hitam dalam logo melambangkan warna kulit khas orang NTT sekaligus ketegasan dalam bercakap. Adapula lingkaran yang mengelilingi sasando menunjukan hubungan kekeluargaan yang berkelanjutan dan tidak akan terputus selama-lamanya. Desain perubahan logo ini dikerjakan sepenuhnya oleh saudara Tedy Selan (D4 Teknik Geodesi UGM,2014). Perubahan logo untuk kelima kalinya ini diharapkan dapat menjadi perubahan logo yang terakhir kalinya.
Setelah berdiri resmi dan diakui sebagai salah satu Ormada di Universitas Gadjah Mada, Gama Cendana telah ikut berpartisipasi dalam berbagai ajang yang diselenggarakan oleh UGM dan melibatkan seluruh Ormada yang terdaftar di Paguyuban Ormada UGM. Beberapa acara yang pernah diikuti oleh Gama Cendana diantaranya adalah Pasar Budaya tahun 2016, Cultural Festival tahun dan Pasar Budaya Tahun 2017, Festival Kuliner Nusantara tahun 2017. Selain itu, terdapat pula beberapa kegiatan internal yang dilakukan oleh Gama Cendana sendiri guna mengembangkan dirinya dengan beberapa kegiatan seperti malam keakraban, acara natal dan tahun baru, makan bersama, jalan-jalan bersama, penyambutan mahasiswa baru, hingga pembuatan diskusi publik untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan Nusa Tenggara Timur.
(Diskusi I Tahun 2017 isu rendahnya kualitas pendidikan di NTT,dokumentasi pribadi)
Beberapa kegiatan diatas, diantaranya terdapat sebuah kegiatan yang dianggap cukup menjadi prestasi bagi Gama Cendana yaitu keikutsertaan Gama Cendana dalam acara Festival Kuliner Nusantara yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada dan bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Dalam acara ini, untuk pertama kalinya Gama Cendana dapat bekerjasama dan berhasil mendatangkan pegawai Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur untuk ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Sekilas gambaran acara ini melibatkan berbagai Ormada yang mewakili 34 Propinsi di Indonesia untuk menampilkan kuliner khas daerahnya masing-masing yag kemudian diberikan penilain oleh juri nasional dan juga juri yang datangkan dari internasional.
(Publikasi Acara Festival Kuliner, dokuemntasi pribadi panitia)
Meskipun belum mendapatkan juara, namun NTT yang di wakili oleh Gama Cendana berhasil masuk kedalam 8 Propinsi yang mendapatkan penilian dari Juri sementara 26 kuliner propinsi lainnya hanya dipamerkan pada stand-stand kuliner Nusantara. Dalam festival ini, NTT berkesempatan untuk menampilkan kuliner khas NTT berupa tumisan daging se’i dan jagung bose dilengkapi sambal teri serta aneka kudapan kue rambut, kacang telur, gula hela, dan lain sebagainya.
(Stand Kuliner dan Peraga, Propinsi NTT Tahun 2017, dokumentasi pribadi)
Event lainnya seperti Festival Budaya dan Pasar Budaya, Gama Cendana berkesempatan mewakili NTT untuk tampil dalam fashion show dengan model yang mengenakan kain tenun yang berasal dari Rote Ndao dan Timor Tengah Selatan. Adapula stand Gama Cendana dihiasi oleh miniatur rumah adat NTT, minatur komodo, alat musik sasando, berbagai aneka kain tenun yang berasal dari berbagai suku di NTT, perlengkapan tarian caci yang berasal dari Manggarai serta aneka hiasan lainnya.
(Festival Budaya Tahun 2016, dokumentasi pribadi)
Sekian sejarah singkat dari Ormada Nusa Tenggara Timur (GAMA CENDANA), semoga dapat bertahan dan terus menebar manfaat untuk mengharumkan nama NTT dikanca nasional hingga internasional dengan memegang teguh asas kekeluargaan yang solid dan bermartabat. Berikut ini merupakan beberapa nama anggota yang belum disebutkan pada beberapa penjelasan diatas namun tercatat pernah terlibat aktif dalam usaha berdirinya Gama Cendana serta berbagai kegiatannya di Universitas Gadjah Mada bahkan keaktifan mereka jauh lebih besar daripada keaktifan beberapa orang pengurus. Tentunya tanpa kerja keras seluruh anggota ormada ini maka apapun tak akan dapat kami capai, sehingga penghormatan dan rahmat semoga selalu tercurah kepada seluruh anggota gama cendana baik yang pernah menjadi pengurus maupun anggota luar biasa, ungkapan terima kasih hanya dapat terwujud melalui beberapa ulasan kata dibawah ini :
- Adolf federik
- Ambu Makaborang
- Angelina Demor
- Anggi Rihi
- Ari Asa
- Batona Monica
- Chici Trisanti
- Chrisevan Axel
- Echa Nia
- Edo
- Efra Sung
- Maria Gaetana Agnesi
- Eugin Bato
- Febby Senja Putri
- Gabriela Bunga Naen
- Hugo Nahak
- Imam Arifin
- Isny Tokan
- Ketsi
- Kristin Adriana Napa
- La Ode Jifran
- Maria F tunga
- Martha Sooai
- Melani Tarida
- Nethaa
- Nggeta (Andika)
- Noi Ester
- Noberth
- Ricky Batukh
- Risman Maran
- Stevano Oswyth
- There
- Trivandy
- Venta
- Yetri Tanoen
- Yosephina L.L
Catatan : Penulisan nama hanya berdasarkan abjad pada grup line
(Makrab dan launching korsa Gama Cendana Tahun 2016, dokumentasi pribadi)
(Natal dan Tahun Baru Bersama Tahun 2016, dokumentasi pribadi)
(Aktivitas Kultural Gama Cendana,dokumentasi pribadi)
(LO tamu Dinas Pariwisata NTT di Yogyakarta,dokumentasi pribadi)